Bisnis.com JAKARTA - Bulan Ramadan telah menjadi bulan dimana terjadi peningkatan aktivitas berbelanja konsumen. Namun, dengan adanya pandemik COVID-19 yang mendisrupsi ekonomi, bisnis, dan juga perilaku konsumen, para pelaku usaha harus mengerti kondisi terkini agar bisa melihat kesempatan untuk performa bisnis yang lebih baik.
Moka, startup penyedia layanan kasir digital di Indonesia, melalui platform edukatifnya, A Cup of Moka (ACOM) memberikan tiga gambaran utama untuk bisnis, yaitu tradisi belanja industri F&B, ritel dan jasa di bulan Ramadan, antisipasi & strategi brand di tengah krisis COVID-19, dan perubahan perilaku konsumen akibat COVID-19.
Dampak COVID-19 terhadap Bisnis
Dimulai empat bulan sebelum bulan Ramadan, penyebaran COVID-19 telah membawa disrupsi besar dalam dunia usaha. Pada industri F&B, Moka mencatat terjadi penurunan pendapatan harian hingga 40%. Selain itu, penjualan masker meningkat delapan kali lipat, dan penjualan hand-sanitizer meningkat lima kali lipat di bulan Maret 2020, dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Juga, layanan pesan antar meningkat hingga 30% pada pertengahan April.
Bagaimana persiapan makanan di Ramadan 2020 ini?
Bulan Ramadan tidak lepas dengan sajian makanan dan persiapannya. Memasak sendiri dengan resep tradisional rumah menjadi kegiatan yang rutin dilakukan untuk berbuka dan sahur. Terlebih lagi dalam masa pandemi ini, orang enggan keluar rumah.
Menurut Hutami Nadya, Data Analyst Moka, pelaku usaha harus memanfaatkan perilaku masyarakat yang sedang giat-giatnya memasak sendiri di rumah dengan menjual bahan baku siap masak.
Selain itu, para pemilik bisnis bisa menyediakan promo layanan pesan antar untuk setiap produk yang dijual untuk kenyamanan konsumen.
Selain waktu berbuka, sahur juga dinilai menjadi waktu primadona bagi para pelaku usaha. Dengan meningkatnya aktivitas dalam rangka menyiapkan makanan sahur, para pelaku usaha bisa menjadikan ini sebagai peluang.
Data internal Moka menunjukkan bahwa konsumen memilih untuk membeli santapan sahur pada waktu menjelang imsak (jam 4-5 pagi), dengan rata-rata pembelian lima produk (hidangan kelompok). Terbukti juga dengan jumlah gerai yang beroperasi antara jam 2-4 pagi meningkat sebanyak 67% di bulan Ramadan.
Menyediakan makanan siap masak di jam tersebut bisa menjadi peluang dan kesempatan bagi pelaku usaha. Sedangkan, jika berbicara mengenai menu santapan sahur, makanan praktis dan teh menjadi pilihan favorit konsumen, dan minuman kopi, cenderung disantap beberapa jam setelah berbuka. Menu santapan lain yang selalu ada di setiap bulan Ramadan, adalah kue kering. M
enurut data penjualannya, jenis kue kering yang paling populer adalah kue nastar, yang terjual sebanyak 171.000 buah, disusul dengan kue putri salju (48.000 buah), dan kue stik keju (13.000 buah).
Bagaimana perilaku belanja konsumen di industri ritel?
Selain industri F&B, peningkatan aktivitas berbelanja konsumen juga terjadi di industri ritel. Moka mencatat, pada industri ritel, terjadi peningkatan jumlah transaksi sebesar 34%, dan peningkatan pendapatan sebesar 50% per bulannya menuju Ramadan. Lantas, bagaimana perilaku belanja konsumen khususnya umat Muslim menuju bulan Ramadan? Ternyata, konsumen cenderung melakukan pembelian khusus produk-produk yang berkaitan dengan bulan Ramadan, salah satunya, produk busana. Tunik, hijab, dan gamis, merupakan tiga jenis produk busana yang paling laku di bulan Ramadan. Para pelaku bisnis dapat memberikan promo di ketiga item favorit ini, mengingat konsumen hanya akan membeli barang-barang essential selama bulan Ramadan.
Kapan belanja konsumen memuncak? Berdasarkan data internal Moka, setiap minggu menuju Ramadan, total item yang terjual semakin meningkat, menunjukkan bahwa konsumen lebih memilih last-minute shopping khususnya di ritel. Hari Sabtu merupakah hari favorit untuk berbelanja, sedangkan jam paling ramai adalah waktu menjelang berbuka puasa.
Terakhir, Hutami Nadya memberi insight bahwa dalam masa pandemi ini, beberapa produk menjadi sangat laku, seperti masker kain. “Kreasikan juga bahan sisa atau produk lama menjadi produk-produk yang sangat laku di masa ini seperti masker kain”, paparnya.
Bagaimana strategi untuk industri jasa?
Berbeda dengan industri F&B dan ritel, industri jasa menjadi sorotan mengingat layanannya tidak berwujud dan harus dilakukan secara langsung. Sebagai strategi, Hutami Nadya, menganjurkan para pemilik usaha di bidang jasa dapat melakukan promo pay-it-forward deals dimana konsumen bisa membeli kupon/voucher dengan nominal tertentu untuk ditukarkan nanti setelah situasi kembali kondusif. Dengan kata lain, sistemnya berupa beli produknya sekarang, untuk dinikmati nanti.