Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Bubuk Minuman: M. Syakir, Mantan Wartawan Foto yang Sukses Setelah Jatuh Bangun

Minuman bubble yang berasal dari Taiwan kini semakin digandrungi di Indonesia. Pelaku usaha pun mencari alternatif bahan baku berupa bubuk minuman karena praktis dan potensi fulus lebih tinggi.
Dapur produksi Jakarta Powder Drink. Insert M. Syakir/Facebook
Dapur produksi Jakarta Powder Drink. Insert M. Syakir/Facebook

Bisnis.com, JAKARTA -- Minuman bubble yang berasal dari Taiwan kini semakin digandrungi di Indonesia. Pelaku usaha pun mencari alternatif bahan baku berupa bubuk minuman karena praktis dan potensi fulus lebih tinggi.

Dewasa ini nongkrong di kafe tak lagi hanya menjadi gaya hidup masyarakat urban, tetapi juga mulai berkembang di daerah penyangga. Banyak kalangan yang menghabiskan waktunya untuk duduk makan dan minum di tempat nongkrong dengan konsep kafe atau restoran.

Menu minuman yang dicari pun beragam. Beberapa yang populer di kalangan anak muda antara lain variasi dari teh seperti teh tarik Thai tea, green tea atau variasi kopi seperti cappuccino, mochacino, vanilla latte, tiramisu, hazelnut coffee, banana coffee, dan avocado coffee.

Minuman tersebut kebanyakan menggunakan bahan bubuk yang lebih mudah disajikan dan lebih menguntungkan. Situasi ini membuka peluang bisnis baru yakni produksi bubuk minuman instan (powder drink). Pelaku usaha kuliner menjadi target pasarnya.

Salah satu yang sukses membidik laba dari usaha penyediaan bubuk minuman adalah Muhammad Syakir dengan merek Jakarta Powder Drink.

Upaya Syakir untuk menemukan dan membesarkan Jakarta Powder Drink cukup panjang dan berliku. Demi mengikuti passion sebagai pebisnis, dia memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai wartawan foto di salah satu media nasional di Jakarta yang dia lakoni selama delapan tahun, pada 2010.

Pria 40 tahun ini sempat mencoba peruntungan di berbagai usaha. Pesangonnya sebagai karyawan digunakan untuk bisnis tanaman sengon di Purwakarta, tetapi gagal.

Kemudian dia menjajal dunia kuliner dengan membangun warteg. Lagi-lagi bisnis tersebut harus gulung tikar. Terakhir, istrinya berinisiatif mengusulkan untuk membeli franchise minuman bubble pada 2011.

Dia mengeluarkan modal Rp6 juta hasil menggadaikan motor dan beberapa peralatan rumah tangga seperti televisi dan tempat tidur. Tak diduga bisnis minuman bubble itu laris manis. Saat awal tes pasar, dia bisa menjual 20 gelas minuman bubble dalam satu jam.

Semakin hari, bisnisnya yang dibuka di teras minimarket Alfamart semakin melejit karena harganya murah dan belum ada pesaing. Dia ingin memaksimalkan potensi keuntungan bisnis tersebut sebab menurutnya penggunaan bahan sirup dan creamer membuat profitnya tergerus.

Syakir mencari bahan alternatif yakni bubuk minuman. Dia menemukan produsen bubuk minuman yang lantas mengajaknya kerja sama. Syakir membuka toko distribusi di kampung halamannya di Makassar.

Dengan modal Rp60 juta hasil menjual kamera, Syakir menjajal peruntungan di bidang distribusi bubuk minuman sekaligus membesarkan franchise minuman bubble dengan mereknya sendiri di Makassar.

Sayangnya, dia hanya bertahan tiga bulan karena respons konsumen di kota itu kurang bagus. Kerja sama dengan produsen pun terputus. Dia kembali ke Jakarta dan bertemu pihak lain yang mampu meracik bahan bubuk minuman, tetapi kurang piawai mendistribusikannya.

Pada awal 2013, kerja sama dimulai dengan sistem makloon.  “Jadi dia yang membuat bahannya dan saya menjadi distributor tunggal lewat perusahaan saya CV Jakarta Powder Drink yang sekaligus menjadi mereknya,” ujarnya.

Namun kerja sama tersebut lagi-lagi kandas. Mereka pecah kongsi, lantaran sang partner mengingkari perjanjian yakni menjual produknya ke pihak lain. Syakir lantas belajar cara meracik bubuk minuman selama delapan bulan kepada kenalannya yang lain.

“Mulai 2014 saya memisahkan diri dan mulai meracik sendiri bubuk minuman. Kerja sama sebelumnya juga banyak kekurangan sebab dia hanya mampu membuat delapan varian rasa,” tuturnya.

Pinjaman dari bank sebesar Rp350 juta dia gunakan sebagai modal untuk membeli mesin produksi. Keberanian Syakir untuk investasi besar lantaran dia melihat peluang usaha produksi minuman masih sangat berkembang pesat hingga beberapa tahun ke depan.

Dia giat berinovasi untuk menemukan varian rasa. Bahan yang digunakan antara lain creamer, kopi arabica, cokelat, teh instan, dan ekstrak buah asli. Dalam mecarik varian baru, Syakir terbilang sangat cepat. Dia hanya butuh waktus beberapa jam dan paling lama dalam satu hari dia sudah bisa mengenalkan varian baru Jakarta Powder Drink yang memiliki rasa yang kuat. 

Hingga kini dapur produksinya sudah mempunyai 43 varian minuman dari bahan teh, kopi, buah, cokelat. Varian paling favorit antara lain taro, vanilla, buble gum, peppermint. Semua produknya dia promosikan lewat dua situs website yang dimiliki.

Dalam berkreasi menciptakan varian baru, Syakir sangat memperhatikan tren pasar dan permintaan konsumen. Kadang, dia juga membuat varian yang baru dan belum ada di pasar seperti red velvet yang memakai bahan talas dan cokelat.

“Ada juga Chai Tea yakni teh beraroma rempah yang belum ada di Indonesia, saya meraciknya berdasarkan bahan sample yang didapat dari Amerika,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper