Sri Mulyani, 21 tahun, awalnya merasa resah saat ingin membuka usaha yang akan digelutinya sekitar 2 tahun silam. Dia merasa khawatir untuk memasarkan produk yang dijualnya, yakni camilan khas daerah Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Namanya Catruk Kabita.
“Pertama-tama rasa takut tidak laku selalu ada, bagaimana kalau produk yang dijual tidak diterima orang? Tapi bagi saya itu risiko,” katanya beberapa waktu lalu.
Sri pada awalnya hanya memperkenalkan produk camilan itu kepada orang-orang terdekatnya. Hal itu dilakukannya, untuk mempromosikan Catruk Kabita terlebih dahulu, sebelum dilempar ke pasar.
Cetruk Kabita, camilan keripik yang diproduksi Sri, terbuat dari adonan tepung tapioka dan terigu serta ditambah racikan bumbu khusus lalu digoreng. Semua proses itu akhirnya menghasilkan keripik yang renyah dan gurih. Kini, bisnis camilan yang dilakoninya itu, sudah marak terpajang di pelbagai mini market di sejumlah daerah macam Bandung, Purwakarta, Subang, dan Cirebon. Omzet perbulannya dapat mencapai Rp5 juta.
Miming Phang, motivator sekaligus mentor bisnis pada komunitas pengusaha, Action Indonesia (AI) mengatakan saat seseorang ingin memulai berwirausaha, tak sedikit mereka terbunuh oleh rasa takutnya sendiri. Ini mengakibatkan keinginannya memulai usaha hanyalah angan-angan.
Dia menuturkan dalam beberapa pelatihan kewirausahaan, para peserta umumnya menuturkan bahwa modal menjadi masalah yang menghambat mereka untuk berbisnis.
“Padahal ketika kami tanya berapa modal yang diperlukan, dan akan menjalankan usaha apa, mereka pun ternyata susah menjawab,” kata Miming. “Berarti modal adalah ketakutan yang muncul pertama kali sebelum mereka menentukan akan memulai bisnis apa dan berapa modal yang diperlukan,” katanya.
Miming menjelaskan ketika akan memulai sebuah usaha, hal yang pertama kali harus dilakukan adalah membunuh rasa takut untuk mengambil keputusan dan risiko. Dia memberikan contoh, sebagai modal awal, pelaku usaha harus berani mengambil kredit kepemilikan rumah toko (ruko) untuk tempat usaha.
"Kebanyakan para pengusaha pemula kehilangan motivasi karena tingginya harga ruko, padahal masih ada jalan untuk menyiasati agar pengusaha bisa punya ruko dengan modal yang tidak terlalu besar," ujarnya.
Maming menuturkan kebanyakan pengusaha mundur sebelum memulai berwirausaha karena cenderung menggunakan perasaan dalam perhitungan dan perencanaan usaha.
"Padahal dalam dunia usaha harus logis dan bukan bertumpu pada permodalan semata, akan tetapi dari wawasan dan kemauan personal,” katanya.
Mengembangkan Wawasan
Salah satu penggagas Action Indonesia di Cirebon, Jawa Barat, Akir Saputra, mengatakan para pengusaha pemula atau calon pengusaha dapat memanfaatkan komunitas wirausaha untuk mendapatkan akses wawasan dunia usaha agar bisa berkembang.
"Banyak pelaku usaha bangkrut bukan karena kurang modal, akan tetapi karena kurangnya wawasan, dan ini cukup penting bagi kelangsungan bisnis ke depan," katanya.
Menurutnya, membangun jaringan usaha akan diperoleh seorang entrepreneur jika dirinya aktif dalam sebuah komunitas yang memberikan pelatihan dan pengetahuan soal dunia usaha.
"Persaingan bisnis yang kian kencang pastinya memaksa pengusaha untuk membuat banyak terobosan dan gagasan kreatif dalam menjalankan usaha, mulai konsep usaha atau menjalankan usaha dengan modal terbatas sekalipun," ujar Akir.
Dia menambahkan berbicara dunia usaha sama artinya berbicara tentang pandangan hidup, karena apapun niatnya, menjadi pengusaha dapat memberikan kontribusi bagi orang lain. Terutama dalam penyediaan tenaga kerja.
"Kalau sudah tahu jalan menyiasati permodalan dan sudah punya gagasan bisnis, harus mampu keluar dari zona aman sebagai pegawai dan memilih profesi sebagai wirausahawan," ujarnya. (ltc)