Sejarah selalu mengajari dan menghibur kita dengan kisah kepahlawanan yang dramatis. Mereka yang bertempur, mereka yang mengorbankan nyawanya, mereka yang dengan gagah berani berjuang untuk sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Demi bangsa. Dengan tindakan yang amat heroik.
Bayangkan, mereka rela meninggalkan keluarga, berdiri di depan senjata, tak menghiraukan bahaya, bahkan nyawanya. Bisakah dibayangkan, kalau sekarang ini, kita dituntut untuk melakukannya? Membawa senjata, lantas tiarap di antara desingan peluru yang setiap saat bisa mengambil nyawa kita. Bagi saya, sungguh tak terbayangkan untuk melakukan hal seperti itu!
Pada masa sekarang, rasanya bagi kita akan sulit untuk menemukan pahlawan seperti itu lagi. Apalagi, di era sekarang tidak ada lagi pertempuran dan peperangan di Tanah Air kita. Ini, bukan lagi masa perang di mana orang melihat profil pahlawan seperti dalam cerita sejarah. Makin sulit untuk melihat seorang pahawan yang mengangkat senjata, berjuang hidup dan mati demi tanah airnya. Masa perang telah lama usai.
Namun,...masih bisakah kita melihat pahlawan dalam kehidupan kita sehari-hari? Hal yang jelas, kita semua sadar bahwa hal-hal yang perlu diperjuangkan, terus-menerus akan tetap muncul dan tetap ada.
Kita semua masih punya mimpi, punya harapan dan punya perjuangan dalam diri kita dan kita menginginkan kehidupan dan kondisi yang lebih baik. Dan itulah sebenarnya yang diperjuangkan oleh pahlawan masa sekarang ini.
Seorang Ibu yang kehilangan suaminya. Namun, penuh tekad membesarkan anak-anaknya sendirian. Berjuang, dan bersusah payah sehingga anaknya bisa bersekolah dan sukses. Si Ibu itu sama sekali tidak mengeluh. Bukankah Ibu itu layak disebut sebagai pahlawan?
Atau seorang pimpinan yang berusaha sekuat tenaga menyelamatkan bisnisnya. Karena tahu bahwa ia sedang memberi makan bagi puluhan dan ratusan orang. Dengan niat yang tulus ia berjuang! Bukankah ia pun dapat disebut sebagai pahlawan? Khususnya bagi karyawan-karyawannya.
Seorang pejabat yang duduk di DPR. Sementara koleganya banyak terlibat dalam proyek palsu, jalan-jalan fiktif dan terbiasa menerima suap. Namun, dengan tegar ia tegak diatas prinsipnya. Tidak ingin makan dari uang yang bukan haknya. Tidak ingin memberikan makan kepada keluarganya dengan uang haram yang bukan miliknya.
Sekalipun, untuk itu ia harus berkeringat dingin melawan semua godaan maupun cibiran dari rekan-rekannya, serta terus memperjuangkan sesuatu yang baik bagi masyarakat melalui ide dalam undang-undang yang dihasilkannya. Bukankah ia tepat disebut pahlawan? Jadi pertayaannya, apa saja yang dibutuhkan oleh pahlawan dewasa ini?
Lagu Mariah Carey berjudul ‘Hero’ punya lirik yang menarik. “There’s a hero if you look inside your heart, you don’t have to be afraid of what you are. There is an answer if you reach into your soul”. Jadi ada pahlawan dalam diri kita, kalau kita sungguh-sungguh mencarinya.
Menciptakan Pahlawan
Nah, dengan berbagai contoh kisah di atas, bisakah kita simpulkan bagaimanakah menciptakan pahlawan di masa sekarang ini? Apa saja yang kita butuhkan?
Pertama, kepahlawanan dimulai dengan sebuah niat yang tulus. Menariknya, seringkali yang kita sebut sebagai pahlawan sekarang ini, awalnya sama sekali tidak punya impian dan cita-cita menjadi pahlawan.
Mereka hanya digerakkan oleh sebuah keprihatinan, keinginan untuk membantu dan menolong ataupun menciptakan situasi yang lebih baik. Justru karena tidak ingin menjadi pahlawan, tindakan mereka bukanlah tindakan yang dibuat-buat.
Sebagai contoh, Robin Lim seorang wanita berkebangsaan asing yang membantu persalinan sehat di sekitar Bali. Kliniknya telah membantu kelahiran ribuan bayi. Tindakan ini didorong niatnya yang tulus setelah kematian adik serta kehilangan bayinya sendiri.
Usahanya tak kenal lelah dan akhirnya pers pun meliputnya. Ia pun menerima berbagai penghargaan, termasuk sebutan pahlawan masa kini oleh CNN. Namun, kalau ditanya, Robin pasti tidak pernah berpikir ingin menjadi seorang pahlawan. Tindakannya lahir dari niatnya yang tulus.
Kedua, ada langkah nyata yang dilakukan. Melakukan hal yang baik tidaklah gampang. Kadang ada yang justru merasa malu, menunggu orang lain yang melakukan ataupun merasa ada orang lain yang lebih tepat untuk melakukannya.
Akibatnya, orang ini menunggu. Inilah yang dalam psikologi disebut sebagai by stander effect atau efek penonton. Nah, berbeda dengan kebanyakan orang yang menonton dan menunggu, seorang yang sungguh disebut sebagai pahlawan melakukan suatu tindakan.
Sebagai contoh adalah seorang pilot Indonesia bernama Budi Soehardi yang membangun Panti Asuhan Roslin di Kupang untuk membantu anak-anak korban kerusuhan di Timor Leste 1999. Sebagaimana pengakuannya, pada awalnya hanya sekadar men-drop bantuan dalam tugasnya sebagai pilot.
Namun, akhirnya ia tidak tega meninggalkan anak-anak yatim piatu begitu saja. Ia tergerak bertindak lebih jauh dan memberikan rumah tampung bagi mereka. Berkat usahanya, Budi menjadi salah satu orang langka di Indonesia yang mendapatkan penghargaan ‘pahlawan’ oleh CNN.
Ketiga, konsisten melakukannya. Gigih, itulah kata yang tepat buat mereka. Di manapun kapan pun mereka terus-menerus memperjuangkan niat mulia mereka. Dalam tulisan mereka, dalam obrolan mereka, bahkan dalam status media social mereka, seakan-akan hal ini menjadi obsesi mereka.
Dunia ini masih akan terus membutuhkan pahlawan. Dan mari kita menjadi pahlawan, minimal buat diri kita sendiri. Jadi pahlawan, bukan dengan hal-hal yang spektakuler tetapi dengan melewati segala kesulitan, masalah, penderitaan kita tanpa mengeluh.
Sementara, kita sendiri mengorbankan diri kita untuk sesuatu yang lebih baik bagi diri kita maupun orang-orang yang kita kasihi. Itulah bentuk kepahlawanan sederhana. Demi suatu tujuan yang mulia, sehingga kita pun bisa menjadi teladan bagi orang disekitar kita. Sebab saya sendiri percaya sekali bahwa kepahlawanan sebenarnya dimulai dari keteladanan sederhana.
Dalam salah satu sharing tentang tokoh inspirasional yang mengubah kehidupan mereka, seorang remaja berkata, “Saya kagum dengan ayahku. Posisinya biasa-biasa saja kalau dibandingkan dengan bapak teman-temanku yang lain. Namun, bapakku selalu menciumi dan mengantarkanku ke sekolah dengan motor bututnya. Ayahku tak kenal lelah bekerja di warungnya dan selalu tersenyum dan suka bercerita dengan para pelanggannya. Ketika pulang ia berusaha menemaniku belajar, meskipun ia sendiri tidak bisa mengajari saya. Dialah pahlawanku.”
Ketika mendengarkan sharing anak remaja tersebut, saya hanya merenung, bagaimanakah anak-anak kita kelak bisa menyebut kita sebagai pahlawannya? Apakah kita akan disebut sebagai pahlawannya? Bagaimanakah caranya agar kita bisa menjadi pahlawan bagi mereka? Keteladanan dan nilai-nilai apakah yang bisa kita wariskan?
Semoga dengan perjuangan, talenta dan pengorbanan kecil yang sehari-harinya kita lakukan, kita bisa menjadi pahlawan bagi orang di sekitar kita.
Penulis
Anthony Dio Martin
Best EQ Trainer Indonesia, Direktur HR Excellency, speaker, dan penulis buku-buku best seller
KIAT MANAJEMEN: Ayo Jadi Pahlawan Sesungguhnya
Sejarah selalu mengajari dan menghibur kita dengan kisah kepahlawanan yang dramatis. Mereka yang bertempur, mereka yang mengorbankan nyawanya, mereka yang dengan gagah berani berjuang untuk sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Demi bangsa. Dengan tindakan yang amat heroik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Anthony Dio Martin
Editor : Setyardi Widodo
Sumber : Bisnis Indonesia Week End edisi 9/11/2014
Topik
Konten Premium