Bisnis.com, Jakarta – Membayar pajak merupakan ketentuan yang sudah diatur dalam perundang-undangan pajak. Usaha toko menjadi salah satunya.
Dalam perundang-undangan perpajakan, pajak toko juga dikenal dengan pajak pedagang eceran. Para pedagang eceran diwajibkan untuk membayar pajak penghasilan.
Untuk kewajibannya, jika pedagang eceran berstatus sebagai Non PKP (Pengusaha Kena Pajak), maka akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).
Sedangkan jika pedagang berstatus sebagai PKP, maka memiliki dua kewajiban dalam perpajakan yakni PPh dan PPN.
Perbedaan antara Non PKP dengan PKP yakni pada omzet. Jika memiliki omzet kurang dari Rp4,8 miliar setahun maka masih dikategorikan Non PKP. Namun Non PKP diperbolehkan untuk mengajukan sebagai PKP.
Kemudian, jika omzet dalam setahun melebihi Rp4,8 miliar maka wajib menjadi PKP.
Baca Juga
Dilansir dari berbagai sumber, berikut kira-kira mengenai perhitungannya berdasarkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas PPh dan PPN.
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pedagang eceran non PKP akan dikenakan tarif PPh Final Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018.
Dengan ini maka akan dikenakan 0,5 persen dari omzet bruto, kecuali yang memilih melaksanakan pembukuan.
Kemudian bagi pedagang yang sudah PKP sehingga wajib melakukan pembukuan, besar PPh terutang dihitung dengan tarif Pasal 17 UU PPh dari Penghasilan Kena Pajak, yakni selisih antara peredaran usaha dikurangi biaya yang boleh dibebankan berdasarkan UU PPh dan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pedagang dengan omzet di atas Rp4,8 miliar setahun yang wajib PKP, harus memungut PPN sebesar 10 persen dari nilai penyerahan barang kena pajak.
Untuk itu, pastikan mengenai omzet Anda atau status toko Anda. Apakah Anda termasuk dalam Non PKP atau PKP. Hal ini dapat berpengaruh dalam perhitungan pajak toko eceran.