Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trasty Batik: Naneth Sulap Batik Lawasan Jadi Tas Trendi

Seiring meningkatnya popularitas batik, bisnis kain tradisional kini menjadi salah satu produk yang diminati masyarakat, termasuk batik lawasan yang terkesan usang.

Bisnis.com, JAKARTA -- Tak dipungkiri  lagi, kain batik merupakan harta karun yang dimiliki bangsa Indonesia. Bahkan, salah satu lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO, mengakui batik Indonesia sebagai salah satu warisan budaya dunia.

Seiring meningkatnya popularitas batik, bisnis kain tradisional kini menjadi salah satu produk yang diminati masyarakat, termasuk batik lawasan yang terkesan usang.

Ada ribuan motif dan jenis batik yang tersebar di berbagai daerah di Nusantara. Mulai dari batik tulis, batik cap, hingga yang terakhir batik cetak (printing).

Selain ketiga jenis kain batik produksi baru tersebut, ada juga kain batik bekas atau yang dikenal dengan sebutan batik lawasan.

Sesuai namanya, batik lawasan merupakan kain bekas yang dipakai oleh para simbah jaman dulu. Lantaran sudah jarang dipakai dan usang, para orang tua ini menjual koleksi batik mereka ke pedagang. Meski barang bekas dan warnanya memudar, semua produk lawas ini masuk kategori batik tulis bermotif klasik.

Karena sudah berumur belasan bahkan puluhan tahun, kain lawasan memilih serat yang cenderung rapuh. Bahkan, ada juga kain yang sudah robek atau bolong.

Namun demikian, hal ini tak menyusutkan minat pelaku usaha untuk memproduksi barang menggunakan batik lawasan. Berbekal kreativitas, mereka mengubah kain kuno tersebut menjadi tas, sepatu, sandal, dompet, dan baju.

Naneth Adiekopriyono adalah salah satu pelaku usaha yang sukses mendaur ulang batik lawasan. Perempuan asal Semarang, Jawa Tengah ini merintis bisnis beraneka produk fesyen batik lawasan yang bernama Trasty Batik.

Dia mengaku ketertarikannya akan batik lawasan bermula dari warisan selendang lawasan milik sang nenek.

“Kombinasi warna dan motifnya unik. Berbeda dengan motif batik yang ada saat ini,” ujar perempuan yang akrab disapa Naneth ini.

Lembaran-lembaran kain ini dia dapatkan dari Yogyakarta, Solo, dan Lasem.

Motif yang unik dan terbilang klasik memang andalan dari desain batik lawasan.

Kendati demikian, karena sering dipakai, tak jarang Naneth menemukan cacat di permukaan batik.

Beberapa di antaranya, noda, warna kusam, serat rapuh, hingga bolong di kain.

Ketimbang sekadar menjual kain batik, dia menambahkan nilai jual dari benda penuh sejarah tersebut.

Caranya adalah dengan memproduksi aneka tas, dompet, dan sepatu berbahan dasar batik lawasan.

Jumlah kain yang terbatas berimbas dengan produksi barang-barang Tristy Batik.

“Kami tidak memproduksi barang dalam jumlah massal. Bisa dibilang produk batik lawasan ini eksklusif karena tidak mungkin sama dengan produk yang ada di pasaran.”

Soal strategi pemasaran, perempuan yang berprofesi sebagai dosen ini sejak awal menggunakan internet untuk mempromosikan produk-produknya yaitu situs www.trastybatik.com.

Cara ini terbukti ampuh. Naneth mengaku, sejak 2010 hingga kini respon konsumen akan produk Trasty Batik sangat bagus.

Dia membidik konsumen remaja dan ibu-ibu yang berasal dari golongan menengah. Produk batik lawasan tersebut dibanderol mulai dari Rp100.000 - Rp800.000 per buah. “Harga tergantung jenis batik dan material pendukung yang digunakan.”

Menurut Naneth, membuat suatu produk dengan bahan dasar dari batik lawasan tidak sekadar menempelkan kain, tetapi harus pintar dalam memotong pola sehingga motif batik menjadi indah saat teraplikasi menjadi bentuk tas.

Bukan itu saja, dia juga mengingatkan kepada para pekerjanya untuk memotong dan menempelkan batik dengan hati-hati. Jika lengah sedikit saja, kain tua tersebut bisa robek atau bolong. “Kain batik lawasan ini tidak ada gantinya. Oleh karena itu, produksinya harus dilakukan dengan saksama,” kata Naneth.

Bisnis kreasi batik lawasan Trasty Batik terus berkembang. Jika dulu dia hanya bisa memproduksi sedikit produk, kini Naneth mampu menghasilkan 150—200 produk tas, sepatu, dan dompet dari kain batik lawasan.

Naneth juga optimistis dengan perkembangan bisnis batik, khususnya kain lawasan. Menurut dia, hal ini ditandai dengan berkembangnya usaha kecil menengah (UKM) yang ada di Indonesia. “UKM batik sekarang banyak dan kreatif. Oleh karena itu, untuk bertahan di bisnis ini kami tak boleh lengah dan harus terus memberikan inovasi produk bagi konsumen.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper