Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perempuan Tangguh, Mapan Direngkuh

Bisnis.com, JAKARTA - Dewasa ini, meski tidak selalu, pendidikan formal—secara tidak langsung—turut juga  memengaruhi wawasan perempuan untuk menjadi wirausahawan.

Bisnis.com, JAKARTA - Dewasa ini, meski tidak selalu, pendidikan formal—secara tidak langsung—turut juga  memengaruhi wawasan perempuan untuk menjadi wirausahawan.

Di luar itu, masih dibutuhkan kreativitas. Perempuan yang kreatif akan menentukannya menjadi seseorang yang lebih terbuka dalam menerima peluang dan menggunakan potensi yang ada.

Argumentasi tersebut terungkap dari paparan di acara Ernst and Young Entre­pre­­neu­­rial Winning Women 2013, Rabu (18/9), sebagai ajang pemberian penghargaan atas se­­jumlah finalis wanita wi­­rausaha Indonesia yang dinilai berpikir besar dan berani.

Rene Suhardono, Founder PT Indonesia Lebih Baik—sa­­lah satu pembicara dalam aca­­ra tersebut –beranggapan, menjadi seorang pengusaha adalah hak dari setiap orang, baik perempuan atau laki-laki. Namun saat ini yang ada di Indonesia adalah justru perempuan diposisikan sebagai pe­­main belakang dalam sebuah rumah tangga.

Itu menjadi problem yang sangat serius dan harus segera ditangani. Tatanan perempuan sebagai second liner dalam ke­­luarga pun harus segera dirombak dengan pemberdayaan yang masif untuk perempuan. “Perempuan harus berusaha dan menghasilkan,” katanya.

Selain itu, anggapan umum bahwa peran perempuan hanya sebatas rumah dan keluarga pun harus diubah. Persepsi ini, pasalnya secara tidak langsung membatasi gerak perempuan untuk bisa mulai bekerja dan membantu perekonomian keluarga. Padahal sebenarnya perempuan tetap dapat menjalankan usaha, tanpa harus mengorbankan keluarga.

“Mereka [perempuan] pun kini sudah mematahkan kesepakatan publik ataupun anggapan bahwa perempuan hanya mampu bekerja di dapur. Second liner di keluarga. Ya, mereka sudah mampu menye­tarakan usahanya dengan je­­nis-jenis kegiatan yang biasa dilakukan oleh laki-laki,” ungkap Rene.

Dia menambahkan untuk menjadi seorang perempuan entrepreneur, selain membutuhkan tekad atau passion juga dituntut tangguh dan tegas. Tangguh dalam pengertian berani menghadapi masalah hingga menemukan solusinya, dan menjadi tegas dalam artian berani menentukan keputusan.

Untuk menjadi seorang pengusaha, perempuan tidak sekadar dituntut mengerti sebuah masalah yang ada di sekitarnya. Perempuan, paparnya, juga harus mampu memecahkan masalah dengan kemampuannya. Mereka diharapkan mampu menganalisis suatu masalah serta memecahkannya secara ilmiah. “Entre­­preneur, bisa menganalisis masalah dengan mengumpulkan data dan mengolahnya, lalu menarik kesimpulan.”

Dalam acara tersebut, dipaparkan bahwa keterampilan dan keuletan perempuan akan menjadi bekal terbaik bagi mereka untuk memecahkan masalah usaha atau bisnis yang dijalaninya. Meski tak banyak persoalan terselesaikan dengan baik, keputusan akhir yang diambilnya-lah yang akan sangat menentukan. “Dengan begitu, womenpreneur bisa berpikir reflektif terhadap suatu masalah. Dengan itu pula, maka perempuan akan menemukan peluang, lapangan kerja atau bahkan mencipatakan lapangan kerja bagi orang lain,” kata Rene.

Lebih jauh, kesempatan menjadi begitu penting bagi kaum Hawa terutama untuk membuka relasi dan membentuk jejaring bisnis. Perempuan di satu sisi, lebih sederhana dibandingkan dengan pria dalam membangun jejaring ini. Konsep kedekatan antarperempuan pun kerap menjadi titik awal untuk membentuk jejaring yang kuat. Bahkan lebih kuat jika dibandingkan dengan pendekatan manajerial dalam hubungan business-to-business yang umum dipilih oleh kaum Adam.

Menjadi perempuan entrepreneur sulit tercapai jika akses permodalan juga minim. Faktor inilah yang sering menjadi hambatan bagi mereka yang baru memulai usaha. Padahal, ada ‘1001’ cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan modal usaha, misalnya dengan mengajukan pinjaman ke bank, ke koperasi yang memiliki bunga yang rendah ataupun berkolaborasi dengan mitra usaha.

Satu survei dari Booz & Company menemukan bahwa memperluas lapangan kerja bagi perempuan bisa memberi dampak langsung terhadap produk domestik bruto (PDB). Artinya, jika perempuan diberi kesempatan, mereka mampu berusaha seperti halnya laki-laki yang mampu meningkatkan pendapatan dengan cukup signifikan. Dari survei itu disebutkan, perempuan mampu memberi kontribusi peningkatan PDB hingga 5% di Amerika Serikat, bahkan dapat mencapai 9% di Jepang, 12% di Uni Emirat Arab, dan 34% di Mesir.

Yulisianne Sulistyawati, President Director PT Pazia Pillar Mercycom, mengatakan dalam memulai usaha, perempuan di Indonesia seharusnya lebih mampu berwirausaha jika dibandingkan dengan kaum laki-laki. Pasalnya, perempuan di Indonesia sudah ditakdirkan berada di comfort zone di keluarga. Bahkan, sudah diajarkan dan tertanam sejak kecil bahwa kepala rumah tangga adalah suami.

Dengan konsep itu, beban rumah tangga sudah ditanggung suami. Berarti perempuan tidak begitu ada beban karena sudah ditanggung suami. Saat berada di comfort zone, harusnya perempuan lebih berani keluar. Sangat berbeda dengan laki-laki jika harus keluar dari zona nyaman. “Laki-laki harus me­­mikirkan keluarga saat menentukan keluar dari zona nyaman.”

Rencana Usaha

Dengan itu, perempuan se­­harusnya jauh lebih tidak takut untuk mempunyai rencana berusaha, karena jika gagal masih ada suami yang akan menopang seluruh kebutuhan. Jika Plan A meleset, perempuan lebih leluasa menyusun Plan B sampai Z atau sampai berhasil. “Artinya dengan keleluasaan itu, perempuan harus banyak mempunyai ide untuk berwirausaha.

Dalam menjalankan usahanya di bidang teknologi informasi, Sianne, sapaan akrabnya, sudah lebih dulu keluar dari zona nyaman dan mengenyam kegagalan dalam memulai usaha. “Pada 1991, saat saya kuliah saya sudah menjabat sebagai salah satu manajer di perusahaan teknologi informasi terkemuka di Indoensia dengan gaji Rp2 juta pada waktu itu.”

Namun selama 15 tahun malang melintang di perusahaan teknologi informasi (TI), kejenuhan melanda. Setelah itu, Sianne mulai memberanikan diri memacu bisnis di bidang makanan. Sangat berbeda dengan background pengetahuannya.

Dia memberanikan diri membuka gerai es krim di pinggiran Jakarta. Setelah 4 bulan, Sianne pun menutup usahanya dan kembali berusaha di bidang TI. Ia mendirikan Pazia pada Juli 2004.

Sejak 2010, Pazia memfokuskan unit usaha pada pengembangan di bidang ritel dengan nama Pazia Shop. Hingga saat ini ada 21 gerai telah beroperasi di berbagai pusat perbelanjaan bergengsi di Jakarta dan sejumlah kota besar lainnya di Indonesia.

Lain Sianne, lain pula Prita Kemal Gani, entrepreneur yang berhasil mengembangkan London School of Public Relations (LSPR). Ya, saat ini Prita menjabat sebagai chief executive officer di LSPR.

Awalnya, dia hanya merasa prihatin terhadap dunia public relations di Indonesia. Namun Prita justru mengemas itu sebagai peluang usaha. Prita merintis pendidikan PR profesional pertama di Indonesia.

Dulu, cerita Prita, harus lebih dulu bandel dari ibunya yang menyuruh sekolah di bidang perhotelan. Ibunda berencana, Prita harus mampu mengembangkan bisnis usaha hotel milik keluarganya. Namun cerita berawal lain saat Prita mendirikan LSPR. “Saya jatuh cinta di dunia ke-PR-an,” ujar perempuan lima bersaudara ini.

Berangkat dari kecintaan itu, Prita menekuni sekolah ke-PR-an yang berujung di LSPR.

Secara detail, sebelum menjadi sekolah tinggi, LSPR adalah sebuah kursus yang didirikan pada 1992. Setelah 7 tahun, pada 1999 akhirnya lembaga tersebut diresmikan menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ko­­mu­­nikasi yang cukup bergengsi di Indonesia. Prita memimpin langsung lembaga itu dengan menjabat sebagai direkturnya.

Saat ini, selain sebagai entrepreneur, dia juga dipercaya menjabat Ketua Umum Per­­him­punan Hubungan Masya­­rakat Indonesia (Perhumas) periode 2011 hingga 2014. Prita adalah perempuan pertama yang menjabat posisi itu.

Cerita lain diungkapkan Stephanie Hermawan anak sang pakar pemasaran Her­­ma­­wan Kartajaya. Dengan modal nekat, Stephanie lepas dari bayang-bayang sang ayah.
Stephanie mendirikan Arbor & Troy, persewaan furnitur bergaya AS dengan pasar apartemen ekspatriat di Jakarta.

Tanpa modal, dia bersama tiga teman kuliahnya berpartner menjawab tantangan persewaan apartemen yang disewakan tanpa peralatan, alias kosongan. Dari telaah masalah yang muncul, obrolan bisnis yang sempat ngalor-ngidul dengan tiga temannya itu pun mengarahkannya pada ide untuk membuat usaha rental furnitur.

Stephanie dan tiga temannya menyewakan furnitur dengan desain-desain unik milik Arbor & Troy. Dia mencari material sendiri, hingga di luar pulau untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Dari situ kemudian usahanya berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper