Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

FAHMI SHAHAB: Sosialisasi Pusat Mediasi Nasional Minim

BISNIS.COM, JAKARTA-—Pengadilan dipandang sebagai satu-satunya jalur penyelesaian perkara yang tersedia di masyarakat.Padahal, masih ada jalur lain yang bisa menyelesaikan sengketa, terutama kasus bisnis dengan lebih efisien.Bisnis berkesempatan

BISNIS.COM, JAKARTA-—Pengadilan dipandang sebagai satu-satunya jalur penyelesaian perkara yang tersedia di masyarakat.

Padahal, masih ada jalur lain yang bisa menyelesaikan sengketa, terutama kasus bisnis dengan lebih efisien.

Bisnis berkesempatan berbincang dengan Fahmi Shahab, Direktur Eksekutif Pusat Mediasi Nasional (PMN). Berikut petikannya.

Masih banyak yang belum tahu Pusat Mediasi Nasional. Apakah sosialisasi masih kurang?

Sosialisasi kami memang kurang. Sebagai lembaga independen, kami tidak punya biaya besar untuk menyosialisasikan
PMN.

Semuanya kami lakukan sendiri, tidak ada support dari pemerintah.

Masyarakat lebih mengenal BANI [Badan Arbitrase Nasional Indonesia], padahal dia bukan lembaga mediasi.

Kebanyakan orang tidak mengerti konsep mediasi.

Mediasi merupakan sebuah cara penyelesaian sengketa yang efisien antara dua pihak yang bermasalah melalui perundingan, di luar jalur litigasi.

Yang dicari dalam mediasi adalah bagaimana masalahnya selesai, bukan salah atau benar.

Kalau hubungan bisnisnya masih mau berlanjut, maka akan dibuat kesepakatan adendum atau revisi.

Kalau utang, kita restrukturisasi. Tenor awalnya 2 tahun diperpanjang jadi 4 tahun, bunganya 15% jadi 11%.

Kalau bisnis bubar, bagaimana proses pengakhirannya, hubungan para pihak dijaga agar tidak saling mencemarkan nama.

Begitu juga dengan perkara keluarga. Kalau sudah diatasi tapi ternyata tidak berhasil, para pihak bisa pilih untuk mediasi lagi atau tidak.

Berapa perkara yang ditangani PMN setiap tahun?

Di sisi kasus, sampai saat ini memang jumlahnya belum signifikan.

Jauh di bawah potensi. Dari 2004 sampai 2012, ada 89 kasus mediasi yang kami tangani.

Sebanyak 37% di antaranya di pengadilan. Ini jumlah yang tercatat di sekretariat kami, karena banyak mediator yang tidak memasukkan data mereka.

Memang untuk mediasi tidak perlu lewat PMN, pemohon bisa langsung datang ke mediator.

Untuk dorong sosialisasi dan perkembangan mediasi di Indonesia, kami juga lakukan pelatihan dan sertifikasi mediator.

Jumlah pesertanya terus bertambah dan sekarang sudah angkatan ke-48.

Apa pentingnya mediasi?

Ada beberapa poin yang bisa digarisbawahi. Pertama, tidak ada pihak yang merasa kalah dan menang, benar atau salah.

Tujuannya menjaga relationship supaya tidak pecah. Kita bicarakan masalahnya apa, penyelesaiannya bagaimana.

Kedua, potensi untuk bisa dilaksanakan besar karena tidak ada yang memaksakan.

Putusan pengadilan dan Mahkamah Agung (MA) bisa tidak berjalan.

Kenapa perlu dikuatkan sanksi?

Padahal sebenarnya bisa langsung diimplementasikan.

Ketiga, implementasinya bisa lebih kreatif. Sesuatu yang tidak diatur dalam hukum bisa dilakukan.

Kalau di pengadilan, putus an bergantung pada gugatan. Kalau gugatannya pailit, putusannya pailit.

Mediasi tidak. Bisa saja akhirnya masalah di antara kedua pihak selesai tanpa salah satu di antaranya dipailitkan.

Tinggal dibicarakan teknisnya.

Keempat, kontrol ada di antara para pihak. Kalau di pengadilan kan bergantung hakim.

Kelima, kesepakatan tergantung kebutuhan dan kepentingan para pihak.

Keenam, tentu saja lebih efisien di segi biaya dan waktu.

Apa pentingnya mediator bersertifikat?

Mereka yang punya sertifikat bisa tercatat di semua pengadilan.

Hanya mediator bersertifikat yang diterima oleh pengadilan.

Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2008 mensyaratkan mediasi hanya boleh dilakukan oleh mediator yang memiliki sertifikat dari lembaga yang sudah terakreditasi oleh MA.

PMN sudah punya akreditasi itu.

Mediator independen seharusnya didorong untuk berkembang.

Dalam Perma No.1 Tahun 2008, MA bilang harus mediasi dulu. Namun mediator di pengadilan, yang adalah hakim, punya tingkat keberhasilan yang rendah.

Kenapa? Karena mereka sibuk.

Kenapa para pihak masih mau pakai hakim sebagai mediator?

Hakim sibuk, success rate rendah. Pemerintah tidak serius, sedangkan pengacara banyak yang tidak mau dan tidak mengerti mediasi.

Kalau pakai mediasi dibandingkan litigasi, memang bayaran pengacara akan berkurang.

Berapa jumlah mediator yang dimiliki PMN?

Sekitar 800 mediator yang basisnya nonhakim dan 100 mediator hakim. Mereka yang nonhakim ini datang dari berbagai latar belakang.

Ada pengacara, notaris, dokter, bagian legal dari satu perusahaan atau instansi.

Siapa saja bisa jadi mediator. Diharapkan dengan adanya Perma tadi ke depannya semua mediator sudah tersertifikasi, supaya masyarakat tidak tersesat dan salah.

Mereka yang mau jadi mediator bersertifikat di sini tidak semuanya lulus.

Meskipun tingkat kelulusan cukup tinggi, antara 90% sampai 95% di tiap angkatan. Satu angkatan rata-rata 20 orang.

Walaupun yang datang lawyer, tapi kebanyakan tidak terbiasa.

Dalam melakukan mediasi, tidak bisa menggunakan pola pikir hitam putih.

Di sini area abu-abu. Perundingan tidak dapat dikotakkotakkan pihak mana yang benar atau salah, mereka tidak boleh menyimpulkan sesuatu sendiri.  (ra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper