Pada waktu saya berumur 12 tahun, ayah saya meninggal secara mendadak dan saya yang tinggal di tepi pantai dan pada waktu itu Jaman Jepang sebagai toko kelontong. Saya dan Ibu saya harus pindah ke desa pertanian Popaya, kecamatan Bumbulan. Kami tinggal di desa yang dekat hutan primer maupun yang dekat hutan perkebunan kelapa.
Saya bersekolah kembali di kelas 2 kemudian sampai kelas 6 di sekolah dasar negeri. Tetapi, saya hanya 3 hari di kelas 2 karena saat itu saya sudah ber-umur 12 tahun, sehingga saya dipindah oleh guru ke kelas 3. Selama kelas 3 sampai kelas 6, saya sekolah selama 4 tahun. Saya tinggal di pertanian desa Popaya kemudian sesudah tamat, pindah ke SMP di kota Gorontalo yang berjarak 140 km dari desa Popaya.
Jadi dari hari Senin sampai hari Sabtu saya ke sekolah dengan berlari bolak balik total 14km. Hari minggu saya pergunakan untuk berburu, saya tidak tau dari mana hobby saya berburu tapi saya sangat suka berburu dengan anjing 17 ekor milik saya dan tombak, saya berburu dengan kaki telanjang, tanpa kemeja, hanya memakai celana kolor, mirip seperti Tarzan. Kami berburu terutama rusa, celeng, babi rusa dan anoa.
Adapun babi rusa dan anoa adalah binatang endemik Sulawesi yang tidak ada di daerah lain. Karena kami berburu hanya dengan anjing dan tombak, maka saya memelihara anjing 17 ekor yang tiap hari diberi makan parut kelapa dicampur dengan daging hasil buruan. Kami membentuk satu kelompok +/- ada 7 orang tetapi yang memelihara anjing tersebut adalah saya, yang lain hanya punya 1 anjing bahkan ada yang tidak punya anjing sama sekali. Mereka adalah petani dan hidup sangat primitif, mereka adalah transmigran asal Sangir Talaut, pulau-pulau paling utara di pulau Sulawesi. Saya jam 4 pagi mempersiapkan anjing-anjing dan kami berangkat jam 5 pagi hari disaat hari masih gelap, kami menuju ke hutan rimba maupun hutan kelapa dengan penuh belukar.
Pada waktu itu perkebunan kelapa sudah terbengkalai karena tidak dipanen lagi karena tidak ada yang pembeli. Sering kami mendapat buruan tapi juga adakalanya kami tidak mendapat sama sekali. Kalau kami mendapatkan hasil persedian 1 minggu sudah terjamin. Itu kami makan sebagai lauk. Kalau tidak berarti kami harus makan persediaan yang ada atau kami kekurangan lauk untuk kami makan. Dalam keadaan kami tidak dapat sekali itu merupakan betul-betul satu sumber frustasi karena daging buruan adalah lauk utama untuk kami, maupun untuk anjing-anjing kami. Kalau kami dapat buruan, maka kami gembira sekali. Saya adalah satu-satunya yang masih remaja, waktu itu baru berumur 12-16 tahun walaupun tergolong masih muda saya yang menyiapkan anjing-anjing perburuan tersebut.
Mungkin, ini merupakan latihan persiapan saya untuk menjadi entrepreneur, tidak selalu berhasil, ada kalanya gagal. Kita harus menyusun strategis. Pertama daerah mana yang kami harus pergi hari itu, krn kalau kami salah arah maka kami tidak akan mendapat buruan sama sekali. Jadi arah itu harus tepat sekali.. Buruan tersebut diburu oleh anjing-anjing kemudian mereka kejar sampai buruan tersebut cape.
Kalau buruan tersebut besar sekali maka buruan tersebut menyerang anjing-anjing tersebut. Dan pada waktu itulah, kami datang mendekati, dan menombak buruan tersebut.
Nah itu lah merupakan klimaks dalam pemburuan. Karena hutan belukar penuh duri, kaki dan tubuh kami penuh dengan luka-luka, dan telapak kaki menjadi tebal sekali, karena berburu tanpa sepatu, tapi adakalanya duri juga menembus. Sehingga duri itu dicabut dan diobati dengan daun-daun yang dari hutan tesebut.Sehingga sering kuku dan jari-jari kami harus bengkak dan infeksi.
Tapi kami obati dengan daun-daun dan jamur yang dapat menyembuhkan. Ada jamur putih kecil yang kami pakai untuk melawan infeksi. Ini merupakan suatu kehidupan yang penuh tantangan dan sangat menyenangkan apabila kita mendapatkan hasilnya.Mungkin ini ada hubungan untuk kelak menjadi entrepreneur, kadang-kadang gagal, sama sekali sebelum mencapai keberhasilan. Itu saya lakukan dari umur 12 sampai umur 16.
Saya pindah masuk sekolah SMP di Gorontalo yang jaraknya 140 km, karena di desa saya tidak ada SMP dan dengan modal sebagai pemburu dan berlari ke sekolah harus dengan jarak bolak balik 14km, saya bertanding sebagai atletik di nomor 800m-1500m di Gorontalo yang saya sering juara karena sudah terlatih pada waktu berburuh dan ke sekolah, sehingga saya sering menang, tetapi kadang-kadang juga saya kalah. Kalau saya kurang fit atau persiapan kurang tentu saya kalah. Kalau persiapan benar saya akan menang. Inilah juga seperti seorang entrepreneur, tidak selalu berhasil.
Demikian sesudah umur 20 tahun dari kota Gorontalo saya pindah ke sekolah SMA kota Manado masih di sulawasi utara. Dan sampai disana saya sambil sekolah, saya masih melanjutkan hobby sebagai pelari di dunia atletik pada jarak 800m-1500m. Di sana saya juga berlatih dari jam 4 pagi bangun, dan kemudian jam 7 saya sudah disekolah. Dan hari minggu juga saya pakai untuk latihan.
Di Manado saya juga juara, sehingga saya terpilih untuk pertandingan di PON atau Pekan Raya National di Jakarta pada tahun 1952 yang mewakili Sulawesi Utara, masuk sampai di final, tetapi tidak jadi juara. Pada kelas 3 SMA saya berkenalan dengan seorang wanita yang sekarang menjadi istri saya yaitu Dian Sumeler dan kami berdua langsung mengikat janji untuk menikah. Saya memilih istri saya diantara teman-teman wanita di Menado yang memang terkenal banyak wanita-wanita cantik, tetapi istri saya adalah wanita yang paling simpatik dan cantik.
Ini sebagai pemburu atau pelari ini, mungkin turut membentuk mindset saya untuk selalu menghadapi tantangan dan keberhasilan sebagai reward.
Sesudah saya tamat SMA. dari Manado saya pindah ke Bandung untuk masuk ITB jurusan Arsitektur, kami tinggalkan dunia atletik. Disana saya konsentrasi kuliah bagaimana menjadi seorang arsitek. Namun demikian sebelum tamat, pada tingkat ke-2 saya memilih pacar saya dari Manado. Berhubung orang tua saya seorang janda dan saat itu pada tahun 1962 ,saya terpaksa putus hubungan dengan orang tua yang disebabkan karena ada Pemberontakan Permesta, maka saya dan istri saya berkerja full time untuk hidup kami. Pada tingkat 4, saya, sdr Sofyan dan sdr Brasali ( teman kuliah di fakultas arsitektur ITB Bandung ) mendirikan perusahaan sendiri yaitu perusahaan konsultan perencanaan arsitektur Daya Cipta.
Dari mana bakat membuat perusahaan tersebut, tentu kami bertiga dari orang tua kami dan melihat yang sudah ada, karena sekolah hanya mengajar mengenai professionalism, tidak belajar tentang entrepreneurship. Saya bersyukur kepada Tuhan, bahwa saya mempunyai otak yang pintar dalam bidang matematika, sehingga dari kelas 3 sekolah dasar sampai tamat di ITB dapat selesai dengan lancer dan selalu berada di posisi teratas di sekolah, walaupun banyak kegiatan di bidang lain.
Tetapi sebelum tamat , saya usulkan kepada partner saya sudara Sofyan dan saudara Brasali untuk jadi developer real estate, karena saya merasa menjadi konsultan, dengan susah payah mendapat pekerjaan. Karena pekerjaan bukan milik kami, tetapi dimiliki oleh pemerintah atau pengusaha yang menciptakan proyek tersebut. Dan kami hanya merencanakan saja, oleh karena itu sesudah saya tamat langsung menjadi developer yang menciptakan pekerjaan sendiri.
Kami membuat joint venture dengan pemerintah DKI dengan nama PT Pembangunan Jaya dalam bidang developer real estate dan kemudian membentuk banyak anak perusahaan dengan berbagai bidang usaha hingga menjadi konglomerat.
Jadi mungkin ada hubungan erat sebagai pemburu, sebagai pelari, atlit dan entrepreneurship dalam mindset yaitu selalu menciptakan peluang, menciptakan strategi, dan melaksanakan dengan tekun. Kadang-kadang gagal, tetapi tentu lebih banyak berhasil.