Bisnis.com, JAKARTA - Menembus pasar ekspor bagi pelaku usaha kecil dan menengah, sebetulnya tidak sesulit yang dibayangkan. Sebab, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk menjadi eksportir tanpa modal besar.
Hal ini dibuktikan oleh Lianto Fahmi Nasution yang telah menjajal pasar ekspor sejak duduk di bangku kuliah. Ketika itu, dia memulai dengan menjual kaos Jersey Ori yang merupakan produk made in China.
“Sekitar tahun 2013 saya menjual produk secara online, secara ngga sengaja ada permintaan dari luar negeri, pertama kali dari Taiwan.
Ternyata keuntungannya cukup besar sehingga saya semakin gencar promosi dan mulai banyak permintaan dari berbagai Negara seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, Brunai dan lainnya.” ujarnya.
Pembelinya saat itu bukan hanya warga Negara Indonesia yang menjadi TKI tetapi juga warga lokal. Tidak sedikit diantaranya yang menjadi reseller. Pria kelahiran 1993 ini mengaku harga jual produk untuk ekspor lebih tinggi, yaitu Rp180.000 per pieces di luar ongkos kirim, sedangkan harga jual di dalam negeri hanya sekitar Rp60.000 hingga Rp80.000 per pieces.
Untuk proses pengiriman ekspor, sebetulnya sama saja seperti mengirim produk di dalam negeri. Fahmi sendiri mengaku menggunakan jasa kurir dari PT Pos Indonesia yaitu EMS sebab produk yang dikirim bukan dalam partai besar hanya sekitar ½ lusin atau 1 lusin.
Menurutnya, banyak pelaku usaha yang ragu merambah pasar ekspor karena berpikir bahwa ekspor harus dalam jumlah besar dan membutuhkan berbagai dokumen yang pengurusannya sangat berbelit-belit.
Baca Juga
“Padahal ekspor itu bisa dimulai dari yang kecil dulu. Ketika kita kirim barang ke luar negeri 1 biji doank, 1 kontainer, atau 1 tongkang semuanya itu ya ekspor. Apalagi saya yang waktu itu masih berusia 19 tahun, ngga ada mikirin dokumen seperti apa yang penting uang ditransfer, barang dikirim, dan sampai ke tangan konsumen,” tuturnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, dia mulai melirik potensi ekspor yang lebih besar dan memiliki nilai tambah lebih yaitu rempah-rempah asli Indonesia, pilihannya pun jatuh pada biji pinang.
Sebelum fokus memulai ekspor skala besar, Fahmi sempat magang di perusahaan eksportir sehingga dia banyak belajar di perusahaan tersebut. Di sana, dia bertemu dengan rekan yang mengajaknya untuk joint venture sehingga mereka pun langsung mengurus perijinan legalitas perusahaan di bawah bendera usaha CV Bintang Hu.
“Waktu itu kami ekspor biji pinang 1 kontainer, langsung pakai nama usaha sendiri tapi saya tidak perlu repot mengurusi dokumen-dokumen karena semua sudah melalui jasa forwarder. Bahkan hingga saat ini saya tidak belum pernah ke kantor bea cukai, kantor pertanian, maupun kantor perdagangan untuk mengurus dokumen sendiri,” tuturnya.
Untuk menggunakan jasa forwarder, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp6 juta, tetapi nilai tersebut bisa dimasukkan dalam biaya pengiriman yang ditanggung oleh pembeli. Saat ini, Fahmi sendiri telah mengekspor rata-rata sekitar empat container pinang per bulan ke sejumlah Negara seperti Thailand, Myanmar, Pakistan, Bangladesh, hingga Saudi Arabia.
Selain itu, Fahmi juga mengatakan bahwa tidak sedikit diantara perusahaan forwarder yang juga menawarkan jasa undername. Biasanya, jasa undername atau pinjam “bendera usaha” ini digunakan oleh eksportir pemula yang belum memiliki legalitas perusahaan.
Namun, dia menyarankan eksportir pemula yang ingin menggunakan jasa undername sebaiknya memilih perusahaan yang dikenal sebab ada beberapa oknum forwarder yang kadangkala menjual database klien kepada supplier lain.
Selain menggunakan jasa undername dari perusahaan forwarder, eksportir pemula juga bisa meminjam “bendera usaha” dari perusahaan eksportir yang sudah lebih dulu berkecimpung dalam dunia ekspor – impor.