Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lucky Danna Aria, Berkreasi Dengan Jam Tangan Kayu

Jam tangan selain sebagai penunjuk waktu juga memiliki fungsi menunjang penampilan orang yang memakainya. Terlebih apabila jam tangan tersebut memiliki keunikan tersendiri, misalnya, terbuat dari bahan-bahan material tertentu atau dibuat dengan jumlah terbatas.Umumnya jam tangan terbuat dari material kulit, stainless steel, karet, maupun titanium. Namun, ternyata ada juga jam tangan yang terbuat dari material kayu, seperti produksi Lucky Danna Aria dengan merek yang diusungnya bernama Matoa

Bisnis.com, JAKARTA - Jam tangan selain sebagai penunjuk waktu juga memiliki fungsi menunjang penampilan orang yang memakainya. Terlebih apabila jam tangan tersebut memiliki keunikan tersendiri, misalnya, terbuat dari bahan-bahan material tertentu atau dibuat dengan jumlah terbatas.

Umumnya jam tangan terbuat dari material kulit, stainless steel, karet, maupun titanium. Namun, ternyata ada juga jam tangan yang terbuat dari material kayu, seperti produksi Lucky Danna Aria dengan merek yang diusungnya bernama Matoa.

Sebelum memulai menjadi wirausahawan, Lucky merupakan Head of Marketing Communication di salah satu perusahaan kue kering di Kota Bandung. Dengan keberanian yang tinggi, dia meninggalkan zona nyaman dan menjajal kemampuannya di bidang usaha yang sangat baru baginya.

“Saya memulai usaha jam tangan Matoa ini pada awal 2012. Jam tangan kayu ini sebenarnya sama seperti jam tangan lainnya, hanya material yang digunakan adalah kayu. Namun, di sini saya menggabungkan antara product dan culture, sehingga menghasilkan style. Style is important, but having a style which creates culture is much more important,” tuturnya mengawali kisahnya.

Pada waktu itu, Lucky yang berdomisili di Kota Bandung tersebut, memang sudah memakai jam tangan kayu yang dibelinya di Amerika Serikat untuk dipakai sehari-hari. Rasa penasarannya tinggi untuk mengetahui mengenai produksi jam tangan kayu tersebut.

Hingga akhirnya dia mendapatkan informasi bahwa bahan baku yang dipakai pada jam tersebut berasal dari Indonesia. “Lalu saya kepikiran apa tidak ada pengrajin Indonesia yang bisa memproduksinya, padahal bahan bakunya dari dalam negeri sendiri,” tuturnya.

Pada saat itu, usianya masih 25 tahun. Sejak mendapatkan informasi tersebut, dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan dan fokus pada rencana membangun usaha sendiri.

Hal pertama yang dilakukannya setelah mengundurkan diri dari pekerjaan, Lucky langsung melakukan riset untuk mendapatkan teknik dan mempelajari proses produksi. “Risetnya butuh waktu sekitar 1 tahun. Cukup lama, karena saya tidak ada dasar pada ilmu produksi. Latar belakang saya juga cukup minim, saya hanya lulusan sekolah menengah atas, dan pernah kuliah tiga kali, tetapi tidak ada yang lulus,” tuturnya.

Setelah setahun, akhirnya Lucky berhasil menemukan cara produksi yang ternyata memang sangat sulit, tidak hanya bagi dirinya tetapi juga bagi pengrajin kayu yang sudah lama mengenal cara-cara mengolah kayu.

Dengan berbekal pengalaman di pekerjaan sebelumnya, dirinya mencoba menggabungkan ilmu marketing dan produksi pada usahanya tersebut. Dan bermodalkan Rp30 juta, hasil dari tabungan pekerjaan sebelumnya, Lucky nekat memulai usaha jam tangan kayu dengan merek Matoa.

“Saya menggunakan modal untuk start up, tools pendukung seperti website, biaya riset, dan biaya persiapan launching. Karena pada waktu itu saya sadar bahwa produk yang saya buat masih satu-satunya di Indonesia maka saya persiapkan dengan sangat matang,” tuturnya.

PEMILIHAN MEREK
Salah satu persiapannya adalah pemilihan nama Matoa sebagai merek. “Saya pilih Matoa karena sederhana dan mudah diingat. Selain itu, mengingat target pasar saya luar negeri, maka saya ingin brand saya tidak salah ucap oleh orang dari negara manapun. Dan juga jika orang dari negara lain mencari tahu tentang apa arti Matoa, maka yang keluar adalah Indonesia. Karena saya bermimpi punya produk yang Indonesia banget,” paparnya.

Kemudian, lanjutnya, seiringberjalannya waktu dan menyadari belum adanya kompetitor, dirinya pun juga perlu menyiapkan diferensiasi pada produk supaya nanti tidak kalah bersaing dengan kompetitor.

“Pada saat saya mencoba first debut berjualan di Jakarta beberapa waktu silam, dalam waktu 4 hari saja mampu sukses terjual 100 unit Matoa dengan harga jual Rp890.000. Melihat respons ini, saya semakin yakin bahwa ternyata pasarnya memang ada,” tuturnya.

Ternyata, dalam first debut-nya di Jakarta itu, mempertemukan dirinya dengan seorang rekanan bernama Joel Jonathan yang kemudian bersamasama mengembangkan Matoa. Dengan kemampuan marketing dan komunikasi Joel, Matoa pun semakin dikenal.

Matoa sejak awal dibuat memang untuk menyasar segmen anak muda dengan usia 20-35 tahun dengan kelas sosial A, B, B+. Dan saat ini penjualannya masih mengandalkan sistem online, yakni hampir 85% melalui website, Twitter, Instagram, dan sisanya 15% melalui offl ine, seperti pameran, titip jual, dan mulut ke mulut, dengan harga jual Rp890.000 per unit.

Menurutnya, yang menjadikan Matoa mampu diterima pasar dengan baik adalah terletak pada keunikan bahan bakunya. “Saya menggunakan kayu sonokeling dan maple,” ujarnya.

Lucky saat ini sangat bersyukur dengan apa yang dijalaninya, meski belum begitu lama meraih kesuksesan dengan omzet sekitar Rp100 juta-Rp120 juta per bulan. Namun begitu, bukan berarti tidak ada kendala yang pernah dihadapinya selama ini.

Dia mengatakan butuh waktu lama untuk bisa mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan. Selain itu, dalam permodalan pun dia kerap ditolak oleh perbankan karena dianggap belum bankable. “Itu titik terendah saya untuk terus memantapkan diri untuk meneruskan usaha ini,” ujarnya.

Meskipun begitu, Lucky tidak menyerah, hingga akhirnya mendapatkan bantuan pinjaman melalui ‘venture capital’ dari PT. Sarana Jabar Ventura hingga mampu membuatnya berkembang hingga saat ini.

Setelah berkembang, persoalan baru muncul yakni masih minimnya spare part jam tangan yang masuk ke Indonesia karena belum ada industri jam tangan di sini, akibatnya kapasitas produksi yang dihasilkan pun belum terlalu banyak hanya sekitar 100-150 unit per bulan meski permintaan terus bertambah.

Kini, Lucky dan Joel dalam menjalankan bisnisnya, dengan menerapkan prinsip yang memperlakukan ‘brand’ seperti layaknya makhluk hidup. “Saya beri karakter di brand saya. Jadi, keputusan dan rencana perusahaan selalu saya jalankan dengan hati,” ujarnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper