-- Perilaku konsumen dengan titik kejenuhan sangat beragam disebabkan oleh perbedaan usia, kemampuan membayar atau pendapatan, kepribadian, dan persepsi risiko--
Konsumen yang mengalami kejenuhan merupakan kondisi biasa karena sebagai makhluk hidup merasakan kejenuhan merupakan kondisi psikologis yang natural dalam kehidupan.
Selain itu, kondisi jenuh disebabkan oleh adanya kondisi fisiologis tubuh yang mengantisipasi adanya stimuli yang bersamaan dipersepsi dan dirasakan sehingga ingin mencari sesuatu yang baru.
Tentu saja, kita sebagai konsumen ketika makan setiap hari dengan menu yang sama dari pagi, siang, sore dan malam, untuk beberapa hari bisa saja mengalami bosan atau jenuh.
Bosan menyantap menu yang sama merupakan respons positif tubuh karena sinyal otak manusia memberikan signal bahwa kenikmatan makan dengan menu yang sama semakin berkurang.
Begitu juga, ketika menghadapi kegiatan yang merupakan rutinitas setiap harinya. Kegiatan rutin ini pada titik tertentu juga akan mengantar individu pada titik kebosanan, karena pada titik tertentu sinyal otak juga memberikan respons adanya titik stimulasi yang sudah optimal, sehingga perlu penyegaran atau stimulus yang berbeda dari stimulus rutin yang diterima oleh individu sebelumnya.
Individu yang merasakan bosan sebenarnya disebabkan oleh adanya dorongan atau motivasi yang ada dalam diri. Secara teoretis, kondisi bosan dipicu adanya paparan atau exposure stimulus yang terus-menerus diterima oleh individu dalam jangka waktu tertentu; dan pada titik tertentu persepsi ketertarikan terhadap stimulus akan menurun.
Untuk menghilangkan kebosanan atau kejenuhan pada stimulus sebelumnya, perlu diberikan variasi stimulus baru agar individu merasakan sesuatu yang baru atau berbeda sehingga individu termotivasi untuk mempersepsikan, merasakan, dan bahkan mencoba stimulus baru tersebut.
Para pemasar atau pelaku bisnis diharapkan memahami perilaku konsumen yang mengalami titik kejenuhan. Perilaku konsumen dengan titik kejenuhan sangat beragam. Ada konsumen yang memiliki kecenderungan untuk mudah mengalami jenuh dan ada konsumen yang memiliki kecenderungan tidak mudah jenuh.
Perilaku yang berbeda terhadap titik kejenuhan disebabkan oleh perbedaan usia, kemampuan membayar atau pendapatan, kepribadian, dan persepsi risiko. Perbedaan faktor ini dipahami dengan baik oleh pemasar karena merupakan dasar untuk mengembangkan strategi pemasaran lebih lanjut.
Individu sebagai konsumen yang mudah mengalami kejenuhan biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut. Pertama, umur muda atau bisa dikategorikan pada generasi Y atau generasi millenial.
Umur muda ini bisa menjelaskan karakteristik individu yang cenderung memiliki persepsi risiko yang rendah dan berusaha untuk mencari tantangan baru. Mereka dengan senangnya untuk mencari hal-hal baru, menantang, dan coba-coba.
Kedua, kepribadian yang terbuka dan mau menerima pengalaman baru memudahkan untuk menerima stimuli baru dan memiliki keinginan yang kuat untuk mencari hal-hal baru dan berbeda sebelumnya. Ketiga, individu yang mudah bosan merupakan individu dengan tingkat disposisi produk juga tinggi, artinya menyudahi kepemilikan produk atau barang tertentu akan lebih cepat dengan cara mengganti produk baru.
Keempat, adanya kemampuan membayar atau meningkatnya pendapatan dapat mendorong munculnya keinginan baru dengan mudah. Hal ini tentu saja memunculkan keinginan untuk mencoba hal baru.
Karakteristik Berbeda
Begitu juga dengan sebaliknya, individu yang mengalami tingkat kejenuhan rendah memiliki karakteristik yang berbeda. Pertama, individu ini memiliki usia cenderung relatif lebih lanjut.
Aspek kearifan dan kehatian-hatian memengaruhi dalam memutuskan untuk mencari hal-hal baru. Hal ini bisa terlihat jelas bahwa meskipun sebenarnya bosan, aspek kehati-hatian memengaruhi individu untuk tetap menyukai misalnya produk tertentu yang dimiliki.
Hal ini bisa terlihat dari durasi kepemilikan produk oleh individu dengan umur lanjut lebih lama daripada durasi kepemilikan produk oleh individu dengan umur yang lebih muda.
Kedua, selain masalah umur, aspek kepribadian juga memengaruhi tingkat bosan. Individu dengan kepribadian tertutup atau dogmatis cenderung mempersepsikan stimuli tidak mudah jenuh karena kepribadian ini menjelaskan individu tidak mudah menerima hal-hal baru dan cenderung menerima sesuatu apa adanya tanpa berusaha mencari yang lain. Individu yang memiliki titik kejenuhan rendah, akan cenderung memiliki loyalitas tinggi karena cenderung setia untuk menggunakan suatu produk atau merek.
Implikasi individu dengan tingkat kejenuhan yang tinggi memberikan implikasi positif dan negatif. Implikasi positif terjadi bila perusahaan yang inovatif meluncurkan produk-produk dengan atribut baru akan cenderung mudah diterima oleh konsumen dengan tingkat kejenuhan tinggi.
Rasa bosan yang mudah muncul memudahkan individu untuk mencoba produk baru yang ditawarkan oleh perusahaan. Terlebih untuk produk-produk berteknologi tinggi dengan atribut beragam memberikan pilihan individu agar tidak mudah bosan.
Tingkat adopsi produk menjadi lebih tinggi karena mudahnya individu untuk melakukan pembelian. Implikasi negatif adalah individu dengan tingkat kejenuhan tinggi agak sulit diharapkan menjadi konsumen yang memiliki loyalitas tunggal karena mereka akan cenderung mudah bosan dan mencari produk atau merek lain yang dianggap memiliki variasi atribut yang baru.
Berkaitan dengan individu yang memiliki tingkat kejenuhan yang rendah, tentu saja bagi pemasar membutuhkan ekstra usaha dalam mengembangkan strategi untuk memudahkan individu memiliki ketertarikan menerima produk dengan atribut baru.
Namun, di sisi lain, pemasar juga diuntungkan oleh konsumen dengan tingkat kejenuhan rendah, karena cenderung akan loyal pada satu produk atau merek tertentu. Tingkat kejenuhan bukan suatu harga mati, asalkan bisa dikelola baik oleh individu itu sendiri maupun perusahaan yang memahami target marketnya.
Strategi pemasaran yang tepat akan menetralisasi tingkat kejenuhan dengan baik. Namun, tidak berarti bahwa memahami tingkat kejenuhan secara baik menjadikan perusahaan untuk membombardir konsumen dengan beragam produk. Konsekuensinya, pada titik tertentu, penawaran produk yang berlebihan, akan menyebabkan konsumen menghindari diri dari serbuan penawaran produk karena ketidakmampuan mengolah informasi dan memutuskan untuk melakukan pembelian serta keterbatasan diri. (Foto:Solopos) (msb)
*Dosen Program Studi Manajemen Universitas Paramadina Jakarta