Bisnis.com, JAKARTA - Keunggulan hiasan bordir ada pada keunikan motif dan kerapihan sulaman. Tak heran, pelaku usaha sangat memperhatikan detail kala memproduksi.
Trias, pemilik Green Craft and Design, mengaku proses pembuatan hiasan bordir terbilang rumit. Tak heran, dia mempekerjakan tenaga ahli dari daerah yang terkenal sebagai sentra bordir, yaitu Tasikmalaya.
“Selain detail, proses pembuatan bordir juga sangat memakan waktu. Oleh karena itu, saya membuat rumah produksi di Tasikmalaya supaya karyawan bisa bekerja secara leluasa,” ujarnya.
Trias tidak menggunakan mesin bordir modern yang dijalankan dengan komputer. Dia justru mempertahankan seni hias bordir manual menggunakan mesin kecil. Meski lebih rumit, dia merasa puas karena hasil jadinya lebih bagus dengan detail nan menawan.
Untuk memasarkan produk Green Craft dan Design, dia menggunakan beberapa strategi. Salah satunya adalah mengikuti berbagai pameran, baik di dalam maupun luar negeri. “Pameran itu ajang promosi paling efektif karena konsumen bisa melihat langsung produk kita. Selain mengikuti pameran di dalam negeri, saya juga sering bertandang ke luar negeri, misalnya Kuwait, Jepang, dan Belgia. Warga negara asing sangat menghargai kreasi ini karena masih handmade.”
Seiring dengan berjalannya waktu, bisnis Trias kian menanjak. Hal ini terlihat dari terus bertambahnya kapasitas produksi dan desain produk. Jika dulu dia hanya mampu membuat ratusan produk setiap bulan, kini dia mampu membuat 1.5000—Rp16.000 buah produk setiap bulan.
Berbeda dengan Trias, Endang mengusung bordir aplikasi pada produknya. Dia mengaku tipe hiasan ini memiliki tingkat kerumitan yang tinggi lantaran ada beberapa tahap yang harus dilakukan. Pada mulanya, Endang menggambar desain aplikasi yang diinginkan lalu mengguntingnya.
Setelah guntingan desain ditempelkan di atas kain, dia membordir pinggiran aplikasi menggunakan mesin jahit kecil yang disebut mesin juki. Jika sudah selesai, hasil bordir aplikasi disetrika supaya rata dan tak menggembung.
“Proses pembuatan bordir aplikasi ini membutuhkan ketelitian tinggi. Tak heran, waktu pengerjaannya lebih lama ketimbang bordir biasa. Namun demikian, saya tetap mempertahankannya karena banyak konsumen puas dengan hasilnya,” kata Endang.
Endang mempromosikan produknya melalui berbagai cara. Di awal produksi, dia menawarkan kreasi produk bordir aplikasi dari mulut ke mulut (word of mouth). Strategi ini ternyata ampuh menjaring konsumen. Selain itu, dia juga gencar mengikuti berbagai pameran kerajinan di berbagai kota di Indonesia.
Seiring dengan berjalannya waktu, bisnis End’s Embroidery terus meningkat. Hal ini terlihat dari terus bertambahnya jumlah konsumen yang memesan. “Pesanan paling tinggi menjelang Lebaran. Saya mendapat setidaknya 50 pesanan dalam satu bulan. Rata-rata konsumen memesan satu set barang untuk keperluan hari raya,” ujar Endang yang kini dibantu 15 orang karyawan ini.
Melihat pesatnya pertumbuhan usaha Trias dan Endang, peluang bisnis aneka kreasi seni hias bordir ternyata cukup menguntungkan. Meski harganya mahal, banyak konsumen kepincut untuk membeli lantaran tampilannya yang elegan dan cantik. Tak heran, pelaku usaha dituntut untuk terus berkreasi dan berinovasi.
“Seni hias bordir sebenarnya bukan barang baru. Namun, kami harus bisa menghasilkan desain bordir cantik dan aneka produk fungsional. Pelaku usaha harus mempertahankan kualitas jika tak ingin kehilangan pelanggan,” kata Trias.
Meski demikian, Endang tak menampik ada kendala yang dia hadapi, yaitu soal sumber daya manusia. “Karena dituntut detail dan rapi, kesulitan utama ada di tenaga kerja yang ahli membordir. Orang yang mahir menjahit belum tentu jago membordir. Oleh karena itu, saya masih mencari karyawan untuk meningkatkan kapasitas produksi,” tutur Endang.