Bisnis.com, JAKARTA --Jangkauan kontribusi Standar Nasional Indonesia atau SNI mampu menyentuh ranah usaha kecil menengah. Di Tanah Air ada satu contoh sukses tentang peran SNI membuka akses pasar pelaku industri kecil dan menengah.
Kepala BSN Bambang Prasetya memberi contoh bisnis milik Wahyuni yang mengembangkan CV Omocha Toys. Yuni, begitu pengusaha IKM ini disapa, yang mulanya hanya menjual mainan di kaki lima di Bogor, namun sekarang dia sudah punya dua pabrik. Awalnya, sebelum menerapkan standardisasi sulit sekali bagi Yuni untuk masuk ke pasar besar seperti Hypermart, Carrefour, ataupun Gramedia.
Namun, setelah menerapkan standardisasi, justru pasar yang mencari dia. Sekarang Yuni sudah memiliki sekitar 300 outlet. Permintaan dari luar negeri juga mengalir. “Artinya, standardisasi adalah akses ke pasar global. Global-nya kita ya Indonesia dulu,” ujar Bambang.
BSN, di bawah kepemimpinan Bambang, makin gencar menyosialisasikan SNI ke seluruh kalangan masyarakat guna meningkatkan pemahaman dan kesadaran pentingnya standardisasi dalam kehidupan.
BSN, urainya, memiliki berbagai program sosialisasi, mulai dari kompetisi, hingga penempatan media informasi yang ditempatkan di tempat umum.
"Setahun sekali kami mengadakan kompetisi tingkat SMA hingga SMK. Selain itu kami juga memutar video tentang BSN di seluruh kantor pos di Indonesia yang bisa dilihat lebih dari 20 juta warga," katanya.
Pemahaman mengenai standardisasi, sambungnya, juga telah diselipkan di berbagai materi perkuliahan di Perguruan Tinggi. Di level bawah, BSN sering kali membuat kegiatan permainan yang menerapkan standardisasi sebagai salah satu unsurnya. Kemudian, di tingkat pemerintahan, badan terus menggalakkan penerapan standardisasi di bidang-bidang yang dinaungi oleh kementerian.
"Kami sedang koordinasi untuk menyusun skema baru bagaimana mengakreditasi pariwisata, atau akreditasi untuk sertifikasi halal, hingga bio safety level," jelas Bambang.
Bambang berpendapat untuk menyelaraskan koordinasi terkait standardisasi hanya dibutuhkan kesamaan visi. "Saya selalu nyatakan bahwa negara yang semakin rapi dan maju, mereka sangat sangat kenal standar. Standar merupakan konsensus, maka itu dipegang. Komitmen untuk menerapkannya harus ada sehingga kita bisa membangun Indonesia lebih cepat," paparnya.
Meskipun Bambang mengaku instansinya masih memiliki banyak pekerjaan rumah, namun dari tahun ke tahun penerapan SNI oleh pelaku usaha menunjukkan peningkatan. Jika pada 2011, penerap SNI sebesar 48.327 perusahaan, maka pada 2012 meningkat menjadi 56.971 perusahaan dan pada 2013 naik menjadi 57.530 perusahaan.
Selain membina dan memfasilitasi UKM dalam menerapkan SNI, hingga kuartal I 2015, BSN juga telah membuat terobosan yaitu mereposisi dan merevitalisasi organisasi di BSN. Dia juga menyusun rancangan peraturan pemerintah [RPP] tentang Standardisasi dan RPP tentang Penilaian Kesesuaian sebagai implementasi dari UU No.3/2014 tentang Perindustrian, UU No. &/2014 tentang Perdagangan, dan UU No.20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Lebih jauh, menurut penilaian Bambang, penerapan SNI di perusahaan menengah dan besar kini sudah tidak lagi menjadi masalah. Bahkan, penerapan SNI ini selalu menjadi nilai lebih atau keunggulan mereka. “Namun untuk UKM, kami akui mereka masih mengalami kesulitan memperoleh sertifikat SNI karena masalah biaya yang dinilai terlalu tinggi, meskipun itu tidak semua UKM.”
Lantas sejauh mana standardisasi akan dikembangkan? BSN yang dipimpin Bambang siap aktif memfasilitasi komersialisasi inovasi hasil penelitian dan pengembangan nasional serta aktif berperan sebagai penggerak siklus inovasi nasional. Dalam hal ini, standardisasi akan diposisikan sebagai kegiatan yang didorong penelitian atau the research driven activities. Dengan mendorong inovasi, standardisasi kemudian hilirisasi atau produk massal maka akan memberi kontribusi ke sektor ekonomi secara nyata. Tentu ini juga didukung regulasi pengadaan barang dan jasa melalui kewajiban penggunaan produk ber-SNI.