Bobby Rasyidin : Bangun Positioning Baru

Sitta Husein
Rabu, 8 Mei 2013 | 08:53 WIB
Bagikan

Dipercaya memimpin PT Alcatel Lucent Indonesia sejak Juli 2012, Bobby Rasyidin menjadi country director ‘lokal’ pertama di perusahaan telekomunikasi asal Prancis tersebut. Visinya kuat dalam memandang sektor telekomunikasi nasional ke depan. Lalu bagaimana kiatnya meramu strategi pengembangan bisnis? Berikut wawancara Bisnis dengannya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Berikut petikannya :

Bisa diceritakan perjalanan karier Anda?

Tahun 1992 saya kuliah di Elektro Institut Teknologi Bandung. Sebetulnya, awalnya saya sempat merangkap kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran.

Tetapi, dalam perjalanannya ternyata tidak mudah juga kuliah dobel, membagi fokusnya yang sulit. Orang tua kemudian meminta saya untuk berkonsentrasi di ITB saja. Sin g kat cerita, pada 1996 saya akhirnya berhasil merampungkan kuliah saya di ITB.

Lulus dari situ, saya langsung bergabung di Lucent Technology [ketika itu belum merger dengan Alcatel] pada tahun 1996. Awalnya saat ditugaskan menangani proyek jaringan Lucent di Nias. Kemudian, saya dikirim ke Prancis dan bergabung di bagian research & development.

Dari situ, saya dipindahkan lagi dan dipercaya menjadi project engineer. Saya sempat ditugaskan menangani proyek perusahaan di Eropa Timur, Mesir, dan Brasil. Tetapi ternyata saya cuma bisa bertahan 2 hari di Brasil.

Begitu singkat ya?

Ceritanya, ketika baru sampai di sana, malamnya saya dan teman-teman mampir di salah satu bar. Waktu itu crowd-nya memang cukup ramai. Tiba-tiba, ada penembakan terhadap pengunjung bar. Situasi di bar pun langsung kacau. [Ternyata] saat itu bisnis pembunuh bayaran sedang marakmaraknya di Brasil. Saya langsung telepon bos saya di Prancis. Saya bilang, saya tidak bisa tinggal lebih lama lagi di kota ini.

Anda shock karena itu?

Bukan peristiwa penembakan itu yang membuat saya shock. Bela kangan, saya baru tahu kalau korban dalam peristiwa penembakan itu ternyata korban salah tembak. Kalau begini,bukan tidak mungkin besok saya yang jadi sasaran salah tembak. Singkat cerita, saya lalu dipindahkan ke Australia.

Di sini saya cukup lama, sampai bisa nyambi kuliah S2. Selama di Australia, saya ditunjuk menjadi project manager dan bertanggung jawab me-roll out 2.000 unit BTS di Brisbane, Sydney, dan Perth. Lalu, selain di Alcatel Lucent, saya juga pernah berkarier di Fujitsu Indonesia dan kemudian sempat juga menjalankan bisnis radar bersama beberapa rekan.

Bagaimana sampai Anda dipercaya menjadi CEO di perusahaan ini?

Saya bergabung di Alcatel-Lucent pada 2007. Saya dipercaya menjadi customer account leader dan ditunjuk meng-handle account Grup Telkom.

Ketika manajemen mencari country director baru untuk bisnisnya di Indonesia, saat itu sebetulnya ada tujuh kandidat yang dinilai, kebetulan saya satu-satunya yang berasal dari Indonesia.

Pada saat tes penilaian karakter, ternyata enam orang kandidat masuk dalam kategori corporate boy, hanya satu orang yang karakternya businessman, dan itu adalah saya. Mungkin hal ini menarik perhatian manajemen, kok bisa ada yang karakternya berbeda sendiri.

Ketika diwawancarai, saya ditanya mengapa manajemen harus memilih saya. Untungnya, saya sudah menduga akan ada pertanyaan ini. Jadi saya sudah menyiapkan jawabannya. Saat itu saya sampaikan ada tiga alasan yang membuat saya menjadi layak memimpin Alcatel-Lucent Indonesia.

Pertama, karakter customer Indonesia sangat unik. Jadi, seorang CEO harus memiliki pengetahuan local customer yang sangat memadai.

Kedua, jika melihat siklus bisnisnya, Alcatel Lucent saat ini perlu memperkuat sales dan R&D di Indonesia. Karena itu, bisnis ini harus dipimpin oleh CEO berlatar belakang R&D dan sales. Kebetulan saya kan juga lama di divisi R&D dan sales.

Ketiga, dengan demografi Indonesia yang terdiri dari beragam etnik, butuh orang yang tough untuk dapat memimpin Alcatel Lucent Indonesia, sulit kalau karakternya corporate boy. Dengan argumen ini, saya sebetulnya ingin lebih dulu menyingkirkan enam calon lainnya dalam penilaian ini. Hahaha…

Apa tantangan terbesar yang Anda hadapi?

Saya kira tantangannya adalah bagaimana bisa men-drive Alcatel-Lucent menjadi lebih baik, bisa meyakinkan pelanggan, karyawan, maupun lingkungan bisnis secara luas.

Penguatan merek juga harus menjadi program yang penting untuk terus dilakukan. Untuk itu, kepuasan pelanggan menjadi faktor yang utama bagi perusahaan. Semakin banyak pelanggan yang terpuaskan, semakin menguat pula posisi brand perusahaan.

Di sisi SDM, sangat penting untuk meningkatkan motivasi kerja setiap SDM sehingga bisa menampilkan performa terbaiknya. Di masa lalu, gaya leadership di perusahaan ini terlalu comfort. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi perusahaan yang sedang ingin menggenjot kinerjanya.

Begitu dipercaya memimpin bisnis ini, apa yang Anda lakukan?

Tahun 2012 merupakan tahun yang sulit bagi bisnis telekomunikasi. Spending dari customer rendah, sebagian customer memutuskan untuk menahan dulu belanja dan investasi. Boleh dikatakan, achievement pada tahun 2012 merupakan yang terburuk sepanjang sejarah.

Saya praktis mulai memegang kendali di Alcatel-Lucent Indonesia mulai Juli 2012. Kebutuhan iklim bisnis pada semester kedua sudah mulai kembali kondusif.

Dengan menjalankan strategi yang tepat, kinerja Alcatel-Lucent di Indonesia secara bertahap mulai kembali tumbuh. Pada kuartal keempat, pencapaian kinerja perusahaan bahkan sudah sama dengan akumulasi kinerja pada triwulan pertama dan ketiga.

Bisa dijelaskan apa saja pencapaiannya?

Tahun ini (2013), dari target yang ditetapkan, pada triwulan pertama telah terealisasi 35% dari total target. Pada kuartal kedua diharapkan 100% dari target yang ditetapkan telah dapat direalisasikan.

Kami memperkuat bisnis dengan membangun kekuatan pada tiga pilar utama, yaitu mempertahankan bisnis dan pasar utama, lalu melakukan ekspansi ke bisnis dan pasar baru, serta memperkuat posisi di industri strategis.

Upaya tersebut kami lakukan dengan mengusung satu pola pendekatan. Alcatel-Lucent ingin meninggalkan mindset sebagai trader, kami ingin lebih dikenal stakeholder sebagai industry player. Untuk itu, kami harus memperkuat sinergi dengan seluruh ekosistem industri.

Saya sepenuhnya memahami bahwa national pride Indonesia sangat tinggi. Konsekuensinya, Alcatel-Lucent Indonesia juga harus berpikir sebagai orang Indonesia.

Karena itu, sangat penting bagi perusahaan untuk membangun positioning baru sebagai industry player tersebut. Hal ini lalu kami komunikasikan ke seluruh pelaku industri, mulai dari kompetitor, pelanggan, maupun regulator.

Apa visi Anda di sektor telekomunikasi Indonesia?

Pertama, kita harus memahami apa yang diinginkan operator. Simple sebetulnya. Operator menginginkan revenue sebesar mungkin dengan cost sekecil mungkin. Nah, tantangannya adalah bagaimana cara menekan cost tersebut.

Di industri telekomunikasi dulu belanja operator didominasi untuk capex (capital expenditure). Kini, belanja perusahaan lebih didominasi oleh opex (operation expenditure). Dulu, tarif listrik relatif masih murah, sekarang sudah sangat mahal. Apa intinya? Artinya, yang dibutuhkan sebetulnya adalah green technology.

Karena itulah sudah seharusnya belanja untuk tower mulai dikurangi. Tarif pajaknya kini semakin besar saja, biaya operasional untuk listriknya juga semakin tinggi.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor ini, teknologi small cell seharusnya sudah mulai diadopsi oleh operator.

Lainnya?

Kedua, tren kebutuhan komunikasi di end user kini juga telah semakin beralih ke layanan data. Customer kini semakin sensitif terhadap network reliability. Dalam hal ini, customer experience menjadi faktor utama yang bisa menjaga loyalitas pelanggan.

Ketiga, bisnis telekomunikasi kini telah bergeser dari bisnis infrastruktur ke bisnis service. Makanya bisnis berbasis cloud semakin menjadi tren. Berbagai model bisnis baru seperti storage as a service, network as a service dan platform as a service telah menjadi bisnis utama di sektor teknologi informasi.

Bicara regulasi, mengapa regulasi terkesan selalu terlambat mengejar perkembangan teknologi?

Teknologi selalu didorong tumbuh karena kemajuan inovasi dan terus meningkatnya tuntutan dari konsumen. Sementara regulasi lahir dari proses birokrasi. Ini sebetulnya hal yang lazim terjadi, tidak cuma di Indonesia.

Sebagian pihak melihat pemanfaatan teknologi informasi dan Internet di Indonesia masih sebatas untuk tujuan konsumtif, belum ke arah produktif. Komentar Anda?

Saya kira ini hanya masalah tren. Para pengguna layanan Internet kini umumnya adalah anak-anak muda, sebagian besar bahkan anak-anak sekolah. Mereka sudah memakai smartphone, laptop, dan gadget lainnya.

Kalau saat ini mereka masih berinteraksi dengan Internet untuk social media atau bermain game, pada saatnya nanti mereka akan masuk ke usia produktif. Pada saat itulah Internet telah bisa di-monetize dengan baik.

Kembali ke topik manajemen, selama menjadi pemimpin di perusahaan, pernahkah Anda mengambil keputusan yang sulit dan sebetulnya tak Anda kehendaki?

Sering sekali. Kondisi seperti ini memang sudah sehari-hari dihadapi setiap pemimpin di organisasi. Saya kira, yang paling penting adalah kita harus bisa mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang kita buat.

Bagaimana Anda membagi waktu?

Terus terang saya adalah orang yang workaholic. Bukan apa-apa, ini karena saya sulit tidur. Ha-ha-ha. Jadi, saya selalu tidur di atas jam 01.00 malam setiap harinya dan sudah bangun ketika subuh.

Sempat meluangkan waktu untuk berolahraga?

Olahraga saya golf, tetapi tidak rutin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Sitta Husein
Editor : Others
Sumber : Tri D. Pamenan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper