Bisnis.com, JAKARTA-—Hendro Santoso Gondokusumo, Presiden Direktur dan CEO Intiland Development, telah lama malang melintang di bisnis properti.
Pria kelahiran Malang 6 September, 53 tahun silam ini merupakan pemilik dari perusahaan pengembang tersebut.
Bagaimana Hendro membangun bisnis dan pandangannya terhadap sektor properti, termasuk kondisi terkini, berikut petikan wawancaranya.
Kapan Anda memulai bisnis properti?
Saya masuk bisnis properti pada 1972. Ketika itu memang tidak ada pilihan lagi selain properti.
Entah kenapa saya merasa cocok sekali dengan properti.
Sebelum di properti, saya pernah bekerja di bidang hasil bumi, tapi kok saya tidak bisa.
Ini kembali kepada entrepreneur kita, kalau tidak suka dengan bidang kita, maka kita tidak akan bisa mengembangkan.
Sejak itu saya be lajar me nekuni properti lebih dalam.
Apa alasan Anda jatuh hati dalam bisnis properti?
Menurut saya, kalau suatu negara sudah berkembang yang pertama harus diperhatikan adalah soal makanan, pakaian, dan terakhir adalah papan.
Saya melihat papan, dalam hal ini adalah properti sangat potensial untuk dikembangkan, walau pernah jatuh.
Bisnis apa pun pasti akan mengalami penurunan, dan saya dulu mengalaminya saat krisis 1998.
Saya rasa semua pengusaha properti saat itu mengalaminya. Kita setengah mati sekali saat itu.
Namun, prinsipnya satu, ada masalah apapun kita harus berani menghadapi.
Dan beruntungnya saya didukung oleh manajemen yang selalu mendampingi saya, walau sebenarnya mereka bisa mencari usaha lain, tetapi kita sama-sama berjalan untuk mengembangkan perusahaan.
Intiland bisa restructuring itu butuh waktu 10 tahun, karena perusahaan masih harus membayar bunga-bunga bank, sebelum membangun lagi.
Bagaimana perkembangan properti saat ini?
Dengan kondisi ekonomi kita sekarang ini, seperti nilai tukar rupiah yang jatuh, bukan berarti bisnis properti jatuh atau turun, ini masih terlalu
awal.
Kondisi 1998 dengan sekarang itu berbeda, situasinya juga tidak sama.
Walau sedang ada gejolak, tetapi jumlah kelas menengah kita lebih banyak daripada dulu.
Kalau dilihat, harusnya tidak ada apa-apa karena struktur negeri kita lain.
Pasar kita di sini masih banyak.
Kalau di tengah kota besar, pengembangan konsep mixed use (kawasan terintegrasi) itu sangat penting, karena orang semakin lama lelah harus beraktivitas mulai dari bekerja, istirahat dan liburan di lokasi yang jaraknya jauh.
Sekarang orang butuh satu tempat yang bisa untuk bekerja, istirahat dan berlibur.
Kalau di wilayah atau daerah, perlu ada ekspansi kawasan industri. Kalau kita analisa mengenai industri, banyak perusahaan asing seperti Amerika masuk ke Asia.
Mereka melihat pasar di Asia dari segi jumlah penduduknya. Mereka masuk ke China karena penduduknya banyak dan China pun sukses.
Melihat ke bawah lagi ada Taiwan, Korea Selatan dan Utara, Thailand, Filipina, kecuali Singapura yang penduduknya hanya sedikit.
Jadi, orang sekarang melihat bahwa penduduk yang banyak bukan lagi beban, tetapi mereka adalah pasar.
Dan Indonesia sekarang menjadi alternatif mereka karena pasar kita banyak.
Ini kan suatu momentum. Jepang salah satu Negara yang lebih banyak melihat Indonesia untuk masuk pasarnya.
Bagaimana membangun kepercayaan investor asing terhadap Indonesia?
Kita harus lebih terampil. Tenaga kita memang masih murah, untuk itu negara kita perlu pendidikan yang lebih bagus agar tenaga kerjanya lebih
terampil.
Karyawan bisa saja minta gaji besar, tetapi syaratnya harus terampil. Kalau kita tidak terampil, kita bisa dimainkan negara lain, dan bisa jadi mereka tidak akan lagi investasi di sini.
Lalu apa yang dilakukan Intiland melihat struktur negara kita?
Kalau bicara pasar, dalam 3 tahun ini luar biasa. Saya sedang mengerjakan proyek Ngoro Industrial Park di Jawa Timur.
Saya melihat di sana sangat potensial dan banyak profil industri-industri besar yang masuk.
Banyak industri dari Jawa Barat juga masuk ke Jawa Timur karena penduduk di Jawa Timur ini besar.
Banyak pengembang juga yang mulai masuk kawasan industri di sana.
Dalam hal kompetisi itu pasti ada, tapi kita tidak pernah takut karena itu menjadi tantangan buat kita bekerja lebih baik.
Sebagai pengusaha, kita harus lebih jeli melihat pasar. Kami masuk ke segala properti, mulai dari kawasan industri, residensial, dan ritel, kecuali mal.
Mungkin untuk mal belum ada kesempatan, jadi kami akan membuat properti yang bisa melengkapi properti yang lain. (ra)