HARRY SASONGKO: Kalau keputusan harus saya, itu belum berhasil

News Editor
Rabu, 30 November 2011 | 10:22 WIB
Bagikan

Orang keuangan yang dicemplungkan untuk memimpin sebuah entitas bisnis telekomunikasi yang besar. Itulah sosok Direktur Utama PT Indosat Tbk Harry Sasongko. Bisnis sempat berbincang dengannya, untuk mendapatkan penjelasan mengenai caranya memimpin entitas besar itu. Berikut petikan perbincangan tersebut:

 

Bisa Anda jelaskan dan gambarkan situasi dari bisnis telekomunikasi termasuk strategi yang ditempuh oleh Indosat?

 

Bisnis telekomunikasi, seperti kita ketahui mengalami perkembangan begitu pesat. Dulu fixed line sekarang ke mobile. Begitu pesat, apalagi di negara seperti Indonesia yang infrastruktur fixed line sangat lemah.

 

Dulu kalau mau punya telepon, sementara rumah di Depok, mungkin sampai cucu lahir belum dapat. Itu yang membuat masuknya mobile sangat cepat, perkembangannya luar biasa cepat. Sekarang komunikasi sudah menjadi kebutuhan. Lebih secara fakta, kalau dilihat dari statistik pengeluaran beli pulsa sekarang sudah di atas rokok. Ada yang punya dua hingga tiga nomor telpon.

 

Secara umum bisnis telekomunikasi berkembang terus. Indosat juga mengalami perkembangan, dari fixed line operator, operator internasional, sekarang operator seluler. Perkembangan industri seluler sangat pesat dan kompetisi semakin ketat.

 

Di majalah The Economist pernah disebutkan, jika penetrasi telepon bertambah, produk domestik bruto suatu negara juga akan bertambah. Terlebih di negara yang belum berkembang infrastrukturnya.

 

Sebagai contoh, seorang petani di pelosok, dulu kalau dia sudah panen lalu mau jual hasilnya itu, dia harus menggunakan alat transportasi menempuh berpuluh atau beratus kilometer untuk ke pasar misalnya. Menunggu pembeli bisa cepat atau lambat. Hasil panen bisa masih segar atau sudah busuk, dan harga jual juga belum tahu berapa. Terkadang kalau kepepet harga juga jatuh. Sekarang sudah ada mobile, dia pasang pengumuman kecil. Negosiasi tentang jumlah panen dan harganya, semua lebih efisien.

 

Di Indonesia, tarif mobile dulu paling mahal sekarang mungkin menjadi yang paling murah di dunia. Beberapa negara maju, seperti Jepang, melakukan kontrol peralatan, seperti headset dan untuk network, sangat ketat dan berdampak terhadap kualitas, sehingga tidak bisa menurunkan harga. ARPU [average revenue per user] di Indonesia berkisar US$3,5 sampai US$3,7 per orang, sementara di Jepang mencapai US$50.

 

Bagaimana prospek bisnis telekomunikasi?

 

Selanjutnya adalah mobility data akan jadi tren sekaligus kebutuhan. Pada 5 tahun lalu kita hanya memakai email kantor berbeda dengan sekarang yang juga ada akun pribadi. Segalanya di email, seperti foto dan segala macamnya. Dulu data itu hanya melalui SMS, ada MMS tapi tidak jalan.

 

Ke depannya pelanggan menuntut kecepatan data. Sejarahnya adalah dari 2G, 3G, dan 4G. Kalau sudah naik, susah turun. Contohnya, biasanya kirim message 0,5 detik, ketika menjadi 5 detik, kita akan bertanya-tanya. Wah payah ini network-nya. Ekspektasi pelanggan sudah sangat tinggi.

 

Dengan pertumbuhan itu, dunia seperti apa nantinya?

 

Sekarang saja dunia sudah terkoneksi. Misalnya kita sedang di Bangkok, ingin membelikan oleh-oleh tinggal kirim foto apakah cocok atau tidak. Kalau dulu harus tulis detail pesanannya. Internet TV juga akan semakin besar, di AS sudah mulai. Saat ini juga sudah ada video conference dengan proyeksi 3D. Video streaming merupakan tantangan di Indonesia. Sekarang masih sulit karena konten belum ada. Itu merupakan tantangan.

 

Kalau menurut saya, internet TV bisa maju di Indonesia. Generasi muda di Indonesia sangat paham teknologi, bisa dilihat dari penggunaan Facebook yang menunjukkan kita nomor 3 [pengguna terbesar] mengalahkan Inggris, begitu juga dengan penggunaan Twitter. Saya tidak bicara produktif atau tidaknya. Blackberry Messenger di Indonesia juga meledak. Di markas Blackberry di Kanada, ada laporan sendiri mengenai BBM versi 5 di Indonesia. Di bilang BBM 5 sudah took off di Indonesia.

 

Positioning apa yang ditempuh oleh Indosat?

 

Indosat berulang kali mengalami transformasi, dan sedang merealisasikan menjadi operator pilihan semua kebutuhan informasi dan komunikasi. Tidak bilang terbesar, termahal, termurah, kami memberi value agar pelanggan senang dan puas.

 

Bagaimana kondisi perusahaan dan pasang surutnya?

 

Dilihat dari laporan keuangan 2010 kita mengalami perbaikan di operasional. Pendapatan seluler tumbuh 12,2%, total revenue hampir 6%, kemudian EBITDA margin dengan pendapatan  Rp2 triliun bisa naik 2%. Itu hasil kerja keras. Jadi kondisi Indosat sudah mulai lari-lari kecil. Begitu fit, akan lari lebih kencang lagi. Sudah pemanasan, siap melaju lebih cepat lagi.

 

Pernah mengambil keputusan yang sulit dan berat di Indosat?

 

Sulit secara teknis ada. Misalnya menentukan strategi. Yang terbesar ketika saya memasuki Indosat pada Agustus 2009 dengan kondisi kurang baik, masa transisi. Contohnya adalah angka subscriber pada Agustus 2009 hanya 28,4 juta atau yang terendah. Kemudian akhir 2009 jadi 33 juta. Pada akhir 2010 jadi 44 juta. Yang terberat membalik angka subscriber ini . Lalu tahun lalu juga berhasil membalik free cash flow jadi positif.

 

Saat masuk Indosat, apa yang Anda lihat?

 

Saat itu saya melihat ada arah bisnis komersial yang kurang tepat. Kami pun kemudian lebih mendekat ke good corporate governance. Juga melakukan optimalisasi. Melakukan cara pembelian alat yang lebih strategis seperti rasionalisasi jumlah vendor dari delapan atau sembilan merek ke tiga  merek. Pembelian langsung ke prinsipal tidak melalui agen, karena bisa mengurangi biaya. Kalau vendor lebih sedikit kita bisa negosiasi harga, atau dapat diskon lebih baik.

 

Selain itu memilih keputusan kalau Indosat mengambil pelanggan yang lebih berkualitas. Di Indonesia ada fenomena calling card. Contohnya, Indosat menjual starter pack di bawah harga dasar, dengan free sms dan free minute. Sehingga orang beli tapi ketika sudah habis gratisnya, nomor dibuang, karena membeli perdana lebih murah daripada voucher. Jadinya rugi. Itu yang kami setop.

 

Jadi harus rela subscriber mulai turun, bukan keputusan yang gampang karena seolah-olah kita menukik. Ke depannya bertahap kita meningkatkan value dari paket Mentari, Matrix, dan sebagainya sehingga pelanggan mendapat value.

 

Adakah keputusan yang salah lalu disesali kemudian hari?

 

Ada, tapi sebagai leader kita harus berani ambil keputusan. Lebih baik mengambil keputusan salah daripada tidak mengambil keputusan. Yang saya sesalkan mungkin saya tidak bisa cepat mengambil keputusan karena terlalu banyak pertimbangan. Saya tidak bisa sebut spesifik, kadang berpikir kalau begitu saya ambil keputusan cepat. Lalu yang terberat adalah mengambil keputusan tidak populer.

 

Di Indosat banyak engineer, mereka suka merek tertentu. Tapi pertimbangan engineer lebih ke masalah teknis dari merek tertentu. Kalau saya, lihat abc kondisi keuangan vendor gimana, financing gimana, mana vendor yang lebih membantu, harga paling murah. Kuncinya adalah komunikasi. Kalau mengambil keputusan tidak populer harus menjelaskan segalanya dengan berbagai konsekuensi.

Indosat dibangun oleh engineer yang kuat. Engineer Indosat dalam menganalisa sudah hebat, dan lebih hebat lagi kalau ada ilmu keuangan. Lalu, kami memberikan training khusus semua dari atas sampai bawah kita beri training keuangan. Sekaerang lebih tajam, kalau dulu saat margin tinggi, beli alat mahal tidak masalah. Sekarang teman-teman lebih financial aware. Sekarang semuanya lebih aware, apa yang dikeluarkan harus menghasilkan.

 

Yang berat mungkin meyakinkan pemegang saham nengenai tranformasi yang terbaik bagi Indosat. Q-tel punya visi 2020 dan Indosat dinilai strategis, mereka ingin saya meng-improve Indosat dengan sangat baik. Kita sudah punya target finansial dalam 5 tahun ke depan. Target pertumbuhan EBITDA, revenue, itu ada. Menjadi sesuatu yang sifatnya internal dan mereka ingin sekali membuat perusahaan terkemuka. Indosat sangat penting bagi Q-tel.

 

Apakah ada perubahan model bisnis di Indosat?

 

Sekarang kita transformasi. 1,5 sampai 2 tahun mungkin komposisi bisnis Indosat bergeser. Data akan  lebih banyak. Contoh pada 1986 mulai ada dua buah ATM di Plaza Indonesia tetapi 9 tahun baru take off.

 

Barangkali ada resistensi perbedaan pendapat terkait keputusan?

 

Perbedaan pendapat pasti ada tapi yang penting komunikasi. Kita terbuka, mengomunikasikan dengan baik. Kita respect sama orang, dalam apapun keputusan  kita. Jadi, apa pun keputusan, orang bisa terima. Boleh setuju atau tidak, tetapi begitu keluar harus sependapat. Berbeda pendapat itu justru bagus untuk mempertajam [memperbaiki hasil]. Yang penting perlu ada recognize jika ada problem. Selalu harus punya rencana A dan B. Kasarnya kita kalau bisa berpikir dua hingga tiga langkah ke depan.

 

Bagaimana memotivasi karyawan?

 

Orang diberi kepercayaan, itu penting sekali. Selain diberi tantangan harus ada reward juga. Misi saya di Indosat adalah performance culture oriented. Sama seperti di Bank Mandiri dan Garuda Indonesia.

 

Situasi krisis seperti apa yang mungkin dihadapi di perusahaan telekomunikasi dan apa yang menjadi jalan keluar? Bagaimana menanganinya?

 

Operasional lini bisnis. Tahun lalu kita menghadapi keterlambatan menjelang Lebaran dari vendor besar di Eropa. Lebaran itu momen besar. Krisis seperti itu di luar kontrol kita, karena vendor mengalami masalah supply chain karena di dunia kekurangan semi konduktor sehingga rebutan dengan indsutri lain.

 

Saat krisis, dari 30 panbrik tinggal menjadi 15 pabrik dan tiba-tiba berkembang lagi. Krisis itu diatasi dengan rencana lain. Selain itu dari lingkungan bisnis, saat kompetisi harga. Bukan krisis tapi menjadi tantangan yang berat terlebih tidak rasional, seperti terjadi banting-bantingan harga. Itu yang juga asing sering tanyakan, karena sangat mengkhawatirkan.

 

Terkait dengan motivasi, Anda bisa disebut akomodatif?

 

Saya tidak berani menilai diri sendiri. Tapi saya berusaha akomodatif, kita harus mendengar masukan dulu tapi mengambil keputusan itu harus menjadi tanggung jawab pemimpin. Kita lihat aspirasi, lalu ambil keputusan. Jangan khawatir, tanggung jawab ada di saya.

 

Apakah juga mempersiapkan suksesi kepemimpinan?

 

Salah satu tujuan saya adalah bagaimana membuat kader-kader di Indosat. Buat saya ukuran berhasil adalah saya set up sistem yang paling tepat sampai bisa berjalan autopilot. Itu baru berhasil. Berarti saya khatam. Sudah ada yang melanjutkan. Tapi kalau masih saya, keputusan harus saya, itu belum berhasil.

 

Saya sedang mau mengubah. Supaya teman-teman lebih percaya diri. Yang bagus adalah berubah dari kucing yang manis menjadi cheetah seperti yang dibilang Rhenald Kasali. Kucing manis itu giat dan patuh tapi kurang bisa bergerak sendiri. Teman-teman di Indosat sudah bisa bergerak ke arah sendiri, dengan diberi guidance dan tools.

 

Caranya bagaimana mempersiapkan penerus?

 

Perusahaan memang depend on people, tapi orang kan tidak bisa tidak diganti termasuk saya. Punya talent, human resources harus baik. Mempersiapkan orang secara sistem. Bakat bagus tapi tidak cukup, harus dikembangkan. Management skill penting dan pemimpin bekerja dengan tim.

 

Apa yang akan Anda lakukan setelah pensiun?

 

Saya termasuk orang yang suka bekerja, workaholic. Tidak pernah berhenti. Kalau pensiun mungkin akan melakukan passion saya, belum bisa jawab persisnya. Yang jelas, kalau saya diberi amanah saya kerjakan sebaik mungkin. Kita kadang punya target, tapi tidak harus begini harus begitu, lebih mengalir. Tapi begitu dapat amanah harus dikerjakan sebaik mungkin. Passion saya di management. Mungkin merapikan sesuatu, diberesin.

 

Bagaimana mengatur urusan keluarga dengan pekerjaan?

 

Komunikasi tetap. Waktu tidak fix, mesti fleksibel. Harus bisa bagi waktu. Kalau makan malam jam 7 teng sudah tidak bisa. Harus quality time. Komunikasi yang paling penting.

 

Apakah dari kecil punya cita-cita terjun di dunia bisnis, atau yang lainnya?

 

Orang tua saya pegawai negeri, ayah PNS. Waktu kecil saya berpikir akan menjadi PNS juga. Mungkin zaman dulu orang tua saya tidak terbuka mengatakan pilihan hidup ini itu. Beliau membebaskan menjadi apa saja. Pekerjaan pertama saya juga PNS di Departemen Pekerjaan Umum sebagai analis, di Bandung.

 

Saya itu saat SMA, tes bakat hasilnya manjemen. Tapi zaman sekolah belum ada, Selain itu konotasi manajeman adalah akuntansi. Cita-cita mengalir saja. Setelah satu setengah tahun kerja di engineering, ternyata saya akhirnya lari ke manajeman. Di situ saya baru merasakan passion. Dari nol mencapai pangkat tertinggi. Dulu di Citibank juga dari bawah management trainee pada 1988.

 

Anak-anak didorong menjadi seperti Anda?

 

Saya kepada anak-anak saya beri wawasan seluas mungkin, saya mendorong mereka untuk berani coba sehingga ketahuan passion di mana. Belum tahu apa mereka ikuti saya. Kalau anak-anak tanya mengenai sesuatu, akan saya beritahu. Keputusan begini konsekuensinya begini. Kerja dengan orang begini, entrepreneur begini.

 

Apa keinginan yang belum tercapai?

 

Membuat Indosat sesuai dengan misi dan visi. Membuat Indosat berhasil. Sesudah itu apa yang terjadi, terjadi saja.

 

Apa yang dilakukan Indosat dalam 1-3 tahun ke depan? Aksi korporasi apa?

 

Banyak sekali yang bisa dilakukan Indosat, ada hal yang bisa share dan tidak. Grand strategy sebetulnya ktia men-delivered misi kita. Strategi internal kita punya motto cepat yang fokus pada pelanggan, ekspansi jaringan, dan profitable, utilisasi asset dan teknologi, dan eksekusi secara cepat.

 

Siapa idola Anda?

 

Orang yang saya kagumi Jack Welch dari General Electrics. Benar-benar legendaris. Belum tergantikan. Saya ada buku yang ditandatangani oleh beliau sendiri. Lepas dari personality, saya kagum bagaimana cara dia memimpin perusahaan, bagaimana dia membangun dan memimpin perusahaan sehingga berhasil.

 

Kalau dalam kondisi perusahaan butuh modal apa yang dipilih?

 

Pilihan yang paling menguntungkan Indosat. Direct financing sangat ekonomis dan murah, seperti kredit sindikasi dengan bank besar. Tingkat suku bunga yang ditawarkan sangat menarik.

 

Bagaimana proses bergabung ke Indosat?

 

Saya didekati oleh head hunter. Kemudian ketemu shareholders untuk mengerti aspirasi mereka. Saya tertarik karena ini industri yang sedang berkembang. Saya rasa tantangan yang besar, dan perusahaan  dengan sesuatu yang bisa diperbaiki. Mandatnya memperbaiki, jadi saya pikir asyik.

 

*Untuk membaca berita lainnya, silahkan kunjungi http://epaper.bisnis.com atau klik epaper Bisnis Indonesia jika Anda ingin berlangganan koran Bisnis Indonesia edisi digital.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : News Editor
Editor : Sitta Husein
Sumber : Raydion Subiantoro, M. Munir Haikal, & Chamdan Purwoko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper