Bisnis.com, JAKARTA-- Selain sambal pecal yang berbentuk pasta, dan cukup diseduh air untuk penyajiannya, sambal atau bumbu pecal juga hadir dalam bentuk lain, yakni berbentuk serbuk.
Selain lebih kering dan tidak mengandung minyak, sambal pecal bubuk juga bisa disajikan tak sekadar menjadi bumbu pecal yang dicampur bersama sayuran rebus, tapi bisa menjadi taburan nasi, ketan goreng dan makanan lainnya.
Sambal pecal serbuk tersebut diproduksi Dwiyanti dengan merek Sambal Pecel Nyamleng sejak 1,5 tahun yang lalu. Awalnya banyak orang yang tak percaya kalau sambal pecal bisa dibuat serbuk, karena biasanya sambal pecal berbentuk padat.
“Karena itu, banyak yang penasaran dan akhirnya mencoba produk kami,” paparnya.
Salah satu rahasia dari pembuatan sambal serbuk itu adalah proses pengolahan kacang tanah yang harus dipanggang dalam oven terlebih dulu, sehingga kadar air bawaannya akan hilang.
Setelah itu baru digiling dan dicampur dengan bahan lain seperti gula, garam, cabai dan bahan lainnya. Meskipun tidak menggunakan bahan pengawet, produk ini diklaim bisa tahan hingga satu tahun.
“Dengan proses pembuatan seperti itu, produk ini lebih rendah kolesterol dan juga higienis,” katanya.
Saat mengawali bisnis ini, Dwiyanti membutuhkan modal sekitar Rp5 juta untuk pembelian 15 kg kacang tanah, penggilingan dan peralatan lain, serta pengadaan kemasan untuk ukuran 200 gram.
Produk Sambal
Sekarang, Dwiyanti bisa memproduksi hingga 90 kilogram sambal pecal, atau sekitar 720 mangkuk sambal. Proses produksinya dibantu oleh empat orang tenaga kerja.
Adapun, produknya di pasarkan ke berbagai daerah untuk memenuhi pesanan dari pelanggan asal Sumatera, Kalimantan, dan paling banyak ke Jakarta. Produk tersebut dikirim melalui jasa ekspedisi setelah konsumen melakukan proses pembayaran melalui transfer bank.
Selain itu, Dwiyanti juga menjual produknya ke outlet-outlet makanan dengan sistem konsinyasi, dan menitipkan di toko oleh-oleh di Surabaya dan sekitarnya.
“Kami juga mengikut berbagai macam pameran produk UKM, dan biasanya saat itu produksi kami bisa lebih banyak dari biasanya,” paparnya.
Untuk satu mangkuk sambal peca bubuk, Dwi mematok harga Rp15.000. Harga tersebut bisa lebih tinggi jika dijual melalui reseller atau outlet rekanan.
Melihat animo masyarakat yang tinggi terhadap produknya, Dwiyanti sering kewalahan, karena pesanan selalu datang dalam jumlah banyak, padahal kapasitas produksi yang dimilikinya masih terbatas.
“Saya ingin sekali memiliki mesin otomatis yang bisa membantu proses produksi, seperti mesin yang bisa menuangkan sambal pecel ke dalam wadahnya,” katanya.
Jika cita-citanya terkabul, Dwiyanti yakin produknya bisa lebih banyak dikenal masyarakat, karena proses pengiriman produk yang tidak terbatas.
“Kendalanya juga masih ada pada promosi, bagaimana Sambal Pecel Nyamleng bisa lebih terkenal,” katanya.
Ke depannya, Dwiyanti melihat prospek bumbu pecal ini masih tetap besar, karena penggemarnya tidak pernah berkurang dan merupakan makanan tradisional yang mampu bertahan sejak lama.
“Pecal bukan makanan musiman, dan cocok dinikmati siapa pun dan kapan pun, sehingga pasarnya sangat luas,” katanya. (Bisnis.com)
BACA JUGA:
KPK VS POLRI: Pelapor SS Hujat Wakil Ketua KPK di Mabes Polri