Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

WAYANG DAN KEHIDUPAN: Harga Minyak VS Bencana Minyak Tala

Harga minyak dunia terus melorot hingga ke titik terendah dalam sejarah. Selain memicu dampak positif seperti pertumbuhan ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia, energi fosil murah juga berdampak negatif bagi pemanasan global.
Adegan dalam pertunjukan wayang kulit. / Jibifoto.com
Adegan dalam pertunjukan wayang kulit. / Jibifoto.com

Harga minyak dunia terus melorot hingga ke titik terendah dalam sejarah. Selain memicu dampak positif seperti pertumbuhan ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia, energi fosil murah juga berdampak negatif bagi pemanasan global. 

Naiknya pertumbuhan ekonomi juga akan mendorong dibangunnya pabrik-pabrik baru yang menggunakan energi minyak sebagai penggerak produksi. Beralihnya lahan hijau untuk menyediakan lahan industri membuat media penyerap pemanasan global berkurang.

Level aman atmosfer untuk melindungi Bumi dari kenaikan suhu karena kenaikan karbon dioksida adalah pada level 350 ppm (parts per million). Kenaikan suhu Bumi sebanyak dua derajat Celsius saja sudah dapat menimbulkan dampak yang serius.

Kocap kacarita. Adalah raja ular Kala Tatsaka yang menyerbu dan bernafsu menaklukkan Kahyangan. Kesaktiannya luar biasa, tidak terkalahkan oleh satria mana pun. Bahkan para dewa pun tidak mampu menghadapi dan mengenyahkan raja ular itu.

Para dewa lalu menunjuk Pandu Dewanata untuk menyelamatkan Kahyangan. Untuk kepentingan itu, Batara Guru mengoleskan Lisah Tala atau minyak Tala pada sekujur tubuhnya. Tala adalah senjata pamungkas yang bisa melindungi sekaligus memberi kekuatan ekstra bagi Pandu.

Harapan dan kepercayaan dewata itu dibalas Pandu dengan tuntas. Dalam sebuah pertarungan seru dan menegangkan, dia berhasil membunuh Kala Tatsaka.

Kahyangan selamat dari kehancuran, tatanan kehidupan universal bisa tetap terjaga, dan keseimbangan alam tetap bisa dipertahankan untuk kemaslahatan manusia dan mahluk bumi lainnya.

Atas keberhasilan itu, dewata menghadiahkan minyak Tala kepada Pandu Dewanata. Oleh Raja Hastina itu, piyandel itu disimpan rapat-rapat. Ia hanya akan memberikan ajian itu kepada anak keturunannya yang bisa menggunakannya dengan bijak. Bukan untuk gagah-gagahan, apalagi untuk menyebarluaskan ketakutan dan bencana bagi alam dan kemanusiaan.

Menjelang mangkat, Pandu menitipkan Tala kepada kakaknya Adipati Destarastra. Dia berpesan, kelak ketika para Pandawa sudah dewasa, hendaknya Tala diberikan kepada mereka.

Sebagai kakak tertua, Destarastra bertekad menjalankan amanat tersebut. Namun, rupanya Sengkuni mendengar wasiat tersebut. Sengkuni ingin sekali menguasai keampuhan minyak Tala. Maka dia merancang segala cara agar bisa merebut warisan itu.

Sengkuni berencana memberikan Tala kepada keponakannya, para Kurawa agar mereka memiliki kesaktian yang tak tertandingi oleh para Pandawa.

Dengan siasatnya, guci minyak Tala dibawa ke alun-alun Hastina. Dengan rekayasanya, guci minyak itu jatuh dan pecah. Minyak Tala tumpah. Saat itulah Sengkuni dan para Kurawa berguling-guling di lantai supaya sekujur tubuh mereka terolesi Tala. Para Pandawa yang lebih berhak atas warisan itu justru berdiam diri. Hanya melihat dari jauh tingkah polah Kurawa.

Di tangan para Kurawa, Tala tidak memberi kontribusi berarti bagi manusia, alam, dan lingkungan. Sebaliknya, ajian itu justru membuat Kurawa makin congkak dan pongah, merasa dirinya paling hebat sehingga seenaknya berbuat sewenang-wenang kepada sesama manusia dan lingkungan.

Musuh Bersama

Di era Duryudana, kebesaran Hastina sebagai kerajaan yang menjadi acuan dan rujukan kerajaan-kerajaan lain pudar dengan cepat. Dekadensi moral penguasa dan masyarakatnya berjalan seiring dengan degradasi lingkungan. Energi luar biasa besar yang dimiliki, berubah menjadi bencana bagi kemanusiaan dan alam.

Di tangan yang benar, dengan pemanfaatan yang terukur dan mempertimbangkan keseimbangan, lisah atau minyak akan menjadi energi luar biasa yang menghadirkan manfaat dan maslahat. Di tangan yang salah, dengan model pemanfaatan yang tidak terkendali dan sembrono, lisah hanya menghadirkan mafsadat dan mudharat, kerusakan dan kehancuran.

Kerusakan dan degradasi lingkungan saat ini merupakan masalah terbesar umat manusia. Global warming telah memicu berbagai bencana dahsyat yang tidak terbayangkan sebelumnya. Semua tidak lain karena selama beberapa dekade terakhir manusia memanfaatkan minyak secara salah, tanpa kontrol.

Atas dasar itulah, kampanye mengurangi penggunaan energi minyak gencar digaungkan. Negara-negara seluruh dunia bergandengan tangan mengedepankan berbagai inisiatif untuk meredam dan mengurangi pemanasan global. Energi alternatif yang tidak bersumber dari minyak makin digalakkan di berbagai sektor, termasuk industri.

Hal itu bisa segera menjadi perhatian yang menyatukan banyak pimpinan dunia karena dua hal. Pertama, degradasi lingkungan yang sudah demikian parah, dengan berbagai dampak negatif yang makin mengancam kehidupan manusia. Kedua, harga minyak dunia yang makin mahal.  

Turunnya harga minyak dunia hingga ke titik yang begitu rendah saat ini, mencuatkan kekhawatiran concern bersama itu segera luntur. Manusia tidak lagi memiliki common enemy yang menyatukan mereka. Dunia akan kembali menoleh kepada bahan bakar minyak.

Sungguh tak terbayangkan, kerusakan dan kehancuran lingkungan seperti apa lagi yang bakal terjadi. Sumangga.

 

Penulis

Rohmad Hadiwijoyo

Dalang dan CEO RMI Grup

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Setyardi Widodo
Sumber : Bisnis Indonesia Week End edisi 18/1/2015
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper