Bisnis.com, JAKARTA - Konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) sebagai energi, baik untuk transportasi hingga pembangkit listrik belum sepenuhnya dikembangkan di Indonesia. Padahal, gas merupakan salah satu alternatif energi dari bahan fosil yang lebih bersih hasil pembakarannya dibandingkan dengan batu bara dan BBM.
Persoalan regulasi dan kesiapan infrastruktur serta permasalahan teknis masih menjadi kendala yang belum bisa diselesaikan oleh pemerintah. Kendala teknis tersebut salah satunya adalah ketersediaan konvertor kit untuk alat transportasi. Namun, Kendala-kendala tersebut bagi Shana Fatina Sukarsono justru menjadi sebuah tantangan tersendiri.
Perkenalan pertama Shana dengan bisnis gas, khususnya compressed natural gas (CNG), dimulai sejak masih duduk di bangku kuliah. Pengalaman ini, yang kemudian membawanya menjadi presiden direktur dari PT Tinamitra Mandiri, dan general manager yang merangkap manajer proyek pelaksana jual beli gas di PT Intermega Sabaku Indonesia. Sejumlah jabatan di tingkat manajer lini atas itu dijabatnya diusianya yang masih terhitung muda, 28 tahun.
Keinginan Shana untuk berbisnis telah terasah sejak menjadi mahasiswa. Saat menunggu waktu di wisuda dari Institute Teknologi Bandung, Shana yang lulus Jurusan Teknik Industri dengan predikat cumlaude ini, ingin berkontribusi secara nyata. “Awalnya dulu berpikir,biar nggak demonstrasi terus, harus melakukan sesuatu nih,” kenangnya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, Shana mendapatkan tawaran dari rekannya untuk mengajukan proyek memanfaatkan gas transportasi yang direncanakan bekerja sama dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) di Bandung.
Awalnya, Shana dan rekannya hanya akan menggunakan gas murni , tetapi berdasarkan pertimbangan dana dan teknologi, berubah mengembangkan bisnis CNG. Shana dan teman-temannya memberanikan diri untuk mendirikan perusahaan bernama Colano Energy. Pemegang sahamnya hanya tiga orang, termasuk Shana, sedangkan ada lima orang lainnya membantu perusahaan tersebut untuk hal-hal teknis.
“Teman-teman yang mengajak saya terlibat dalam pendirian Colano tidak hanya teman kuliah, tapi juga teman nongkrong,” katanya.
Perempuan berambut sebahu ini mengatakan dalam perusahaan tersebut, dia mendapatkan tanggung jawab menangani public relation perusahaan. Sayangnya, sebelum semuanya berjalan stabil, Colano Energy mendapat cobaan berat, yakni beberapa lembaga pemberi saham tidak berkomitmen solid. “Ya sudah, akhirnya bubar,” ujarnya.
Upayanya untuk berkontribusi menciptkan energi yang murah dan ramah lingkungan tidak berhenti meskipun mengalami kegagalan. Berkat kegigihannya, Shana dan kawan-kawannya kembali mendirikan perusahaan bernama PT Tinamitra Mandiri pada Maret 2010.
Dana awal untuk mendirikan perusahaan energi bersumber dari dana pribadi para pendirinya. Perusahaan yang didirikannya ini, memiliki program kerja yang pasti yakni membangun stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dengan CNG di Cirebon, Jawa Barat.
Manajemen Tinamitra memilih Cirebon sebagai lokasi pendirian SPBG dengan alasan dekat dengan pasokan gas, dan kota ini belum memiliki fasilitas gas untuk transportasi. Hal yang lebih besar lagi, dukungan pemerintah daerah untuk proyek ini sangat besar.
Investasi yang dikeluarkan untuk bisnis SPBG ini mencapai US$1,2 juta, dengan pasokan gas dari PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dan PT Pertamina (Persero). SPBG ini didirikan dengan bantuan lahan bekas terminal, milik pemerintah daerah yang direvitalisasi oleh Tinamitra. Shana menyatakan pasokan SPBG ini akan dialokasikan untuk bahan bakar angkutan umum di Cirebon. “Pemerintah meminta kami memanfaatkan bekas Terminal Dukuh Semar yang terbengkalai, ini kesempatan yang sangat baik,” katanya.
Pada tahun ini, SPBG kedua akan dibangun di pusat kota. Terkait pembangunan SPBG kedua ini, Shana dan rekannya harus merogoh kocek lebih dalam yakni US$1,5 juta, karena harus membeli lahan terlebih dahulu.
SPBG kedua ini dialokasikan untuk bahan bakar kendaraan pribadi. Impian Shana untuk menciptakan bahan bakar ramah lingkungan memang hampir tercapai, tetapi terdapat beberapa kendala seperti keterbatasan konverter kit untuk kendaraan umum. Produsen alat penunjang BBG tersebut hanya mau menyediakan untuk taksi saja, padahal jumlah taksi di Cirebon masih sangat sedikit.
Meskipun perusahaan masih terhitung muda, tetapi berbagai prestasi telah diterima seperti E-Idea dari LQRA dengan British Council (2011), dan Make a Difference Award dari Hong Kong Institute of Contemporary Culture (2012). Saat ini, perusahaan tengan melakukan pembangunan pembangkit listrik tenaga gas di Sorong, Papua Barat, dan proyek penyediaan air minum di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur.
Nama | Shana Fatina Sukarsono |
Tanggal lahir | 26 Oktober 1986 |
Pendidikan | Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung (2004-2009) |
Pengalaman Kerja | CEO dan Founder PT Tinamitra Mandiri (2010 – sekarang) |
General Manager dan manajer proyek program gas PT Intermega Sabaku Indonesia (2010 – sekarang) | |
Manajer Pengembangan Bisnis PT Sembilan Matahari (2009 – 2010) | |
Asistent of Special Business Unit Manager Division Indah Water Konsortium SDN Berhad, Malaysia (Juni –Agustus 2005) | |
Prestasi | KAIST Green Business Contest dari KAIST University (2012) |
Make a Difference Award 2012 dari Hong Kong Institute of Contemporary Culture (2012) | |
Arthur Guiness Fund and British Council – Community Entrepreneur Chalenge Wave II (2011) | |
LQRA and British Council – E-Idea Competition (2011) |