Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kerajinan Rasa Pelepah Pisang dari Kulonprogo Diekspor Hingga ke Eropa

Bisnis.com, JAKARTA -- Selain diolah menjadi kertas lalu dibentuk menjadi pernak-pernik, batang dan pelepah pisang juga bisa langsung diolah menjadi kerajinan tangan tanpa perlu dibubur terlebih dahulu. Hal ini seperti dilakukan oleh Tukimin, pemilik CV Indo Seagrass yang beralamat di Tanggulangin, Tanjungharjo, Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta.
Kerajinan olahan dari pelepah pisang./Ilustrasi-Bisnis-Ropesta Sitorus
Kerajinan olahan dari pelepah pisang./Ilustrasi-Bisnis-Ropesta Sitorus

Bisnis.com, JAKARTA - Selain diolah menjadi kertas lalu dibentuk menjadi pernak-pernik, batang dan pelepah pisang juga bisa langsung diolah menjadi kerajinan tangan tanpa perlu dibubur terlebih dahulu.

Hal ini seperti dilakukan oleh Tukimin, pemilik CV Indo Seagrass yang beralamat di Tanggulangin, Tanjungharjo, Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta.

Batang pisang yang disebut gedebog dalam Bahasa Jawa berhasil diolah pria 46 tahun ini menjadi kerajinan bernilai jual tinggi yang diminati konsumen asing.

Tukimin membuat gedebog menjadi aneka macam furnitur seperti keranjang, kursi hingga karpet. Lantaran ramah lingkungan dengan bahan yang alami, konsumen produknya sebagian besar berasal dari Eropa seperti Spanyol dan Belanda.

Peluang bisnis dari bahan serat alami ini sudah mulai ditangkap Tukimin sejak tahun 1996. Saat itu dia masih mengandalkan bahan baku seperti serat pandan dan enceng gondok.

Namun sejak 2000-an, dia mulai melirik pemanfaatan bahan pelepah dan batang pisang. “Saya mulai mencoba memanfaatkan gedebog yang saat itu belum banyak dipakai untuk kerajinan dan masih sebatas bungkus tembakau,” katanya.

Pengolahan serat gedebog hampir sama dengan proses pengolahan pandan ataupun bahan lain. Batang pisang dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama beberapa hari agar lebih kuat dan keras.

Setelah kering, serat gedebog pisang dipilin dengan ukuran tertentu lalu dijalin menjadi bentuk kerajinan yang diinginkan. “Setelah dipilin bisa digunakan untuk kerajinan apa saja, tergantung kreatifitas orangnya,” tuturnya.

Modal untuk memulai bisnis ini tidak terlalu besar. Apalagi jika di lingkungan sekitar ada bahan baku yang cukup melimpah. Untuk uji coba pembuatan produk bisa dimulai dengan modal sekitar Rp10 juta.

Namun jika ingin menyasar pasar ekspor dengan kuantitas yang cukup besar, kata dia, perlu menyiapkan modal yang cukup besar, yakni sekitar Rp50 juta untuk mengisi satu kontainer dengan barang jadi.

Setiap bulannya Tukimin mampu meladeni minimal 1-2 kontainer produk ukuran 20 feet – 40 feet. Kuantitas tiap kontainer berbeda-beda, tergantung bentuk barang dan ukurannya, misalnya bisa berisi 600 set keranjang atau sekitar 500 unit kursi.

“Kalau sizenya kecil, kuantitasnya bisa lebih banyak,” tuturnya.

Produk itu diekspor lewat beberapa agent yang diajak kerja sama. Mereka yang mencari pasar dan sekaligus mengurus pengiriman kepada pembeli.

Dalam satu bulan dia bisa meladeni beberapa buyer sekaligus. Karena tiap buyer menerapkan jangka waktu order yang berbeda, mulai dari satu bulan hingga satu tahun.

Adapun, untuk pasar domestik belum terlalu banyak digarap Tukimin. Dia berujar peminat produknya sejauh ini baru sebatas untuk keperluan interior di beberapa hotel yang ada di Jakarta, Bali, Surabaya, Semarang.

Sementara untuk pembeli ritel masih terbilang jarang. Dia menduga konsumen lokal belum terlalu meminati produknya karena faktor harga.

“Kami belum terlalu banyak dipasarkan di domestic karena mungkin harganya belum terjangkau untuk kalangan umum. Di luar negeri mereka cari produk begini karena ramah lingkungan sementara kalau masyarakat kita pahamnya mencari barang itu yang awet misalnya dari bahan plastik,” tuturnya.

Dia bisa mendapat omzet yang berbeda dari tiap kontainer yang terkirim, mulai dari Rp50 juta – Rp 150  juta dengan margin laba sekitar 10-20%. Perbedaan itu tergantung pada kuantitas produk yang bisa dimuat dalam tiap kontainer.

“Kalau ukuran produknya besar, nominalnya tidak terlalu besar sementara kalau yang ukuran kecil dan kuantitas besar, biasanya nominalnya tinggi,” tuturnya.

Di luar pendapatan itu, dia masih punya omzet lain dari penjualan ritel di dalam negeri, meski nilainya tidak terlalu tinggi. Dari ritel yang dijual dengan harga mulai Rp50.000-Rp250.000 per unit, dia bisa mendapat laba hingga 50% namun kuantitasnya tidak banyak.

Tukimin berujar prospek bisnis untuk produk olahan dari pelepah dan batang pisang masih terbilang cukup cerah. Pasar yang saat ini ada bisa dibilang masih belum semuanya bisa dijangkau sebab mereka belum gencar berpromosi.

Sejauh ini, Tukimin hanya mengandalkan publisitas dari media untuk merangsang permintaan pasar. Dia meladeni pembelian dengan pesanan khusus, jika konsumen membawa gambar desainnya.

Tetapi Tukimin sadar dia tidak bisa terus mengandalkan promosi demikian karena persaingan sudah semakin ketat. Apalagi  dalam beberapa bulan ke depan pasar tunggal MEA sudah mulai diterapkan.

Pria yang juga menjadi ketua paguyuban produsen olahan gedebog ini mengajak sekitar 20 pengusaha lain untuk bertemu sekali sebulan dan melakukan evaluasi perkembangan pasar, prospek dan strategi yang harus dilakukan.

“Untuk menghadapi MEA nanti mungkin kami akan coba lebih gencar promosi di internet supaya buyer bisa datang langsung. Kami sudah berpikir ke arah sana,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper