Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gaya boros telemarketing (1)

Jam 8 pagi pada Senin bagi kebanyakan dari kita adalah momen yang menegangkan, mengingat pembukaan minggu selalu dimulai dengan me-review kembali to do list dari pekerjaan yang masih tersisa dari minggu lalu.

Jam 8 pagi pada Senin bagi kebanyakan dari kita adalah momen yang menegangkan, mengingat pembukaan minggu selalu dimulai dengan me-review kembali to do list dari pekerjaan yang masih tersisa dari minggu lalu.

 

Bisa dibayangkan bahwa justru pada jam dan hari seperti inilah saya sering menerima telepon dari orang-orang yang bekerja sebagai telemarketer, menjual produk jasa mulai dari kartu kredit, pinjaman bunga lunak, asuransi, investasi dan lain-lain.

 

Awalnya, saya masih menjelaskan dengan suara datar bahwa ini bukan the best time to call dan menyarankan untuk menelepon di waktu yang lain saja. Tetapi, setelah beberapa kali pada Senin pagi saya menerima telepon serupa, mulailah suara saya meninggi dan langsung protes: “Hari apa ini Mbak? Jam berapa sekarang? Apakah tidak ada supervisor di sana yang bisa memberikan pengarahan bahwa ini adalah waktu yang sangat tidak tepat untuk menghubungi prospek?”

 

Mereka selalu berkilah bahwa mereka hanya menjalankan tugasnya saja. Saya katakan mereka kan bukan robot atau mesin yang pada saat dinyalakan kemudian langsung menelepon tanpa berpikir lagi, apakah penerima telepon ini sedang sibuk atau tidak.

 

Perbedaan kepentingan. Untuk mereka, Senin pagi jam 8 adalah saat mereka mulai bekerja. Dan itulah, mereka langsung saja bekerja tanpa menyaring lagi apakah target yang dihubungi tersebut dalam kondisi siap untuk menerima telepon atau tidak.

 

Orang-orang yang nomor teleponnya terkena random seperti saya inilah yang kemudian menjadi sasarannya. Suasana pada jam 8 pagi pada Senin: sedang berpikir keras dan mulai mengatur segala sesuatunya di kantor, lalu harus menjawab panggilan telepon yang dikira urgen. Ternyata, setelah ngalor ngidul bertanya, isinya seputar promosi brand. Sangat tidak pas.

 

Jika kemudian sikap saya (atau para penerima telepon yang senasib) terhadap brand atau perusahaan tersebut menjadi negatif, ini yang mungkin belum diperhitungkan oleh pemilik brand.

 

Barang kali brand manager atau pengambil kebijakan tidak memasang radar yang cukup seputar cara-cara pelaksanaan telemarketing ini, dan tidak menyadari bahwa kekesalan demi kekesalan prospek punya potensi untuk mempengaruhi sikap terhadap brand mereka.

 

Hal lain yang sering saya alami seputar telemarketing adalah database mereka yang tidak lengkap. Mereka bahkan tidak punya informasi bahwa saya adalah pengguna kartu kredit tersebut dan sudah menggunakan selama bertahun-tahun lamanya. What a waste of time and energy! Pemborosan waktu kita dan juga pemborosan waktu dan energi bagi perusahaan yang telah membayar para penelepon tersebut.

 

Seputar tidak update-nya database, sering mereka menghubungi penghuni lama rumah saya padahal sudah saya katakan bahwa beliau sudah tiga tahun lalu tidak ada di sini lagi. Dan ini terjadi berulang-ulang, hingga saya berkesimpulan bahwa database yang beredar itu memang tidak ‘diremajakan’. Pemborosan tingkat tinggi.

 

Ada kalanya waktu menelepon sudah benar, ke nomor telepon rumah pada siang hari, pada saat kondisi pekerjaan di rumah sudah mulai turun dan saya sudah ‘siap’ menerima telepon.

 

Tetapi yang mengherankan, pada jam tersebut yang ditanyakan adalah apakah bisa berbicara dengan suami saya karena mereka ingin membahas dan menerangkan tentang produk-produk investasi/keuangan, saham-saham dan lain-lain.

 

Saya tanyakan kembali kepada mereka, apakah mereka tidak salah menelepon suami saya pada jam sekian di nomor telepon rumah? Bukankah pada jam tersebut para suami pada umumnya ada di kantor dan tidak santai-santai di rumah?

 

Dalam keadaan salah sasaran tersebut, kemudian mereka mencoba menjual produknya ke saya karena mereka katakan ibu juga boleh, tidak harus bapak.

 

Mulailah pembahasan bertele-tele yang sangat tidak efektif. Jawaban saya sudah bisa ditebak: “Saya tidak tertarik untuk membahas masalah investasi keuangan. Kapan-kapan telepon lagi saja pada saat suami sedang ada di rumah.”

 

*) Amalia E. Maulana adalah Brand Consultant & Ethnographer, Direktur Etnomark Consulting, bisa diakses di www.etnomark.com

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : Amalia E. Maulana

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper