Bisnis.com, KLATEN — Kesan sederhana terpancar dari sanggar kerja milik Pramono (50) di Ngawen, Klaten, Jawa Tengah saat Tim Bisnis Indonesia Jelajah Ekspor 2025 berkunjung.
Siapa sangka, di tempat itulah lahir produk miniatur gitar yang telah dipasarkan ke Amerika Serikat (AS) selama belasan tahun, tepatnya untuk salah satu toko gitar besar di negeri Paman Sam yang juga menjual aksesoris sederet musisi terkenal.
Pramono mengisahkan bahwa dia mulanya menggeluti bisnis mebel konvensional pada medio 2000-an, tetapi kemudian kondisi pasar saat itu menghadapi dinamika dengan munculnya banyak pesaing.
Dia pun memutar otak agar usahanya tak gulung tikar. Ide baru muncul untuk mengolah kembali kayu bekas menjadi produk kerajinan.
“Saat itu harga-harganya [mebel konvensional] hancur, akhirnya kita manfaatkan limbah kayunya, untuk miniatur bikin gitar,” katanya pada Kamis (3/7/2025) sore.
Pada tahap awal, pihaknya hanya menjadi pemasok barang setengah jadi bagi pengrajin miniatur alat musik di sejumlah wilayah Jawa Tengah.
Skala usaha milik Pramono lambat laun meningkat dan miniatur gitarnya makin mengundang peminat. Memasuki 2013, dia pertama kali melakukan ekspor untuk pembeli asal AS yang menjadi mitra dagangnya hingga saat ini.
Satu buah miniatur gitar dia banderol harga US$3 hingga US$5. Per bulannya, dia mengaku dapat mengirim hingga 6.000 pcs alat musik mini itu.
Dia lantas menjelaskan bahwa miniatur gitar yang dikirim dari Klaten belum sepenuhnya jadi, tetapi masih akan ditambahkan detail lain dan pengemasan menarik.
Hasil produk dari tahap ini, yang bertemakan sejumlah band tenar seperti Metallica hingga Green Day, kemudian dijual kembali dengan harga sekian kali lipat lebih tinggi.
“Rasanya senang saja, gitu, melihat produk kita sampai ke sana,” tutur Pramono sembari menunjukkan video di media sosial yang menampilkan miniatur gitar dari sanggar kerjanya.
Saat ini, dia menyebut jumlah pegawai di sanggar kerjanya berkisar 50 orang. Tak hanya dari masyarakat sekitar, para pekerja itu juga datang dari wilayah lain seperti Indramayu.
Sebagian besar karyawannya merupakan masyarakat yang putus sekolah. Dia juga memberdayakan teman disabilitas tunawicara untuk menjadi pengrajin miniatur gitar.
Bagi Pramono, hal tersebut menjadi caranya untuk mengulurkan tangan bagi masyarakat sekitar dengan bentuk nyata.
“Kita didik semuanya, ada yang istilahnya tidak bisa baca tulis, yang tidak bisa berbicara juga ada. Ditempatkan di mana dia kemampuannya, di mana dia dibutuhkan,” pungkasnya.