Bisnis.com, JAKARTA - “Kalau kita mau melakukan perjalanan sejauh seribu mil, kita tetap memulainya dengan satu langkah pertama.” Prinsip inilah yang dipegang oleh Herri Setiawan, dalam membangun bisnis propertinya.
Herri mengisahkan cita-cita besarnya di bisnis properti adalah menjadi pengembang yang cukup dikenal dan dipercaya masyarakat. Namun, dia menyadari jalan untuk mewujudkan cita-cita tersebut masih panjang dan perlu perjuangan keras, terutama karena dia tidak punya modal besar.
Bidang properti dipilih Herri karena menjanjikan penghasilan yang cukup masif, tentu saja didukung dengan partisipasi kerja yang juga aktif. Selain itu, ke depannya sektor ini juga berpotensi memberikan pendapatan pasif. Sebelumnya, Herri bekerja pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang event organizer. Kebetulan, klien yang sering diservis oleh tempatnya bekerja banyak yang berasal dari perusahaan-perusahaan properti.
Dari sana, Herri mulai sedikit mengenal seluk beluk industri yang melibatkan banyak sektor ini, sekaligus memperluas relasinya. Setelah itu, dia juga pernah bekerja sebagai manager marketing di sebuah perusahaan pengembang. “Di situ saya belajar bagaimana cara berhubungan dengan kontraktor, arsitek, memasarkan, hingga mengurus masalah pertanahan,” katanya.
Pada akhirnya, dia berhenti dari pekerjaannya dan beralih profesi menjadi makelar (broker) properti yang berkonsentrasi di daerah Depok, Jawa Barat. “Waktu itu saya cuma berbekal relasi dan kartu nama pribadi, menawarkan hunian sekitar Depok yang dijual,” ujar pria berusia sekitar 40 tahun itu. Diapun kemudian merasa perlu memiliki sebuah merek dan sistem sebagai penunjang upayanya, dan pilihannya jatuh pada Tren Property.
Tidak hanya itu, beberapa temannya juga tertarik menjadi broker properti di bawah brand tersebut. Sistemnya yang dijalankan berdasarkan komisi, sehingga Herri tidak perlu menggaji mereka secara tetap. Tenaga tetapnya pun hanya 3 orang.
Setelah Tren Property berjalan lancar dan stabil, Herri menyerahkan pengelolaannya kepada beberapa koleganya. Pada 2008, dia mulai terjun sebagai developer dengan bendera PT Semesta Land.
KECUKUPAN MODAL
Sadar bahwa dia tidak memiliki modal yang cukup besar untuk mengakuisisi lahan, Herri mencari alternatif lain, yakni bekerja sama dengan pemilik lahan. Setelah berkeliling Depok, dia menemukan sebuah proyek yang terbengkalai di daerah Tirtajaya, Depok Selatan.
Setelah menemukan proyek di lahan seluas 900 m2 itu, Herri mencari si pemilik lahan dan menawarkan perjanjian kerja sama. Setelah negosiasi, si pemilik mengizinkan dia untuk mengakuisisi proyek itu dengan cicilan bertahap dan waktu jatuh tempo yang cukup panjang.
Akuisisi lahan selesai, Herri lalu membuat konsep klaster mini yang terdiri dari delapan unit rumah tipe 42-45 di lahan tersebut dan menamainya The Cluster. Waktu itu, modal yang dia miliki hanya Rp25 juta dan digunakan untuk cicilan akuisisi dan biaya memoles proyek itu.
Nilai lahan itu sebenarnya berkisar Rp400 juta, tetapi karena sistem akuisisinya melalui cicilan, Herri masih sanggup memenuhinya. Harga jual yang dia tawarkan ketika itu dibuka pada kisaran mulai dari Rp200 juta-Rp250 juta per unit.
Dengan demikian, omzet untuk proyek tersebut sekitar Rp1,5 miliar, karena Herri menyimpan satu unit untuk dirinya sendiri. Kontraktor, arsitek, dan lain sebagainya dia ajak bekerja sama untuk memenuhi target The Cluster.
“Berbekal jaringan yang saya dapat waktu di Trend Property, saya memasarkan cluster ini. Modal utamanya sih, kepercayaan klien, sebab jika akad KPR [Kredit Pemilikan Rumah] mereka disetujui bank, baru saya bisa membangun unit rumahnya,” jelas Herri.
Dia menyadari bahwa bisnis ini sangat mengandalkan kepercayaan dari para customer-nya, maka dari itu dia mengizinkan mereka untuk melakukan supervisi sejak awal pembangunan. Dia juga memastikan sertifi kat unit hunian yang dia jual adalah SHM [Sertifikat Hak Milik], bukan sekadar SHGB [Sertifi kat Hak Guna Bangunan].
Selain itu, untuk memudahkan para pembeli, pihaknya juga membantu mereka mengurus pengajuan KPR, termasuk memberikan fasilitas cicilan uang muka. Pembangunan The Cluster secara aktif dimulai pada pertengahan 2009, dan membutuhkan waktu sekitar setahun untuk habis terjual.
Kini, Semesta Land tercatat telah memiliki tiga proyek, yang semuanya berada di wilayah Depok yakni The Cluster, The Green Jatimulya, dan terakhir Margo Townhouse di area Margonda. The Green Jatimulya merupakan area perumahan kelas menengah ke bawah dengan tipe 36, sedangkan Margo Townhouse menyasar segmen menengah atas dengan tipe 72.
Total omzet perusahaan yang berkantor di Prima Center Room Depok itu sekarang kurang lebih Rp21,9 miliar, dengan sumbangan terbesar dari proyek Margo Townhouse yang dibanderol Rp900 juta per unit.