BISNIS.COM, JAKARTA--Dalam pergaulan atau di tempat kerja, kata oportunistik sering diasosiasikan sebagai sikap yang negative. Saat ada kawan yang bermasalah, dia pun kasak-kusuk untuk mengisi posisi kawan itu. Dia melihat, permasalahan itu sebagai peluang atau kesempatan untuk mengisi posisi kawan yang tengah dililit masalah. Mengambil kesempatan dalam kesempitan, begitu kira-kira bahasa gaulnya.
Namun, semangat itu, sekali lagi semangat oportunistik, justru harus dimiliki oleh paa calon entrepreneur. Tentu, ‘kredo’ itu bukan tanpa alasan. Ada fakta sejarah, jika layak dikataan demikian, sudah terjadi dan membawa orang itu menuju kesuksesan. Siapa orang itu? Tak lain tidak bukan, Ciputra, pria kelahiran Parigi, Sulawesi Selatan.
Dia kerap menyampaikan kisahnya –dan dikutip dalam buku the Ciputra’s Way—soal oportunistik. “Suatu saat, saya berbicara dengan orang-orang di sekolah bisnis…” kata Pak Ci, ”Profesor manajemen terkejut saat saya mengatakan tidak mempunyai rencana ketika usaha kami dimulai.”
“Kami hanyalah orang-orang yang oportunistik…” tuturnya. Pasalnya, Pak Ci, melakukan apa saja yang akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. “Kami pernah membuat penanda pelanggaran pada permainan bowling, memodifikasi sebauh jam untuk menggerakan teleskop. Alat tempat kencing yang dapat memancarkan air secara otomatis.”
Bahkan, pernah membuat mesin penggetar yang mampu menurunkan berat badan. “Itulah keadaan kami saat itu dengan modal US$500, mencoba memproduksi apa saja yang dibuat orang yang mungkin bisa kami buat…”
Seorang entrepreneur sejati mengambil langkah kecil di awal perjalanannya, tetapi selalu dalam kerangka mewujudkan mimpi yang menjelam menjadi visi.
1934:Schumpeter mengatakan: Entrepreneur (wirusaha/pengusaha) adalah inovator yang menggunakan proses menghancurkan status quo dari produk dan layanan yang ada, untuk mengatur produk-produk baru, layanan baru.