Bisnis.com, JAKARTA—Awal Maret 2013, Information Sharing Center, lembaga yang didirikan Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia (ReCAAP) menghelat pertemuan di Singapura.
Ada 17 negara bergabung dalam Information Sharing Center (ISC) seperti Bangladesh hingga Denmark.
Namun, Indonesia dan Malaysia sampai kini enggan ikut masuk dalam organisasi itu.
Meski tak ikut, derajat kerja sama itu sebetulnya mempengaruhi upaya Indonesia mengamankan lautan dari tindak kejahatan maritim.
Untuk mengetahui lebih jauh soal kejahatan maritim di Asia, Bisnis mewawancarai Deputy Direktur ReCAAP Nicholas Teo melalui surat elektronik
dari Singapura. Berikut petikannya:
Apa pentingnya implementasi ReCAAP bagi negara anggota?
Tujuan utama kami atau tujuan prinsip dari pendirian lembaga ini ialah menjadi pusat informasi untuk memerangi pembajakan dan perampokan bersenjata terhadap kapal-kapal di Asia.
Beberapa negara enggan bergabung, ada dampak negatifnya?
Begini, dengan teknologi yang kini berkembang, sebuah informasi atas suatu hal itu berasal dari berbagai sumber.
Jadi, tidak selalu tergantung pada negara-negara yang belum ikut serta dalam ReCAAP.
Apakah manfaat menjadi anggota, hanya soal keamanan maritim?
Mandat lembaga ini ialah soal pembajakan dan perampokan bersenjata terhadap kapal di Asia.
Jaringan informasi diperluas hingga ke lembaga penegak hukum yang bertanggung jawab, tetapi lembaga ini juga mencakup isu-isu lebih dari ini.
Dengan begitu, negara anggota bebas menghubungi negara mitra mereka secara terpisah soal isu terkait dengan maritim.
Artinya konektivitas, setelah dibentuk bisa memberikan saluran anggota secara terpisah dapat berinteraksi satu sama lain tentang isu-isu lain.
Alasan Indonesia menolak jadi anggota karena soal kedaulatan negara. Pandangan Anda?
Perjanjian lembaga dirumuskan atas dasar menghormati kedaulatan negara anggota. Karena itu kami hanya menjadi pusat informasi, bukan pusat
operasional.
Jadi, tidak mengatur pertanggungjawaban atau respons ketika insiden terjadi.
Pertanggungjawaban atau respons harus menjadi tanggung jawab dari pihak negara bersangkutan atau negara pantai (coastal state) sesuai dengan
kebijakan nasional masing-masing.
Mereka memiliki yurisdiksi atau hukumnya sendiri.
Kami memastikan bahwa kepentingan nasional atau kedaulatan suatu negara tidak dilanggar.
Terdapat perbedaan definisi pembajakan di laut dengan definisi pembajakan di Indonesia. Pandangan Anda?
Dalam ISC ReCAAP itu sebetulnya kami mengadopsi definisi pembajakan yang sesuai dengan Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS 1982 Pasal 101 Bab VII.
Definisi itu dituangkan dalam perjanjian lembaga ini dan sama dengan yang digunakan oleh IMO [International Maritime Organization], organisasi
maritim internasional.
Definisinya sejalan dengan apa yang diterima secara internasional.
Selanjutnya kami juga mengklasifikasikan setiap kejadian dalam tiga taraf yakni CAT 1, 2, 3, dan Thief Petty.
Jadi lembaga penegak hukum bisa memakai pedoman itu dalam mengatasi kejahatan maritim di tengah keterbatasan sumber daya mereka.
[Definisi UNCLOS: suatu tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah dapat dikategorikan sebagai pembajakan bila ditujukan di laut lepas, dan di suatu tempat di luar yurisdiksi negara mana pun]
Informasi yang mengemuka, Jepang punya kepentingan dalam lembaga ini untuk menjaga Selat Malaka?
Semua negara di kawasan itu yang memiliki ketergantungan secara ekonomi dari laut akan memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung di Selat Malaka.
Itu juga bagi Singapura, karena Selat Malaka juga merupakan jalur laut utama yang digunakan untuk pengiriman internasional.
Setiap gangguan baik itu pembajakan, perampokan bersenjata, maka insiden akan berdampak pada biaya operasi dan kesejahteraan pelaut.
Andai Indonesia ikut, saat data pembajakan dipublikasikan, itu jadi citra negatif bagi kami. sementara kami tak dapat menyangkal itu.
Seperti dijelaskan, kami mengklasifikasikan pembajakan sesuai dengan Pasal 101 UNCLOS dan sesuai dengan definisi IMO yang diakui secara internasional.
Kami mengkategorikan setiap kejadian yakni CAT 1,2,3 dan Thief Petty agar bagi setiap negara anggota, dengan sumber daya terbatas, bisa memprioritaskan kewaspadaan atau perhatian ke daerah-daerah dengan potensi insiden lebih tinggi.
Dengan begitu mereka bisa mengambil tindakan yang diperlukan.
Tujuan kami untuk menekan kejahatan maritim, bukan menciptakan citra buruk bagi setiap negara.
Laporan kami adalah laporan faktual dan dikoordinasikan dengan IMO.
Rencana jangka panjang dalam ReCAAP apa saja?
Kami ingin agar negara-negara maritim bersama-sama bekerja sama memberantas kejahatan di laut sehingga pelaut kita bisa bekerja di
bawah lingkungan yang aman.
Anda punya pengalaman tahunan di Maritime and Port Authority of Singapore (MPA).
Bagaimana pola keamanan laut yang ideal?
Sebetulnya ada banyak wilayah di bawah keamanan maritim dan ReCAAP menjadi salah satu yang khusus menangani soal pembajakan dan perampokan bersenjata terhadap kapal-kapal di Asia.
Idealnya, dengan jaringan dan komunikasi antaranegara, lembaga, badan, diharapkan bisa menjadi poin utama dalam membangun hubungan satu sama lain agar saling menguntungkan di daerah lain yang menjadi perhatian.
Indonesia tengah membentuk badan tunggal penjaga laut dan pantai, pandangan Anda?
Langkah itu selalu baik dilakukan guna merampingkan proses menjaga keamanan agar lebih tinggi efektivitasnya dan lebih efisien. (ra)
Nicholas Teo: Semua Negara Berkepentingan di Selat Malaka
Bisnis.com, JAKARTA—Awal Maret 2013, Information Sharing Center, lembaga yang didirikan Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia (ReCAAP) menghelat pertemuan di Singapura.Ada 17 negara bergabung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M. Tahir Saleh
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
2 jam yang lalu