Apakah Anda pernah konflik dalam arti berbeda pendapat dengan sejawat Anda mengenai urusan kantor? Apabila tidak, mungkin ada yang salah dengan pola interaksi Anda.
Mungkin Anda memendam masalah yang krusial yang sebetulnya jadi bara dalam sekam.
Seringkali, perbedaan pendapat itu sehat dan perlu. Tentunya dengan cara penyampaian, tutur bahasa, dan tata krama yang baik. Akar permasalahan dan solusi terbaik acapkali timbul setelah kita berdialog secara terbuka. Dialog yang menimbulkan sinergi.
Seringkali adanya perbedaan menghalangi terwujudnya sinergi. Padahal, perbedaan dapat menjadi kekayaan bila dikelola dengan baik.
Untuk itu diperlukan cara untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang ada dalam diri tiap individu, membantu setiap anggota dalam tim agar mampu memanfaatkan perbedaan yang ada menjadi satu kekuatan, dan sekaligus menguatkan relasi dan rasa saling memahami antar anggota dalam tim.
Katakanlah Anda seorang direktur di antara sembilan direktur lain dalam dewan direksi. Melalui suatu alat ukur berbasis psikologis, yang diberi nama Facet5, Anda dapat mengetahui siapa dari sepuluh orang tim Anda yang kuat dalam empat hal yaitu pertama, menciptakan ide-de atau gagasan.
Kedua, melakukan evaluasi terhadap ide-ide yang dianggap cocok dan gagasan yang dinilai berisiko. Ketiga, siapa di antara orang dalam Anda yang memiliki kekautan dalam hal pengambilan keputusan. Keempat, kekuatan dalam implementasi.
Semua tipe tersebut sebenarnya diperlukan dalam setiap tim yang solid. Bayangkan apabila dalam satu tim, semua orang hebat dalam menciptakan ide-ide tetapi tidak ada yang melihat peluang dan hambatannya. Bayangkan pula jika ternyata tidak ada satu orang pun yang mau mengambil keputusan atau mampu melaksanakan.
Suatu organisasi justru menjadi kaya karena adanya keragaman. Ragam dalam cara berpikir, cara memandang masalah, cara memutuskan, cara berkontribusi.
Kompromi
Data yang sama mengenai kekuatan masing-masing individu dapat digunakan juga untuk memetakan dinamika tim dalam menyikapi perbedaan pendapat. Pada contoh di kotak segi empat berikut, di mana setiap titik mewakili seorang anggota tim, terlihat bahwa lima dari sepuluh orang cenderung untuk berkompromi.
Dua orang cenderung untuk berkompetisi, masing-masing satu orang cenderung untuk berkolaborasi, mengakomodasi, dan menghindar.
Apa yang salah bila mayoritas berkompromi? Sebetulnya tidak ada bila kepentingan bersama tidak boleh dikorbankan hanya karena saling ngotot, apabila semua pihak mempunyai wewenang yang sama dan berkomitmen terhadap kepentingan yang tidak saling terkait atau diperlukan solusi yang cepat dan segera.
Namun, ada kasus tertentu ketika kita harus berkompetisi yakni pada saat posisi kita terancam, berkolaborasi karena menyangkut prinsip yang tidak boleh dikompromikan, mengakomodasi ketika harmoni sangat penting, bahkan menghindar apabila sumber konflik tidak prinsipil. Intinya, kita harus mengetahui cara apa yang paling tepat dalam situasi apa.
Penulis:
Robby Susatyo
Partner Dunamis Organization Services