Motivasi tinggi untuk meraih keinginan, termasuk menentukan strategi untuk menjadi yang terbaik di bidangnya, menjadi salah satu keahlian Riko Tasmaya, Chief Operating Officer (COO) Global Transaction Services Citi Indonesia.
Sejak kecil, lulusan cumlaude, terbaik dan termuda dari Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung ini berkeinginan mempelajari teknik industri atau ekonomi. Sempat bersekolah di SMAN 3 Bandung selama beberapa bulan, dia mengikuti orangtua yang mengambil studi di Amerika Serikat dan meneruskan masa SMA di sana.
Pulang ke Indonesia, pria kelahiran 11 November ini berusaha meraih citanya masuk teknik industri, tetapi menyadari ketertinggalannya di mata pelajaran ilmu pengetahuan alam, dia melihat ekonomi sebagai pilihan terbaik.
“Di sana tabel periodik unsur kimia tidak perlu di hafal, sementara di sini harus hafal. Ketika ujian masuk perguruan tinggi, saya hanya mengandalkan Matematika dan Bahasa Inggris,” ujarnya.
Masuk di Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Riko memilih Akuntansi karena dinilai akan membuatnya memiliki kemampuan yang lebih spesifik. Sejak awal juga, dia ingin ketika lulus bekerja di Citibank. Awalnya, tertarik dengan iklannya, diikuti mengidolakan beberapa bankir terkenal jebolan bank tersebut.
Setelah 17 tahun bekerja pun Riko masih ingat, hari pertamanya bekerja di Citi, 17 Juli 1995 sebagai management trainee, lalu beralih ke bagian finance, bisnis, hingga sempat 2 tahun di kantor pusat, New York.
Riko saat ini menjalankan bisnis Citi Transaction Services Indonesia, yang menjadi salah satu dari 16 negara berkembang prioritas untuk perkembangan investasi strategis dan bisnis.
CTS Indonesia melihat adanya kemungkinan untuk berpartisipasi dalam meningkatkan perekonomian Negara dengan terus berinvestasi di berbagai sektor serta mempromosikan bisnis dan industri Indonesia agar menjadi lebih efektif dan efisien. Bisnis CTS berkontribusi sebesar 47% dari keseluruhan pendapatan bisnis institusional Citi Indonesia.
CTS Indonesia memiliki keunggulan dalam membantu klien institusional dalam mengelola Management dan Trade serta Securities and Fund Services. Pada 2011, bisnis Trade Citi Indonesia mengalami pertumbuhan aset yang sangat siginifikan, sebesar lima kali lipat.
Solusi Supply Chain merupakan salah satu produk utama yang hadir untuk memenuhi kebutuhan finansial sejumlah perusahaan di Indonesia. Kelebihan ini didukung dengan teknologi Citiconnect, sebuah sistem pembayaran online, program pembiayaan pemasok yang terintegrasi dan jalur pembayaran tunggal dan terintegrasi bagi para pembeli.
Jaringan perdagangan global juga merupakan kelebihan utama Citi Indonesia. CTS Indonesia fokus dalam melakukan intermediasi jalur perdagangan intra-Asia dan arus perdagangan global serta memberikan solusi perdagangan global yang paling efektif dan efisien.
Bisnis Cash Management berada pada posisi yang tepat dengan menyajikan solusi dari A sampai Z, mulai dari piutang, pembayaran dan solusi likuditas, kepada klien institusional di sektor publik dan swasta baik perusahaan multinasional maupun institusi finansial.
Keunggulan yang ada dilengkapi dengan teknologi terbaru dan solusi inovatif Treasury Vision, sebuah teknologi canggih yang meningkatkan tampilan dan kontrol secara menyeluruh dengan melakukan agregasi data multibank, tunai, investasi, dan utang.
Portal Treasury Vision menyediakan perangkat analisis dan alur kerja dalam membantu menyatukan kegiatan perbendaharaan klien seperti perkiraan alur uang dan management account. Integrated Receivable Solutions merupakan satu lagi kemampuan cash management dalam menyajikan solusi terbaik dalam mengelola alur piutang.
Di Indonesia, layanan ini berhasil menguasai 30% pangsa pasar perusahaan multinasional yang menjadi sasarannya.
Sebagai bank Kustodi teratas di Indonesia, Securities Fund Services Citi Indonesia melewati tahun yang sangat positif pada 2011, dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 32% dan secara keseluruhan menguasai 20% pangsa pasar di bisnis Custody dan Funds Services.
Riko mengaku nyaman dengan pekerjaannya saat ini. Ada beberapa tawaran pindah datang padanya, tetapi setiap sekalu ada kesempatan berkembang di Citi. Meskipun tidak menutup kemungkinan suatu hari dia akan berkarier di bidang atau perusahaan lain.
Loyalitasnya tidak hanya di dunia kerja. Menjalin kasih dengan adik angkatan di kampus saat kuliah selama 6 tahun, Riko memutuskan menikah pada 1999, hingga kini dikaruniai tiga orang anak.
Gerakan Senyum 50
Bagi ayah dari tiga anak ini, menjadi agen perubahan bisa dilakukan semua orang, cukup dimulai dari langkah kecil. Sekitar 5 tahun terakhir Riko pun aktif di Keluarga Muslim Citibank, organisasi independen yang fokus pada kegiatan karyawan muslim di Citibank.
“KMC murni karyawan, termasuk dana kegiatan. Melalui gerakan Senyum 50, di mana karyawan menyisihkan Rp50.000 dari pendapatan bulanannya untuk zakat, infak, dan sedekah. Selama 5 tahun terakhir sudah terkumpul dana hingga Rp2,5 miliar,” ujarnya.
Dana tersebut sudah disalurkan dalam bentuk bantuan kepada 3.000 anak yatim dalam bentuk sunatan masal, dan sembako bagi 1.500 warga miskin. Beberapa juga disalurkan untuk membantu korban bencana.
Agar independen, pengelolaan dana ini dilakukan bekerja sama dengan lembaga zakat, mulai tahun ini dengan Dompet Dhuafa, sebelumnya dengan PKPU. Senyum 50 juga membiayai pendidikan 50 orang di Institut Kemandirian di Karawaci, Jakarta.
Penuh semangat Riko bercerita, program pertama mereka memperoleh pendidikan reparasi ponsel selama 3-4 bulan. Begitu lulus mereka ditempatkan magang di tempat lulusan sebelumnya yang telah bekerja atau membuka usaha sendiri.
Dana infaq dan sedekah juga diberikan dalam bentuk beasiswa anak asuh untuk membiayai kebutuhan sekolah mereka, mulai dari anak satpam dan tenaga pembersih toilet di kantor Citi, tetapi juga bekerja sama dengan beberapa sekolah dasar.
Setiap anak memerlukan dana Rp180.000 per 3 bulan untuk mencukupi kebutuhan sekolahnya , peralatan sekolah dan uang transportasi sewajarnya. Jumlah tersebut tidak besar, tetapi berdampak besar mendongkrak kepercayaan diri mereka, termasuk prestasi akademik di sekolah.
Bagi Riko, agen perubahan bisa dilakukan tanpa modal materi. Ada modal penting yang tidak semua orang miliki, yaitu jaringan. Bagaimana dengan jaringan yang dimiliki bisa membantu orang lain, memberikan kesempatan mereka memperbaiki kehidupannya.
“Hidup di dunia ini harus bersyukur atas apa yang dimiliki, dan menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya dengan berbagi, sekecil apa pun. Bantuan tidak selalu berupa uang,” ujarnya. ([email protected]) (sut)