Bisnis.com, JAKARTA - Di samping memproduksi sepatu docmart sesuai pesanan, salah satu proses pemasaran yang dinilai cukup efektif adalah dengan menerima order produksi sepatu untuk label lain.
Selain bisa mendapatkan pesanan dalam jumlah banyak, produsen juga bisa menghemat biaya produksi karena lebih efisien dalam pengerjaan dan penggunaan bahan.
Strategi ini dilakukan oleh Djoone Footwear yang digawangi Imam Ciptarjo dan Rizki Nasrullah sejak Agustus 2012.
Imam mengaku produksi sepatu docmart untuk label lain cukup besar, bahkan saat ini telah mencapai 40% dari total sepatu yang mereka kerjakan. “Produksi sepatu untuk label lain malah lebih hemat biaya dan waktu pengerjaan, karena model yang dibuat sama,” katanya.
Untuk produksi sepatu merek lain tersebut, Djoone menentukan batas minimal pemesanan adalah 10 pasang untuk setiap model dan dengan bahan dan warna yang sama. Ukuran sepatu beragam mulai nomor 38-46.
Sebelum diproduksi, pemesan harus melakukan pembayaran minimal 50% dari total tagihan. Proses pengerjaan ini membutuhkan waktu 2-3 pekan untuk 10 pasang sepatu.
“Pemesan cukup mengirimkan model sepatu yang diinginkan, juga desain label untuk insole dan kotak sepatu.”
Selain harga yang diberikan lebih murah dari pesanan ritel, para pemesan juga bisa memulai untuk melakukan branding image bagi produknya sendiri. Strategi ini diklaim merupakan cara termudah bagi masyarakat yang berminat memulai bisnis sepatu.
Ketika pertama kali terjun ke bisnis ini, Imam dan rekannya mengaku harus merogoh kocek sebesar Rp20 juta untuk modal pembuatan shoelast berbagai bentuk, mesin jahit, mesin penipis kulit, bahan kulit sapi, alat-alat kebutuhan perbengkelan, serta modal promosi online.
Saat ini, Djoone memiliki workshop di daerah Cibaduyut, Bandung yang mampu memproduksi lebih dari 200 pasang sepatu dalam sebulan, dan dibantu oleh 4 orang tenaga kerja tetap, dan tambahan tenaga freelance hingga empat orang jika pesanan menumpuk.
Dia menambahkan pengerjaan sepasang sepatu sebetulnya bisa selesai dalam dua hari jika bahan sudah lengkap. Namun, untuk pesanan custom, waktu yang dibutuhkan jauh lebih panjang karena menunggu antrean proses pengesolan.
“Untuk pesanan ritel, paling banyak model custom sesuai dengan keinginan pembeli. Sudah ada ratusan model sepatu pria dan wanita yang pernah kami buat,” katanya.
Djoone mematok harga mulai Rp349.000 hingga jutaan per pasangnya untuk harga pembuatan sepatu ritel, tergantung dari desain, material, dan lama pengerjaan. “Keuntungan yang kami ambil sekitar 10%-30% dari harga jual. Omzet per bulan rata-rata di atas Rp70 juta,” imbuhnya.
Dengan promosi secara online melalui media sosial dan website www.djoone.com, Imam mengaku produknya telah dikirim ke lebih dari 80 kabupaten atau kota di 25 provinsi di Indonesia. Bahkan, produk sepatu miliknya telah menembus pasar Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
“Kami juga pernah melakukan endorsement kepada artis, serta membuka toko offline di daerah Dipatiukur, Bandung.”
Keuntungan dari bisnis sepatu cukup menggiurkan. Tak heran, semakin banyak pemain di bisnis ini, sekarang persaingan bisnis pun menjadi semakin ketat. Hal itu menjadi salah satu tantangan yang dihadapi Djoone dalam 2 tahun terakhir.
Kendala lainnya adalah banyaknya pesanan yang sering kali melebihi kapasitas produksi. Kondisi ini tidak didukung oleh ketersediaan tenaga perajin dengan standar yang baik.
“Agar bisa menang dalam persaingan, solusinya adalah dengan meningkatkan pelayanan dan kualitas produk untuk menambah kepercayaan konsumen,” katanya.
Dia optimistis prospek penjualan sepatu docmart dan sepatu model lain pada umumnya masih sangat baik, dan peluangnya tidak akan mati dalam waktu dekat. Pasalnya, kebutuhan masyarakat terhadap alas kaki yang bergaya dan eksklusif terus meningkat.
“Kuncinya adalah harus pandai dalam melakukan promosi, serta berani berinovasi dalam desain.”