Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setyo Maharso: Pengembang Mulai Was-was

Sektor properti dinilai mengalami pertumbuhan sangat tinggi beberapa tahun terakhir.

Bisnis.com, JAKARTA—Sektor properti dinilai mengalami pertumbuhan sangat tinggi beberapa tahun terakhir.

Khususnya sejak 2010. Istilah booming properti makin sering terde ngar. Meskipun begitu, sepertinya puncak siklus sudah terlewati dan mulai memasuki fase perlambatan.

Di sisi lain, berbagai faktor eksternal terutama regulasi terkait properti dinilai malah menjadi bumerang. Bagaimana pertumbuhan pasar tahun depan?

Dalam diskusi bersama redaksi Bisnis Indonesia akhir Oktober 2013, Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia Setyo Maharso mengemukakan sudut pandangnya terhadap naik-turunnya pasar properti.

Berikut petikannya.

Menurut Anda, bagaimana prediksi pertumbuhan pasar properti pada 2014?

Pada 2014 itu adalah tahun politik, membawa efek positif dan negatif bagi sektor properti.

Positif, karena banyak uang yang beredar di masyarakat terutama jelang pemilu (pemilihan umum). Artinya, dapat menggerakkan daya beli.

Negatif, karena bahkan sejak jelang akhir tahun ini sudah banyak regulasi yang berseliweran. Saya berbicara dari sisi pengembang, dari segi pemenuhan pasokan.

Regulasi yang ada menyulitkan, khususnya untuk kelas menengah-bawah.

Sebetulnya pertumbuhan yang cukup baik saya rasa akan terjadi pada 2014, bila tidak ada regulasi [mengenai pengetatan pengajuan KPR oleh Bank Indonesia] yang mengejutkan seperti ini.

Jangan sampai kita terjatuh k rena regulasi yang malah menghancurkan diri kita sendiri.

Dengan kondisi yang ada, properti pada 2014 agak terhambat. Ini bukan disebabkan tahun politik, melainkan karena regulasi yang tidak mendukung.

Bagaimana pertumbuhan properti selama ini?

Berbicara mengenai sektor properti, terkait dengan riwayat tren kenaikan harga. Pada 1998 saat terjadinya krisis, terjadi tren perpindahan ke sektor properti.

Lalu pada 2002-2005, mulai terjadi penyesuaian. Dengan latar belakang kondisi krisis ekonomi global, kita meng-create suatu sistem [kredit pemilikan rumah/KPR] untuk memungkinkan pertumbuhan pasar properti.

Saat inilah muncul pola KPR inden [pengembangan melalui sistem pesan].

Lalu pada 2008, properti dalam negeri mulai tumbuh. Jadilah, pada 2010-2012 merupakan masa emas sektor properti.

Namun, selama 10 tahun sebelumnya sejak 1998-2008, harga properti relatif stabil, dan tidak pernah mengalami kenaikan harga signifikan.

Pada 2013, sebenarnya saya berharap tumbuh dengan baik, jika tidak dengan adanya regulasi regulasi yang baru dikeluarkan.

Seperti apa pengembang menyikapi kebijakan mengenai pengetatan pengajuan KPR oleh Bank Indonesia baru-baru ini?

Aturan LTV [loan to value] yang dikeluarkan tidak menjadi masalah, karena sebetulnya bank mempunyai hitungan sendiri untuk menentukan layak atau tidaknya calon konsumen.

Yang dikhawatirkan itu adalah terkait aturan KPR inden, sementara akses pengembang untuk mendapatkan kredit konstruksi tidak ada.

Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, 60% anggota REI dari sekitar 3.000 atau 1.800 pengembang memiliki permodalan yang pas-pasan, dan sudah merasa kesulitan.

Bahkan anggota yang besar pun sudah mulai was-was. Kalau dibiarkan seperti ini, pengembang kolaps dan backlog [kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan rumah] makin besar.

Untuk mengatasi backlog yang katanya sudah lebih dari 15 juta unit rumah, pemerintah harus memiliki data-data yang akurat.


Kalau tidak fokus, dan tidak punya niat untuk mengatasinya, jumlah akan terus bertambah, dan perumahan akan menjadi masalah.

Lalu, langkah apa yang mungkin bisa dilakukan, karena regulasi tersebut telah resmi berlaku sejak 30 September 2013?

Bagi bank, kredit consumer ini merupakan bagian yang paling menarik saat ini. Oleh karena itu, perlu dicari solusi bersama, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.

Bila dibandingkan antara KPR inden dan kredit konstruksi, sebetulnya KPR inden lebih aman, karena konsumen sudah jelas, izin pembangunan sudah ada, dan tanah juga sudah ada.

Kalau tidak bisa dengan KPR inden, ya pengembang akan mencari jalan lain. Artinya, kredit konstruksi harus keluar, karena selama ini tidak berjalan maksimal.

Masalahnya, apakah perbankan bisa mengucurkan kredit konstruksi sesuai dengan kebutuhan.

Misalnya saja, untuk proyek besar nilainya triliunan rupiah, apakah bisa dikucurkan uang sebesar itu.

Ini yang kita juga belum yakin.

Di saat perekonomian sedang mengalami tekanan diiringi dengan pelemahan rupiah, jenis properti apa yang tetap menjadi pilihan investasi paling menarik tahun depan?

Bagi saya tentu rumah. Kebutuhan akan rumah tidak akan pernah mati selama ada cinta. Artinya, ketika ada cinta, akan muncul keluarga baru.

Keluarga ini pasti memunculkan kebutuhan akan rumah.

Baik di lokasi mana pun di Indonesia mengalami pertumbuhan permintaan khususnya untuk rumah dengan harga Rp200 juta-Rp600 juta.

Kondisi infrastruktur di daerah ini juga yang memengaruhi pertumbuhan harga.

Kalau ada peluang untuk tumbuh, tentu selain untuk end-user, segmen perumahan ini juga akan menarik bagi kelompok investor.

Pertumbuhan harga sulit diprediksi. Inflasi berapa, itu pasti masuklah.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh salah satu media, properti menjadi pilihan investasi paling menarik tahun depan, dengan kisaran 42,5% investor diprediksi berinvestasi di sektor properti.

Ini paling tinggi jika dibandingkan emas atau saham.  (ra)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Sumber : Fatia Qanitat
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper