Bisnis.com, JAKARTA - Krisis saat ini telah memberikan berubahan signfikan pada perilaku dan ekspektasi konsumen.
Sejak lockdown dimulai, keselamatan dan kebersihan pribadi telah menjadi perhatian utama.
Konsumen takut mengunjungi pasar yang ramai dan dalam beberapa kasus, menunda rencana belanja.
Salah satu bidang yang mengalami pertumbuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya di berbagai aspek adalah penjualan online. Dari pembelian bahan makanan hingga perbankan, konsumen memenuhi sebagian besar kebutuhan mereka secara online.
Untuk menjadi bagian dari gerakan ini, industri kecantikan perlu berinovasi dan menawarkan pengalaman yang setara dengan apa yang dilakukan di toko fisik.
Brand kecantikan e-commerce besar telah memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan augmented reality (AR) untuk membangun alat penilaian, perbandingan, dan pengujian untuk membantu menemukan produk kecantikan secara online.
Kita bisa belajar dari beberapa studi kasus ini, seperti dikutip melalui Entrepreneur, Senin (26/10).
1. Augmented reality digunakan untuk memvisualisasikan produk kosmetik
kepada pelanggan yang mengurangi kegiatan belanja dari toko fisik dan beralih ke online, brand harus beralih ke alat uji coba virtual untuk mempertahankan pengalaman offline.
Menurut Deloitte, 88% perusahaan menengah sudah menggunakan AR dalam beberapa kapasitas. Sementara 66% orang mengklaim tertarik menggunakan AR untuk bantuan saat berbelanja dan 60% orang ingin kemampuan untuk dapat memvisualisasikan bagaimana dan di mana produk cocok dengan kehidupan mereka, menurut Survei AR Konsumen Google.
- Produk L'Oréal ModiFace memungkinkan konsumen mendapatkan pengalaman uji coba riasan berteknologi AR.
- Olay, brand PnG, meluncurkan Skin Adviso pada tahun 2017. Berdasarkan pembelajaran mendalam, mereka merekomendasikan produk yang menganalisis kulit pengguna melalui foto. Dari 6 juta orang yang menggunakan layanan ini, 94 persen melaporkan rekomendasi sudah sesuai.
- Alat "Virtual Try-On" Maybelline memungkinkan Anda mengaplikasikan dan membandingkan empat produk makeup secara bersamaan. Ini juga menunjukkan perbandingan tampilan sebelum dan sesudah.
- Virtual Artist garapan Sephora menganalisis fitur kulit dan wajah Anda untuk merekomendasikan produk untuk dicoba. Pada 2018, pengguna telah mendemonstrasikan lebih dari 200 juta warna menggunakan fitur ini.
2. Kecerdasan buatan digunakan untuk rekomendasi produk
Apakah Anda mengkhawatirkan keamanan dan efektivitas produk kosmetik? Sejumlah perusahaan sedang membangun alat rekomendasi produk berbasis AI untuk menyelesaikan masalah.
Konsumen 40% lebih cenderung melihat item yang direkomendasikan berdasarkan informasi yang mereka dapatkan dari brand menurut MarketingDive. Sementara 47% konsumen akan pergi ke Amazon jika merek tempat mereka berbelanja tidak memberikan saran produk yang relevan menurut survey SmarterHQ.
Contohnya:
- Proven Skin Care adalah alat yang didasarkan pada Database Genom Kulit. Ini adalah mesin pencari yang digunakan untuk mengetahui informasi tentang produk kecantikan. Basis data berisi poin data tentang keefektifan lebih dari 20.238 bahan perawatan kulit, karakteristik lebih dari 100.000 produk individu, 8 juta testimonial pengguna, dan 4.000 publikasi ilmiah.
- Basis data kosmetik Skin Deep EWG adalah alat online untuk mendeteksi bahan dalam produk kecantikan. Alat ini mencantumkan peringkat bahaya untuk 70.000 produk dari 2.374 merek dan informasi tentang 9.000 bahan.
- Function of Beauty menghasilkan produk perawatan rambut yang disesuaikan dengan bahan-bahan yang direkomendasikan oleh algoritma pembelajaran mesin. Formula sampo / kondisioner khusus ini khusus untuk setiap jenis rambut pelanggan.
Perubahan kebutuhan pelanggan menjadi pemicu mengapa perusahaan AdTech menggunakan AR.
Google telah menerapkannya dalam hasil pencarian sementara Facebook sedang mengerjakan iklan AR untuk Facebook dan Instagram.
Perdagangan sosial (social commerce) yang imersif adalah masa depan di mana pengguna berinteraksi dengan penggambaran produk dengan AR dan membelinya tanpa meninggalkan platform media sosial.
Kemampuan ini telah dibuktikan oleh sejumlah perusahaan raksasa, namun anggaran yang tinggi masih menjadi tantangan utama dalam adopsi teknologi ini secara luas dalam e-niaga.