Bisnis.com, JAKARTA -- Batik sampai saat ini masih erat kaitannya dengan pakaian orang tua, orang zaman dulu, dan sesuatu yang tradisional. Namun siapa sangka, anak muda juga bisa sukses dari bisnis batik ini.
Adalah sosok di balik merek batik Dama Kara, pasangan suami istri, Nurdini Prihastiti dan Bheben Oscar yang mendirikan usahanya baru pada 2020, tak hanya sebagai bisnis yang menguntungkan, tapi juga bisa memberikan manfaat untuk orang banyak.
Nurdini mengatakan bersama suami akhirnya memutuskan untuk mendirikan Dama Kara, bisnis lokal batik yang bisa menyerap banyak tenaga kerja, dengan menawarkan berbagai fashion item batik bermotif sederhana namun sarat makna, untuk perempuan, laki-laki, maupun anak.
Strategi Bisnis Dama Kara
Perjalanan Dama Kara pun tak mulus, pasalnya usaha ini didirikan pada awal 2020 dan harus berbenturan dengan pandemi Covid-19.
Dengan demikian, Dama Kara harus memanfaatkan platform online agar tetap bisa berjualan. Beruntung, berbisnis secara online ternyata bisa membawa hasil yang signifikan bagi usaha Nurdini dan Bheben.
Hal itu terlihat pada tahun kedua usahanya di tengah pandemi, ketika penjualan Dama Kara naik 220% dibandingkan penjualan di tahun pertama, berkat platform digital.
Baca Juga
Nurdini membagikan beberapa tipsnya memanfaatkan platform online untuk berjualan di antaranya, dengan memanfaatkan berbagai fitur yang ada di e-commerce dan media sosial.
"Karena sebenarnya jualan online kan enak, kita nggak perlu bayar di depan nih, beda sama kalau jualan offline misalnya harus sewa toko dan biaya lain-lain. Jadi platform e-commerce sangat bisa membantu UMKM untuk bisa bertumbuh, salah satunya dengan memanfaatkan berbagai fitur yang ada di sana," terangnya.
Selain memanfaatkan fitur yang ada, Dama Kara juga memperbaiki tampilan produknya, membuat foto produk yang lebih baik, memberikan deskripsi produk dengan jelas, dan mengikuti berbagai campaign yang ada di tiap platform e-commerce untuk meningkatkan penjuakan.
"Itu ternyata sangat bermengaruh banget terhadap pertumbuhannya Dama Kara sendiri di online," ungkap Nurdini.
Hadapi Tantangan
Selain terus dituntut untuk menerapkan strategi bisnis yang relevan, Dama Kara menghadapi tantangan bisnis lain yakni plagiarisme. Di mana beberapa motif karya Dama Kara seringkali ditiru oleh bisnis sejenis.
Sebagai solusi, Dama Kara senantiasa berupaya mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas motif batik yang dibuat serta meningkatkan kesadaran di masyarakat atas motif batik khas Dama Kara.
Selain itu, untuk membuat desain-desain yang otentik, Dama Kara juga bekerja sama dengan komunitas difabel, termasuk autis dan teman tuli dari sejumlah yayasan, untuk membantu komunitas difabel menciptakan peluang dengan berkarya.
Dama Kara juga mendirikan Dama Kara Foundation yang menyediakan ruang terapi menggambar khusus autis. Hasil karya mereka kemudian akan direalisasikan dalam bentuk koleksi batik Dama Kara, seperti Jalin dan Rona Bian.
"Individu autis yang terlibat juga akan mendapatkan royalti dari hasil penjualan produk tersebut. Dama Kara juga memberdayakan ibu-ibu dan penjahit di Jawa Barat pada proses finishing produk, seperti menjahit jelujur dan pengecekan kualitas," lanjut Nurdini.
Dama Kara berharap hal ini bisa membuat produk mereka dipakai kapan pun dan di mana pun, serta dalam jangka waktu yang lama.
Dari sisi lingkungan, Dama Kara juga berkomitmen menjalankan bisnis yang ramah lingkungan, berkolaborasi dengan Cajsa untuk meminimalisasi limbah pascaproduksi.
"Potongan sisa kain batik hasil produksi Dama Kara dijadikan bahan baku pembuatan sepatu, salah satunya dinamakan koleksi Bhumi Karuna," imbuhnya.
Kini karya Dama Kara tak hanya laris, bahkan sudah mendunia. Pada 2023, Dama Kara mendapatkan fasilitas dari Kemenkop UKM untuk mengikuti fashion show di Paris, Prancis melalui gelaran IN2MF.