Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yuk, Menabung Limbah di Bank Sampah

Persoalan sampah di kota-kota besar di Indonesia tak pernah usai. Tak terkecuali di kota Depok, Jawa Barat. Berangkat dari tidak adanya penanganan sampah yang mumpuni, Sri Wulan Wibiyanti berpikir untuk mengolah sampah di lingkungannya. Program ini dijalankan bersama suaminya, Baron Noorwendo sejak 2009.
Produk serbaguna dari bahan baku sampah/JIBI
Produk serbaguna dari bahan baku sampah/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA--Persoalan sampah di kota-kota besar di Indonesia tak pernah usai. Tak terkecuali di kota Depok, Jawa Barat. Berangkat dari tidak adanya penanganan sampah yang mumpuni, Sri Wulan Wibiyanti berpikir untuk mengolah sampah di lingkungannya. Program ini dijalankan bersama suaminya, Baron Noorwendo sejak 2009.

Sri mengaku program pengelolaan sampah ini awalnya bertujuan untuk mengisi kegiatan warga.

“Kegiatan ibu-ibu di sini biasanya hanya arisan dan pengajian. Saya ingin membuat kegiatan yang lebih produktif dan memberi manfaat langsung bagi warga,” kata warga RT 01 RW 13 Kampung Pitara, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat ini.

Setelah mencari inspirasi, Sri dan Baron mendapat ide untuk mengelola sampah. Hasilnya, mereka mendirikan Bank Sampah Peduli Lingkungan (WPL). Ketika di bank warga menyimpan uang, di sini mereka justru menabung sampah. Sampah-sampah yang ditabung kebanyakan adalah sampah non-organik.

Program ini awalnya tak berjalan mulus. Tak jarang, pasangan suami istri ini dicemooh oleh warga lain karena dinilai melakukan hal yang sia-sia. Namun demikian, Sri dan Baron tak patah semangat. Mereka justru makin tertantang untuk mematangkan konsep bank sampah. Selain mengumpulkan sampah, mereka juga melatih warga untuk membuat barang-barang yang bisa digunakan sehari-hari.

“Saya dan suami membuat pelatihan membuat produk daur ulang. Alhamdulillah, waktu itu warga yang berpartisipasi mencapai 70 orang,” kata Sri. Dari pelatihan itu, warga pun termotivasi untuk mengolah sampah sendiri. Mereka berusaha produk siap pakai, seperti dompet, tas, dan tempat pensil.

Jenis-jenis sampah yang digunkan pun bervariasi, misalnya bungkus mie instan, minyak goreng, kopi, atau kemasan plastik lainnya. Sri memilih kemasan plastik karena bahan ini tidak bisa diurai secara alami dan tak memiliki nilai jual.

Sri menuturkan untuk membuat 1 buah dompet dia membutuhkan 100 kemasan mie instan. Karena kebutuhan bahan baku yang semakin tinggi, dia dan suaminya pun mulai memperluas konsep bank sampah ke area lain. Perjuangan mereka tak sia-sia. Kini, Bank Sampah WPL sudah tersebar di 30 titik di kota Depok, Jawa Barat.  

Selain memperluas titik bank sampah, Sri dan teman-temannya juga bersemangat meningkatkan produksi kerjinan dari kemasan plastik. Harga jual produk dari sampah ini dibanderol mulai Rp 25.000 hingga Rp 65.000.

Uniknya, hasil penjualan lantas dibagi dengan rincian 70% untuk perajin dan 30% untuk kas Bak Sampah WPL. “Uang hasil keuntungan kami putarkan kembali ke warga. Caranya adalah dengan memberi kredit mikro bagi warga yang membutuhkan tambahan modal,” kata Sri.

Program sederhana ini ternyata membawa banyak manfaat bagi warga. Melihat hal itu, Sri berharap jumlah warga yang ikut berkontribusi terus bertambah. Ketika ditanya soal target, Sri menuturkan dia dan rekan-rekannya sedang gencar membidik kaum muda. “Saat ini kami sedang merangkul anak muda untuk membuat kreasi dari bahan  daur ulang. Semoga antusiasme anak muda sama dengan para orang tua.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper