Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia terkenal dengan kesuburan tanahnya. Berbagai macam tanaman bisa tumbuh subur di tanah Khatulistiwa ini. Salah satu jenis tanaman yang banyak ditemukan dan memilki banyak manfaat adalah garut.
Tanaman yang memiliki nama latin Maranta arundinacea ini adalah tumbuhan penghasil umbi yang dapat dimakan. Garut, ararut atau irut kerap ditanam di pekarangan atau kebun di pedasaan, sebagai tanaman pengganti lahan hutan jati atau cadangan pangan pada musim paceklik.
Meskipun bukan bahan makanan pokok, garut merupakan sumber karbohidrat alternatif untuk menggantikan tepung terigu. Garut relatif aman untuk dikonsumsi manusia dan bebas gluten.
Garut yang diolah menjadi tepung biasanya dipilih sebagai bahan tambahan dalam makanan bayi dan susu formula, karena sifat karbohidratnya yang mudah dicerna. Tepung ini juga digunakan sebagai pengenal berbagai macam makanan.
Karena manfaatnya yang sangat kaya dan sehat untuk dikonsumsi, garut mulai diburu banyak orang. Produk olahannya pun memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini tentunya memberikan keuntungan bagi pelaku usaha yang cermat melihat peluang.
Selain dikonsumsi secara langsung, garut juga sudah dikembangkan dan diolah menjadi produk-produk yang inovatif. Emping garut menjadi salah satu produk olahan paling populer dari umbi garut. Selain karena mudah diproduksi, emping garut juga banyak disukai karena menjadi produk substitusi emping melinjo.
“Emping garut banyak dipilih oleh orang-orang yang sudah tua atau bermasalah dengan asam urat, sehingga tidak bisa mengonsumsi emping melinjo,” papar Agus Rustiyarto, produsen Emping Garut Fadillah dari Sragen.
Agus mengatakan emping garut banyak diproduksi oleh para perajin di kawasan Gesi, Sragen sejak Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen mengembangkan embrio pengelohan garut pada 2002.
Saat itu, pemerintah daerah mengalokasikan dana sekitar Rp450 juta untuk pembudidayaan tanaman garut hingga pengadaan peralatan produksi untuk emping dan pati garut bagi masyarakat.
Prospek Bagus
Melihat dukungan dari pemerintah daerah tersebut, pria yang merupakan pegawai negeri di Dinas Kehutanan dan Perkembunan Kabupaten Sragen itu pun melihat prospek yang bagus dari pengolahan umbi garut dan mulai membentuk kelompok tani.
Agus memaparkan, musim panen umbi garut biasanya pada awal musim kemarau atau sekitar Juli hingga Oktober tiap tahunnya. Sementara itu, dalam sekali musim, para petani bisa memanen hingga 20 ton umbi garut.
Adapun, untuk memproduksi 1 kg emping membutuhkan bahan baku sekitar 3—4 kg umbi garut. “Dulu saya bisa kebagian bahan baku sekitar 3-4 ton dalam semusim, sekarang hanya sekitar 2 ton,” katanya.
Berkurangnya pasokan bahan baku tersebut disebabkan semakin banyaknya perajin yang mengolah umbi garut. Banyak perajin dari luar daerah mengambil bahan baku dari Sragen.
Hal itu menyebabkan cadangan bahan baku tidak bisa mencukupi hingga musim panen selanjutnya, dan terpaksa mengalami vakum produksi hingga datangnya musim panen berikutnya.
“Sekarang saya sudah tidak produksi, karena sudah mulai masuk musim hujan, tetapi sudah ada cadangan emping garut sekitar 1 ton,” katanya.
Emping Garut Fadillah dikemas dengan berbagai ukuran, mulai dari kemasan 100 gr hingga lebih dari 1 kg disesuaikan dengan permintaan konsumen. Emping garut matang dijual dengan harga Rp45.000 per kg, dan Rp30.000 untuk emping mentah.
Sementara itu, untuk dipasok ke berbagai toko oleh-oleh, Agus mengemas emping siap makan dengan ukuran lebih kecil dan dibanderol dengan harga Rp8.000.
Ongkos Produksi
Dia bercerita, untuk membuat 1 kg emping membutuhkan ongkos produksi sekitar Rp22.000-Rp23.000, dengan kata lain dia bisa mendapatkan margin keuntungan sekitar 30%-50% dari harga jual produk.
“Sekarang emping garut sudah menjadi khas oleh-oleh Sragen, orang juga sudah banyak yang mengenal manfaat dari umbi ini. Selama Lebaran tahun ini saya berhasil menjual sekitar 1,2 ton emping,” katanya.
Selain itu, masyarakat pun sudah mulai mengganti hidangan emping melinjo dengan emping garut. Hal itu bisa dilihat dari berbagai kegiatan masyarakat seperti pesta pernikahan yang lebih memilih menyajikan emping garut.
Selain memasok produk ke toko oleh-oleh, Agus juga rajin mengikutkan produknya dalam berbagai pameran yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
“Kalau tidak ikut pameran sendiri, biasanya saya titip produk. Kelompok yang ikut pameran juga biasanya ambil barang di tempat saya untuk dibawa ke luar kota,” katanya.
Agus optimistis bisnis olahan umbi garut ini akan terus berkembang di masa depan, seiring dengan pasar yang semakin meluas dan nilai tambah yang menjanjikan dari usaha rakyat ini.