Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KIAT MANAJEMEN: Mengatasi Ketertutupan Perusahaan Keluarga

Jose Luis Cutrale adalah pinpinan Cutrale Group, sebuah perusahaan raksasa penghasil jeruk asal Brasil. Sebagian orang yakin ia adalah orang terkaya di Negeri Samba itu. Disebut sebagian karena namanya memang tidak pernah tercantum dalam daftar para milyuner.
   Pemimpin perusahaan keluarga perlu menciptakan saluran dan frum yang memungkinkan karyawan dan anggota keluarga mengemukakan dengan bebas pendapat mereka. /
Pemimpin perusahaan keluarga perlu menciptakan saluran dan frum yang memungkinkan karyawan dan anggota keluarga mengemukakan dengan bebas pendapat mereka. /

Jose Luis Cutrale adalah pinpinan Cutrale Group, sebuah perusahaan raksasa penghasil jeruk asal Brasil. Sebagian orang yakin ia adalah orang terkaya di Negeri Samba itu. Disebut sebagian karena namanya memang tidak pernah tercantum dalam daftar para milyuner.

Ia jarang difoto dan sangat terobsesi kepada keamanan. Saking terobsesinya, anggota keluarga tidak mau bepergian menggunakan mobil dan pesawat yang sama. Ia dan keluarganya tinggal di sebuah perdesaan di negara bagian Sao Paolo. Tempat tinggalnya dikelilingi pohon jeruk yang menjadi sumber penghidupan dan kekayaan mereka.

Cutrale jarang berbicara kepada media. Hal ini dikonfirmasi oleh Flavio Viegas, Ketua Asosiasi Petani Jeruk. Menurut Viegas, Cutrale luar biasa tertutup. Dia ingat saat duduk bersama di meja negosiasi bersama Cutrale dan ayahnya yang meninggal pada 2004. Cutrale hanya berbicara beberapa patah kata.

Meski keluarganya memiliki pabrik pengolahan jeruk di Portugal dan menjadi salah satu pelaku bisnis terkemuka di Florida, Amerika Serikat, bisnis intinya tetap lah berada di Brasil.

Cutrale merupakan satu dari tiga perusahaan yang beroperasi di Brasil yang menguasai 80% pangsa pasar jus jeruk. Berdasarkan data resmi, nilai ekspor Cutrale dari Brasil tahun lalu mencapai US$1,7 miliar.

Baru-baru ini, Cutrale keluar dari zona nyamannya dengan mengajukan tawaran kepada Chiquita, perusahaan raksasa produsen pisang, senilai US$625 juta, untuk mengakuisisi perusahaan itu.

Untuk kepentingan ini, Cutrale menggandeng kelompok investasi Safra Group. Safra dimiliki oleh Joseph Safra, orang terkaya kedua di Brasil versi majalah Forbes. Namun Chiquita menolak penawaran ini.

Alasannya, tawaran itu tidak memadai dan tidak menguntungkan bagi kepentingan pemegang saham Chiquita. Cutrale dan Safra ingin menggagalkan rencana Chiquita untuk bergabung dengan Fyffes PLC, perusahaan asal Irlandia. Penggabungan ini akan menghasilkan sebuah perusahaan produsen pisang terbesar di dunia.

Agaknya, keinginan Cutrale mengakuisisi Chiquita ini dilatarbelakangi berubahnya selera pasar. Tanaman petani jeruk di Brasil dan Florida terserang hama yang mematikan. Pada saat yang sama, jus jeruk tidak lagi menjadi menu utama saat sarapan, digantikan oleh kopi dan sereal.

Menurut Marcos Fava Neves, pakar strategi dari Universitas Sao Paolo, pasar jus jeruk sudah masuk ke tahap kedewasaan dan mulai memasuki masa penurunan. Nevers menambahkan Chiquita adalah merek yang akrab di telinga konsumen, sedangkan Cutrale pada saat ini hanya dikenal oleh kalangan grosir.

Sikap perusahaan keluarga yang cenderung tertutup dan rahasia seperti Cutrale banyak dijumpai. Sebenarnya sikap semacam ini sah-sah saja karena memang ada hal-hal yang sepatutnya dirahasiakan, semisal strategi-strategi bisnis tertentu.

Namun menjadi masalah jika sikap tertutup dan rahasia ini ditampakkan berlebihan. Sikap yang dikeluhkan bukan hanya oleh orang awam, melainkan juga oleh karyawan dan bahkan anggota keluarga.


Kendali Keluarga
Pertanyaannya, mengapa banyak perusahaan keluarga mengambil sikap yang demikian itu? Alasannya bisa bermacam-macam. Banyak dari mereka yang tidak ingin pihak lain menangguk keuntungan atau memanfaatkan kelemahan akibat terungkapnya informasi yang berkenaan dengan perusahaan.

Misalnya kompetitor yang mengeksploitasi kelemahan-kelemahan perusahaan. Atau karyawan yang memutuskan hengkang setelah mengetahui carut-marutnya perusahaan. Selain itu, dapat pula terjadi karena pimpinan perusahaan menumpuk-numpuk kekayaan secara tidak wajar, sedangkan kesejahteraan karyawan dan masyarakat sekitar tidak meningkat.

Alasan lainnya adalah pimpinan yang tidak mau kehilangan dominasi dan kendali atas perusahaan. Hal ini biasa terjadi pada pendiri atau generasi pertama. Seperti jamak dijumpai, biasa pendiri mengendalikan nyaris seluruh urusan dalam perusahaan, bahkan untuk hal sepele sekali pun.

Namun jika perusahaan semakin besar, bantuan pihak lain, khususnya dari luar keluarga tentu diperlukan. Sayangnya, banyak pemimpin yang tidak mau menerima kenyataan ini. Sebagai pelampiasan, mereka menutup-nutupi banyak informasi penting guna menunjukkan bahwa mereka masih punya kuasa dan wewenang.

Apapun alasannya, sikap tertutup dan rahasia yang berlebihan akan berdampak negatif. Suasana kerja menjadi tidak nyaman. Hubungan antar karyawan dan keluarga terganggu. Karyawan bisa tidak leluasa menjalankan tugasnya lantaran informasi-informasi yang disembunyikan. Kinerja pada gilirannya akan merosot.

Mengatasi Ketertutupan
Lantas bagaimana mengatasi ketertutupan dan kerahasian yang berlebihan ini? Pertama, membuat rencana bisnis yang komprehensif. Banyak pemilik sulit membagi visi mereka kepada karyawan dan keluarga karena mereka sendiri tidak memiliki gambaran jelas mengenai hal ini.


Oleh karenanya pemimpin dapat menyusun rencana bisnis yang komprehensif, yang mau tidak mau harus melibatkan orang lain.

Kedua, bersedia mendengarkan pandangan orang lain, termasuk karyawan nonkeluarga. Banyak pendiri yang enggan mendengarkan pendapat orang lain, sebaliknya mereka menuntut agar orang lainlah yang harus mendengarkan dirinya.

Pemimpin perusahaan keluarga perlu menciptakan saluran dan fórum yang memungkinkan karyawan dan anggota keluarga mengemukakan dengan bebas pendapat mereka.

Ketiga, ciptakan evaluasi kinerja dua arah. Jika pimpinan ingin mendorong komitmen dan kinerja karyawan, ciptakanlah proses evaluasi kinerja dengan cara tertulis untuk seluruh karyawan, termasuk anggota keluarga.

Mulailah dengan mendefinisikan dengan tanggung jawab dan tujuan pekerjaan, diikuti oleh penilaian secara konstruktif mengenai kemajuan yang dicapai. Setiap karyawan ingin mengetahui ekspektasi perusahaan terhadap mereka, pencapaian pada waktu tertentu, serta cara memperbaiki kinerja.


Penulis:
Patricia Susanto
CEO of The Jakarta Consulting Group

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Patricia Susanto
Editor : Setyardi Widodo
Sumber : Bisnis Indonesia Week End edisi 24/8/2014
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper