Bisnis.com, MATARAM -- Kacang-kacangan di pulau Lombok sebagaian besar diolah hanya menjadi lauk di rumah. Namun, nilai kacang-kacangan bisa bertambah setelah diolah menjadi kue kering yang renyah tetapi juga bergizi tinggi.
Berawal dari kekhawatiran Sayuk Wibawati, seorang ibu rumah tangga terhadap cemilan anaknya muncullah ide untuk membuat kue kering sebagai pengganti jajanan luar yang kadang tidak sehat.
Sayuk mulai berpikir bagaimana mengolah kacang-kacangan yang selama ini punya nilai gizi tinggi menjadi olahan panganan yang tidak membosankan dan diminati anak-anaknya.
"Kacang-kacangan di sini (Lombok) sangat banyak tapi belum banyak yang mengolahnya, sayang sekali apabila hanya digunakan untuk lauk," ujar Sayuk saat ditemui Bisnis di rumah sekaligus toko miliknya di Jalan Angsoka, Kota Mataram.
Niat itulah yang membawa Sayuk membuat kue kering yang diberi nama Nutsafir. Nutsafir mulai diperkenalkan sekitar tahun 2012. Awalnya, Sayuk hanya membuat satu varian rasa yaitu kacang hijau. Alasannya sederhana, rasa kacang hijau sudah cukup familiar di lidah dan juga bergizi.
Awalnya, Sayuk membuat kue kering tersebut dan membagi-bagikan gratis ketika ada acara kumpul dengan kerabat seperti arisan atau pertemuan keluarga. Saat itu, kemasan yang digunakan masih berupa mika plastik sederhana.
Setelah memantapkan niat untuk membesarkan usahanya dan dengan modal Rp3 juta yang dimiliki, Sayuk mencoba memasukkan produk kue kering buatannya ke toko-toko kecil dan juga beberapa toko oleh-oleh.
Target utama Sayuk adalah instansi pemerintahan, hotel dan resort yang ada di Pulau Lombok mengingat potensi pariwisata yang tengah berkembang pesat. Saat itu, produk yang berhasil dijual masih bisa dihitung dengan jari.
Tak putus asa, Sayuk mencoba lagi membuat beberapa varian rasa baru untuk dikenalkan kepada masyarakat. Namun, tetap bahan baku yang diambil adalah jenis kacang-kacangan yang banyak ditemui di pulau Lombok.
"Pada waktu itu saya oleh dinas diarahkan untuk membuat cookies jagung, karena ada program PIJAR (Sapi, Rumput Laut, dan Jagung) sehingga bisa ada pengolahan lain dari jagung yang bernilai tambah. Baru kemudian muncul varian kacang merah, kacang mete, kopi, dan lain-lain," ungkap Sayuk.
Kini, dalam sebulan Sayuk bisa mengantongi omset sekitar Rp100 juta. Awalnya, Sayuk hanya bisa mendapatkan Rp1 juta yang harus dia putar kembali menjadi modal dan biaya pegawai. Dengan kapasitas produksi sebanyak 600 boks per hari, setidaknya ada 20 karyawan yang membantu Sayuk dalam proses produksi Nutsafir.
Guna menjaga kualitas dan juga kebersihan produk, Sayuk memilih membungkus Nutsafir satu per satu sebelum dikemas dalam kemasan kotak atau dijual curah. Selain itu, menurut Sayuk dengan membungkus satu per satu kue Nutsafir, ada pembeda produknya dengan produk lain.
Kue kering Nutsafir dibanderol dengan harga kisaran Rp17.500 per box hingga Rp350 ribu untuk paket parsel. Konsumen bisa memilih beragam paket dengan varian rasa yang bisa dipilih sendiri.
Untuk masalah pemasaran, Sayuk saat ini masih mengandalan promosi secara offline atau melalui toko oleh-oleh dan ritel modern di Pulau Lombok. Selain itu, Nutsafir juga bisa diperoleh melalui reseller yang telah bekerja sama.
"Saya belum membuka penjualan dengan online, karena masih keterbatasan SDM dan masih banyak yang harus dibenahi. Sehingga lebih baik saya fokus untuk membenahi ini dulu," paparnya.
Produk Nutsafir tidak hanya bisa ditemui di toko oleh-oleh di Lombok, tetapi di beberapa kota besar lain salah satunya Bali. Bahkan belum lama ini, Nutsafir telah mendapat tawaran untuk masuk ke Negeri Jiran. Ini menunjukkan potensi bisnis kuliner nusantara tidak hanya berkembang di dalam negeri semata.
Tahun depan, Sayuk menargetkan bisa membuat varian rasa baru sehingga pilihan rasa kue kering Nutsafir bisa menjadi lebih banyak.