Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Judi 'Jack' Achmadi : Memimpin dengan Gaya I Mode

Bisnis.com, JAKARTA - Saat tiba di kantor Telkom Sigma lantai 7 Menara DEA di Kawasan Mega Kuningan, saya sempat ragu sesaat: “Ini kantor atau restoran? Jangan-jangan salah masuk,” pikir saya.

Bisnis.com, JAKARTA - Saat tiba di kantor Telkom Sigma lantai 7 Menara DEA di Kawasan Mega Kuningan, saya sempat ragu sesaat: “Ini kantor atau restoran? Jangan-jangan salah masuk,” pikir saya.

Di ruangan tersebut tertata rapi banyak meja dengan kursi mengelilinginya, mirip penataan ruang restoran. Di tiap meja terlihat orangorang sedang sibuk menggunakan laptop-nya masing-masing sambil nyamil dan minum teh atau coffee late.

Sementara itu, di ruang lain tampak beberapa orang sedang berdiskusi serius mengelilingi sebuah meja besar. Di pojok ruang terlihat dua orang sedang ‘mojok’ duduk di sofa membincangkan sesuatu.

Saya pun memutuskan naik ke lantai 8 untuk mencari kantor Telkom Sigma. Namun, lagi-lagi yang saya dapati tidak mirip kantor tetapi sebuah tempat yang tertata rapi dengan didesain layaknya ruang tamu rumah. Beberapa ornamen seni dan hiasan unik menempel di dinding. Di beberapa sisi ruang ditempatkan vas bunga dan kursi sehingga mirip sebuah taman kecil.

Belum hilang rasa bingung, tiba-tiba muncul seorang pria menyalami. “Saya Jack,” katanya seraya memberikan kartu nama. Di kartu namanya tertulis: Judi Achmadi (JAC) dengan jabatan President Director Telkom Sigma. Ooowh..dialah pria yang ingin saya temui.

Gayanya begitu bersahaja, mudah akrab serta banyak canda. Mungkin karena dia tumbuh besar di Surabaya sehingga kadang muncul gayanya yang slengekan khas Jawa Timuran. Namun, di balik kebersahajaannya itu tersimpan semangat dan ambisi yang besar.

Ambisi ini terlihat setidaknya dari obsesinya yang ingin menghasilkan karya besar seperti Jack Walch, CEO dan Chairman General Electric (1981-2001). Itu pula alasan mengapa dia lebih suka disapa Jack, seperti tertulis dalam kartu namanya.

Dia mengaku terus terang sangat mengagumi Jack Welch karena memberikan banyak inspirasi terutama dalam cara mengelola perusahaan termasuk gaya kepemimpinan. “One day saya ingin seperti Jack Welch.”

Dalam memimpin perusahaan, Judi ‘Jack’ Achmadi memilih menerapkan pendekatan practical dengan sebanyak mungkin menghabiskan waktu bersama pegawainya yang disebutnya sebagai gaya kepemimpinan “I mode” yang intinya dirinya menjadi role model atau teladan bagi semua bawahannya. “Gaya kepemimpinan ini saya tiru dari Jack Welch,” ujarnya.

Gaya kepemimpinan itu diterapkannya sebagai bagian dari upaya membangun tim yang solid. Sebab, baginya tim yang solid hanya dapat terbentuk apabila seluruh orang-orang yang terlibat di dalamnya merasakan kebersamaan dan meniadakan perbedaanperbedaan yang tidak perlu.

Dengan adanya rasa kebersamaan, arus komunikasi akan mengalir lancar tanpa hambatan sehingga setiap persoalan yang dihadapi perusahaan dapat lebih mudah dipecahkan bersama.

“Oleh sebab itu, yang saya lakukan bukan sekadar me-manage orang tetapi lebih dari itu adalah me-lead orang. Me-manage itu cenderung text book, sedangkan me-lead itu harus dilakukan dengan memberikan teladan, yang hanya bisa dilakukan jika saya setiap hari dekat dengan pegawai,” kata ayah dari dua anak ini.

Dia menganggap soliditas tim dan rasa kebersamaan sebagai hal yang sangat esensial terlebih perusahaan yang dipimpinnya bergerak di bisnis IT dan data center, di mana banyak orang-orang IT di dalamnya.

Di Telkom Sigma, eksistensi orang-orang IT memang sangat penting karena merekalah yang mengembangkan berbagai aplikasi dan solusi layanan teknologi informasi sehingga menempatkan perusahaan ini sebagai pemimpin pasar di bisnis IT services.

Bagi PT Telkom Tbk sebagai induk perusahaan, keberadaan Telkom Sigma juga sangat strategis untuk mendukung bisnisnya yang berfokus pada telecommunication, information, media, and edutainment (TIME).

Setiap penjualan senilai Rp1 oleh Telkom Sigma akan menghasilkan pendapatan Rp6 bagi induk perusahaan. “Misal, ketika Telkom Sigma menjual aplikasi ke Puskesmas, secara otomatis mereka akan beli speedy, telpon dan sebagainya. Multiplier effect-nya sangat besar.”

Namun, memimpin dan mengelola sumber daya manusia yang terdiri dari orang-orang IT bukanlah pekerjaan mudah. Ada cara-cara yang lebih spesifik agar mereka dapat bekerja optimal untuk perusahaan.

Cara bekerja dan berpikir orang-orang IT, kata Jack, lebih mirip dengan seniman. Mereka bekerja sesuai dengan keinginan dan kreativitas sendiri, tidak atas dasar instruksi. “Treatment terhadap para ‘seniman’ kan beda. Dan ini butuh strategi khusus,” ujarnya.

Menurutnya, tantangan terbesar memimpin orang-orang yang berkecimpung di dunia IT adalah bagaimana membuat mereka happy, betah dan nyaman bekerja. “Jika merasa happy, mereka akan stay, tetapi kalau tidak betah mereka akan pergi dan perusahaan lain sudah siap menanti.”

Untuk menciptakan kenyamanan bekerja, Jack merancang suasana kantor yang menyenangkan. Ruang kerja didesain sedemikian rupa sehingga terkesan hommy, serasa berada di rumah sendiri. Sementara ruang kerja lainnya di-setting fl eksibel ala restoran
untuk menimbulkan kesan ‘santai’ sehingga perasaan ‘tertekan pekerjaan’ dapat dieliminir.

Dengan suasana yang dibuat rileks, diharapkan gagasan dan ide-ide kreatif dari orang-orang IT akan bermunculan. “Desain ruang ini saya pakai konsep warteg [warung tegal]. Anda kan merasa nyaman saat duduk di warteg. Itulah yang saya inginkan.”

Penjelasan soal tata ruang kerja ini sekaligus menjawab kebingungan saya saat pertama kali memasuki kantor Telkom Sigma.

MENGELOLA SDM

Sebagai orang yang telah 20 tahun menekuni dunia IT, Jack memahami benar cara terbaik mengelola sumber daya manusia, yang tidak cukup hanya dengan mendesain ruang kerja saja.

Ada kiat lain yang lebih penting yang disebutnya sebagai pendekatan 3C yakni pertama, Chief Set atau mengembangan soft skill karyawan secara berkesinambungan sebagai bagian dari upaya mempersiapkan mereka menjadi IT leader suatu saat nanti.

Kedua, Certifi cation yakni melakukan sertifikasi terhadap semua orang-orang IT di perusahaan melalui lembaga sertifi kasi yang kredibel sebagai wujud pengakuan atas kapasitas dan kemampuan mereka.

Ketiga, Competency yakni terus menerus mengembangkan pengetahuan orang-orang IT sehingga semakin mumpuni di bidangnya. “Orang-orang IT di Telkom Sigma itu pinter-pinter. Akan tetapi kalau tidak mengantongi sertifi kat, dia tidak akan dapat rate gaji yang bagus. Karena itu, kami senantiasa mengembangan kompetensi mereka,” ujar Jack yang anak tentara itu.

Lewat pendekatan 3C tersebut, Jack yakin mampu menghadapi tantangan yang kompleks dalam mengelola karyawan, terutama terkait dengan penghargaan perusahaan terhadap insan IT.

Dengan begitu, meskipun gaji rata-rata orang IT di perusahaan dalam negeri pada umumnya tidak setinggi perusahaan asing, tetapi ada peluang lebih besar untuk menjadi leader-leader di bidang IT. “Di perusahaan asing meskipun gaji besar belum tentu ada peluang menjadi leader”. Itu yang kami janjikan.”

Namun, dia mengakui dari semua kiat memimpin dan mengelola orang-orang di dalam perusahaan, hal yang terpenting adalah nguwongke wong (memanusiakan manusia). “Pada hakekatnya setiap manusia itu sama. Mereka hanya beda dalam peran dan tugasnya saja,” jelas Jack.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Chamdan Purwoko
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (29/9/2013)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper