Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dari Ban Bekas, Rupiah Terus Mengalir

Siapa sangka kerajinan dari ban bekas ternyata sangat diminati oleh konsumen luar negeri. Pasalnya, kegiatan mengolah limbah tersebut sangat dihargai dan dinilai bersahabat bagi lingkungan.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Siapa sangka kerajinan dari ban bekas ternyata sangat diminati oleh konsumen luar negeri. Pasalnya, kegiatan mengolah limbah tersebut sangat dihargai dan dinilai bersahabat bagi lingkungan.

Kesempatan tersebut dengan cerdik diambil oleh Sindu Prasastyo, inisiator Komunitas Sapu Salatiga yang telah berhasil memproduksi berbagai macam aksesori dan produk yang telah diekspor ke beberapa negara di Eropa.

Sindu memaparkan ide tersebut berawal saat dirinya aktif dalam sebuah organisasi di bidang linkungan dan belajar untuk mengembangkan produksi barang-barang daur ulang.

Kegiatan pengolahan limbah tersebut disebut dengan upcycle karena proses perubahan bentuk dari baran bekas ke barang berguna tidak membutuhkan waktu lama.

Saat memulai bisnisnya pada 2010, omzet yang didapatnya maksimal hanya Rp1 juta dan tak jarang harus merugi. Namun, sekarang dia bisa mengantongi omzet hingga Rp70 juta dalam sebulan.

Sindu dan komunitasnya memproduksi lebih dari 30 macam produk hasil pengolahan dari ban bekas, mulai dari gelang, dompet, tas, hingga produk-produk interior.

Dalam sebulan, Komunitas Sapu bisa memproduksi hingga 1.000 item, dan 70% dari total produk diserap oleh pembeli dari Belanda, Perancis, Inggris dan Australia, sedangkan sisanya dipasarkan di Yogyakarta dan Bali dengan menyasar turis asing.

Karena menyasar pasar luar negeri, Sindu pun membanderolnya dengan dolar Amerika Serikat. Harga produknya bervariasi, mulai dari US$12 untuk gelang, US$59 untuk dompet, hingga US$120-an untuk tas.

Semua produk hasil kreasinya tersebut bisa dilihat dan dibeli melalui website sapustore.com atau sapuupcycle.com.

Sindu memaparkan dirinya melihat pasar ekspor terbuka saat melihat antusiasme yang cukup tinggi dari wisatawan asing yang mengunjungi Yogyakarta.

Selain itu, dia pun gencar melakukan pemasaran secara online, serta aktif mengikuti pameran kerajinan dengan audiens dari luar negeri.

"TIdak semua pameran kami ikuti, tapi dilihat dulu pengunjungnya siapa, apakah profilnya cocok dengan target market kami," katanya.

Karena melihat potensi ekonomi yang sangat besar dari bisnisnya ini, tak ragu Sindu membagikan ilmunya melalui pelatihan di beberapa sekolah dan instansi. Respons dan antusiasme peserta pelatihan pun dinilai sangat baik.

Pria berusia 34 tahun itu juga mengatakan bahwa perajin ban bekas di Indonesia sudah cukup banyak, hanya saja mereka belum fokus untuk menciptakan produk yang bagus, berkualitas dan bernilai jual tinggi.

"Saat ini perajin ban bekas sepertinya masih sekadar membuat produk, belum memerhatikan urusan kenyamanan, kerapian dan desain yang diminati pasar," imbuhnya.

Di sisi lain, perkembangan bisnis produk upcycle ini sebenarnya juga sangat terpengaruh pada kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dengan menggunakan produk-produk daur ulang.

"Sekarang masih butuh proses untuk mengedukasi masyarakat, dan semakin lama bisnis ini akan terus tumbuh seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper