Bisnis.com, JAKARTA -- Shell, perusahaan bahan bakar fosil terbesar kedua di dunia, bakal menutup 1.000 pom bensin sampai dengan akhir 2025.
Perusahaan yang yang saat ini mengoperasikan lebih dari 46.000 lokasi ritel di seluruh dunia, sebagian besar adalah pompa bensin itu, berencana untuk menutup 1.000 diantaranya, atau kurang dari 3 persen dari total keseluruhan.
Meskipun jumlahnya relatif kecil, perusahaan yang berbasis di London mengatakan bahwa langkah sebagai perubahan fokus perusahaan yang ingin membantu memenuhi peningkatan permintaan stasiun pengisian kendaraan listrik untuk umum.
Perusahaan tidak merinci di mana lokasi pom bensin yang akan ditutup itu berada. Namun, mereka memberikan beberapa rincian tentang tujuan stasiun pengisian kendaraan listriknya.
Pada 2023, perusahaan memiliki 54.000 titik pengisian daya secara global. Mereka berharap dapat meningkatkan jumlah tersebut menjadi 70.000 pada 2025, dan menjadi 200.000 pada akhir dekade ini.
Pada September 2023 lalu, Shell Recharge telah membuka stasiun pengisian kendaraan listrik terbesarnya di bandara Shenzen, China. Lokasi tersebut memiliki 258 titik pengisian daya dan Shell mengatakan jumlah pelanggan sangat banyak, dengan ribuan pengemudi kendaraan listrik menggunakan situs tersebut setiap hari.
Baca Juga
Mereka juga bertujuan untuk memperluas jejak pengisian dayanya di AS. Pada Maret tahun ini, Shell USA menyelesaikan akuisisi perusahaan pengisian daya Volta.
Meskipun tidak sebanding dengan jaringan Tesla Supercharger atau Electrify America, Shell Recharge telah memiliki lebih dari 3.000 titik pengisian daya di 31 negara bagian AS. Lebih dari 3.400 titik pengisian tambahan sedang dalam pengembangan.
Sosok di Balik Berdirinya Shell
Mengutip laman resmi Shell Global, perusahaan Shell didirikan oleh Marcus Samuel pada 1833. Berawal dari sebuah toko barang antik, Samuel ingin memperluas bisnisnya dengan menjual kerang yang populer untuk desain interior pada saat itu.
Permintaannya begitu besar sehingga dia mulai mengimpor cangkang kerang dari Timur Jauh. Bisnis ini menjadi dasar dari perusahaan energi fosil kedua terbesar di dunia.
Ketika Marcus Samuel senior meninggal pada 1870, dia mewariskan bisnisnya kepada kedua putranya, Marcus junior dan Samuel, yang mulai mengembangkannya. Pada 1880-an mereka menjadi tertarik pada bisnis ekspor minyak namun pengiriman masih menimbulkan masalah karena minyak diangkut dalam tong yang dapat bocor dan memakan banyak ruang.
Untuk mengatasi masalah tersebut, mereka menugaskan armada kapal uap untuk mengangkut minyak dalam jumlah besar, termasuk Murex yang pada 1892 menjadi kapal tanker minyak pertama yang melewati Terusan Suez.
Eksplorasi Minyak di Indonesia
Dengan pelayaran perdana Murex, Samuel bersaudara berhasil melakukan revolusi dalam pengangkutan minyak. Transportasi curah secara signifikan bisa mengurangi biaya minyak dengan meningkatkan volume pengangkutan secara signifikan.
Pesaing utama kakak beradik ini saat itu adalah Standard Oil, sebuah perusahaan yang terkenal dengan minyak tanah kaleng berwarna biru yang serbaguna jika sudah tidak digunakan.
Agar menonjol, mereka menciptakan merek Shell dan mengecat kalengnya dengan warna merah cerah. Taktik ini berhasil dan, pada 1896, perdagangan minyak tanah mereka menghasilkan pendapatan lebih besar daripada gabungan semua bisnis mereka yang lain.
Pada 1897 Marcus dan Samuel mengganti nama perusahaan mereka menjadi Shell Transport and Trading Company dan meluncurkan kilang pertama mereka di Balik Papan, Kalimantan. Saat itu terdapat 18 perusahaan yang melakukan eksplorasi atau produksi minyak di Indonesia.
Namun, kilang tersebut kemudian harus dihancurkan ketika Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang pada Perang Dunia II.
Bergabung dengan Royal Dutch
Pada 1901 ketika minyak ditemukan di Texas, Marcus Samuel Junior mengambil kesepakatan seumur hidup dan memenangkan hak pengangkutan dan distribusi dari pesaing utama perusahaannya, Standard Oil.
Namun, pada 1902, kelebihan produksi di Texas telah memangkas pasokan yang tersedia hingga nyaris habis. Pada saat yang sama, pesaing yang lebih kecil bernama Royal Dutch mulai membangun kapal tankernya sendiri dan mendirikan organisasi penjualannya sendiri di Asia.
Pada 1902 Shell dan Royal Dutch akhirnya membentuk perusahaan gabungan untuk menangani pengiriman dan pemasaran dari kedua perusahaan tersebut. Selanjutnya, Marcus Samuel melalui The Shell Transport dan Royal Dutch Petroleum Co. Ltd. meminta De Gelder dari Royal Dutch untuk melakukan merger perusahaan.
Akhirnya, pada 24 Februari 1907, dibentuklah Grup Perusahaan Royal Dutch dan Shell yang kemudian dikenal di seluruh dunia hanya sebagai "Shell". Tiga tahun kemudian, pada 1910, grup Shell juga menyerap perusahaan produksi lain di Indonesia dan pada tanggal 24 Juni 1911 membeli produsen independen terakhir, The Dordtsche Petroleum Mij
Kini, Shell mengoperasikan hingga lebih dari 46.000 pom bensin dan beroperasi hampir 200 tahun, mulai melakukan transisi energi, pertama kali dilakukan pada 2021 berencana untuk menjadi bisnis energi nol emisi pada 2050.
Shell menginvestasikan US$10-15 miliar pada solusi energi rendah karbon antara 2023 sampai akhir 2025 dan berinvestasi dalam produksi minyak dan gas dengan emisi yang lebih rendah seiring dengan penyediaan energi yang dimiliki saat ini sambil membantu membangun sistem energi rendah karbon di masa depan.