SALIS APRILIAN: Dari Sense of Crisis Sampai Filosofi Golf

Lili Sunardi & Surya Mahendra
Rabu, 10 Februari 2016 | 21:30 WIB
Salis S. Aprilian, Presiden Direktur PT Badak Natural Gas Liquifaction.
Salis S. Aprilian, Presiden Direktur PT Badak Natural Gas Liquifaction.
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Memimpin perusahaan yang tidak mengenal laba dan rugi atau non-profit company tidak menghilangkan kepedulian Salis S. Aprilian, Presiden Direktur PT Badak Natural Gas Liquifaction, terhadap anjloknya harga minyak dunia.

Salis menganggap semua pihak harus memiliki sense of crisis, agar perusahaan yang dipimpinnya dapat terus berkinerja baik. Untuk mengetahui gagasan-gagasannya, Bisnis mewawancarainya belum lama ini.

Berikut petikannya.

Bagaimana awal mula bergabung ke Badak NGL?

Saya bergabung di Badak NGL untuk menggantikan Rachmad Hardadi yang saat ini menjadi Direktur Pengolahan di PT Pertamina (Persero). Sebelumnya, saya memang banyak di Pertamina dan anak perusahaannya.

Sebelum menjabat sebagai Senior Vice President (SVP) Gas and Power di Direktorat Gas dan Energi Terbarukan Pertamina, saya sempat di Pertamina Hulu Energi.

Kemudian, saya juga sempat memimpin proyek regasifikasi yang mengubah kilang pembuatan LNG di Arun menjadi kilang pengolahan LNG menjadi gas kembali sebelum disalurkan melalui pipa Arun-Belawan.

Latar belakang saya memang banyak di industri hulu migas, mulai dari Pertamina EP, Pertamina EP-Cepu, Pertamina Hulu Energi, dan menjadi SVP Gas and Power di Pertamina, sebelum memimpin proyek regasifikasi, dan akhirnya bergabung di Badak NGL.

Setelah lama bekerja di industri hulu migas, bagaimana perbedaan saat memimpin perusahaan yang bergerak di hilir migas?

Tentu saja perbedaannya ada pada sisi risiko yang dihadapi. Saat di hulu migas, risiko yang kami hadapi adalah risiko bawah tanah yang sama sekali tidak diketahui dan banyak ketidakpastian. Dengan berbagai seismik dan geologis, kami bermain dengan risiko portofolio pada saat mulai mengebor, tidak ada yang tahu apakah berhasil atau tidak.

Perbedaan juga ada pada sisi investasi, di mana industri hulu migas memiliki investasi yang sangat besar. Meski demikian, keuntungan yang didapat juga besar apabila berhasil. Hal itu yang membuat pendapatan Pertamina sekitar 60% sebenarnya dari industri hulu, demikian juga belanjanya yang sebagian besar dihabiskan untuk hulu migas.

Sementara di hilir migas, semuanya kasat mata mulai dari pabrik dan seluruh peralatannya, sehingga ketidakpastiannya sangat minim. Walaupun begitu, keamanan atau safety menjadi hal yang paling utama. Kami sangat peduli dengan safety, karena saat pabrik bermasalah, maka kerugiannya itu sangat besar.

Badak NGL telah puluhan tahun beroperasi, apa tantangan utama Anda saat awal memimpin perusahaan?

Badak NGL memang sudah terkenal sebagai perusahaan pengolahan LNG yang sangat bagus, baik dari sisi safety, reability, dan cost. Tentu tantangan terbesar saya adalah bagaimana mempertahankan itu semua, dan bahkan kalau bisa meningkatkannya.

Di bidang lingkungan, misalnya, Badak NGL selalu mendapatkan Proper Emas. Tentu ini jangan sampai turun, kemudian perusahaan memperoleh Level 8 dalam ISRS8 atau International Sustainablity Rating System Version 8 dari DNV-Norway. ISRS8 ini sudah lima kali kami peroleh, sehingga harus dipertahankan.

Persoalan lingkungan dan safety memang betul-betul harus dijaga dengan penuh konsentrasi dan komitmen, karena saya harus menjaga agar tidak ada kecelakaan kerja. Sudah hampir 78 juta jam kerja kami zero accident. Jadi sudah sejak 2006 tidak ada kecelakaan kerja, dan saya harus pertahankan itu.

Badak NGL sendiri merupakan satu-satunya perusahaan dari industri migas yang memperoleh ISRS8, dan di atas kami adalah perusahaan nuklir yang memang membutuhkan keamanan tingkat tinggi.

Tantangan selanjutnya adalah saya harus menjaga keharmonisan tim dan seluruh karyawan Badak NGL, karena sebagian besar pekerja di sana sudah sangat lama. Bahkan, ada yang sejak fresh graduate hingga pensiun kerja di sana. Hal ini berbeda dengan di sektor hulu yang kerap berpindah-pindah sesuai kebutuhan.

Nama besar Badak NGL juga harus terus dipertahankan, karena saat ini sudah menjadi  center of excelent dari pemrosesan LNG di seluruh dunia. Negara-negara seperti Angola, Norwegia, Mozambik, dan Amerika Serikat belajar pengolahan gas menjadi LNG ke Badak NGL.

Banyaknya shale gas yang ditemukan di Amerika Serikat, membuat negara tersebut berupaya mempelajari bisnis pengolahan, agar dapat mengekspornya ke luar negeri.

Harga minyak dunia terus turun dan hal itu berdampak ke industri hulu migas, Apakah perusahaan juga terkena dampak itu?

Tentu saja. Saya baru saja melakukan kunjungan perdana saya ke plant site sebagai Presiden Direktur Badak NGL pada 2014, dan sesampainya di Jakarta harga minyak terus turun sampai saat ini.

Ketika itu, saya berpikir kalau harga minyak dunia terus turun, pemasok gas pasti akan berteriak mengenai cost dan sebagainya. Hal itu saya coba atasi dengan mengeluarkan edaran untuk lebih mengefektifkan biaya, dengan memangkas seluruh biaya yang dapat dipotong.

Beberapa lama kemudian, pemasok gas menanyakan apa yang telah dilakukan Badak NGL untuk menghadapi anjloknya harga minyak dunia, karena mereka juga sudah me-lay off banyak karyawan, perusahaan memang perlu memiliki sense of crisis.

Saya kemudian ceritakan itu semua, dan mendapat apresiasi, karena melakukan hal yang tepat di saat krisis.

Adakah budaya kerja yang ditanamkan di perusahaan?

Kami sebenarnya sudah memiliki nilai yang terus dituangkan ke dalam visi dan misi perusahaan. Kami juga memiliki konsep ‘Sinergy’, yakni safety, health and environment, innovative, professional, integrity and dignity.

Memang ada nilai-nilai yang menjadi pedoman, tetapi yang terpenting bagi saya adalah setiap orang bekerja dengan integritas dan jujur. Artinya, setiap pekerja harus jujur kepada bawahan dan atasannya, seperti saat pelaporan gratifikasi, tidak ada korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat menghilangkan kejujuran dan integritas itu sendiri.

Seperti apa pemimpin yang ideal menurut Anda?

Pemimpin itu adalah panutan atau role model. Sebaik apapun seorang pemimpin dalam berbicara, berorasi dan menyusun konsep, tetapi kalau perbuatannya tidak seperti apa yang diucapkan, maka akan dilupakan oleh anak buahnya.

Role model yang ideal sebagai seorang pemimpin itu memiliki sifat shiddiq, fathonah, amanah, dan tabligh, seperti Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, pemimpin juga harus cerdas dan menguasai apa yang menjadi lingkup kerjanya. Jangan sampai manajer procurement tidak menguasai persoalan pengadaan barang dan jasa, atau manajer SDM tidak memiliki passion dalam mengelola SDM. Itu dapat dilecehkan oleh anak buahnya, makanya ketegasan dan kompetensi itu penting.

Konsep kepemimpinan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman Ki Hajar Dewantara, yakni ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.

Sebagai pemimpin, kita tetap harus dapat menempatkan diri dan sikap, di mana kita harus memimpin saat di depan, memberikan semangat saat di tengah, dan mendorong kesuksesan tim saat di belakang. Misalnya, dalam suatu proyek, saya harus mendorong tim agar maju, karena bagaimanapun yang paling mengerti teknis itu kan anggota tim. Saat menjadi anggota tim pun saya harus memberikan semangat untuk maju bersama, dan saat di depan saya harus memimpin dengan baik.

Apa kegiatan Anda di luar rutinitas keseharian?

Saya bermain golf, tetapi hanya untuk membangun jaringan. Saya pernah menjadi Ketua Petro Golf, sempat menjadi Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (Iatmi), dan saat ini menjadi regional director untuk Society of Petroleum Engineers (SPE) Southern Asia Pacific yang juga membawahi Selandia Baru dan Australia.

Saat tidak melakukan itu semua, saya berkumpul dengan keluarga, karena kebetulan dua anak saya sudah bekerja dan satu masih menyelesaikan kuliahnya. Kami biasanya makan di luar atau masak bersama di luar. Sesekali juga kami bermain musik, dan saya juga banyak menulis untuk mengisi waktu luang.

Apa yang Anda pelajari dari golf?

Golf memiliki filosofi yang sangat dalam, karena itu adalah permainan yang melawan diri sendiri. Kalau olah raga lain seperti tinju, bulutangkis, tenis, voli dan lainnya adalah bagaimana kita bisa mengalahkan lawan, golf justru harus bermain dengan diri sendiri.

Saya tidak bisa mengalahkan lawan dengan memukul sekencang-kencangnya, karena permainan akan kacau kalau kita emosi. Golf harus menggunakan strategi yang tepat untuk mengalahkan lawan.

Kita harus menentukan apakah harus mengambil beberapa langkah untuk memasukkan bola ke lubang, atau mau langsung. Ini tentu sering kita hadapi dalam pekerjaan, saat kita harus memilih hal yang mendesak di antara beberapa hal yang penting.

Permainan golf juga dapat mencerminkan cara bekerja seseorang. Apakah itu emosional atau berani mengambil risiko, karena berani mengambil risiko itu kan beda tipis dengan sembrono.

Pewawancara: Lili Sunardi & Surya Mahendra

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu (10/2/2016)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper