Bisnis.com, JAKARTA -- Kanvas adalah salah satu jenis bahan yang dikenal memiliki kualitas dan daya tahan tinggi. Sifat seratnya yang tebal dan kuat, tidak mudah robek, serta lebih tahan air membuat bahan ini banyak digunakan untuk pembuatan tas.
Peminat tas dari bahan kanvas sangat luas. Umumnya mereka adalah kalangan anak muda yang aktif dan senang membawa banyak barang di dalam tasnya.
Karena pasar yang luas itu, belakangan usaha pembuatan tas dari bahan kanvas semakin dilirik oleh pelaku usaha dalam negeri. Mereka bersaing dengan brand besar asing yang sudah lebih dulu terkenal.
Agar bisa sukses, para pelaku usaha tas kanvas berlomba melakukan strategi, misalnya membuat produk unggul dengan desain unik, harga yang lebih kompetitif, serta berinovasi mencari bahan kanvas yang ditenun tangan alias manual.
Tonjolkan desain unik
Strategi ini antara lain dilakukan oleh Flying Dog. Brand lokal yang berpusat di Jakarta ini dibangun oleh Leonardus Meta Noven bersama salah satu rekannya sejak Desember 2014 lalu.
Keduanya memiliki kesamaan yakni menyukai tas. Aktivitas keduanya yang sama-sama menggeluti bidang jurnalistik juga membuatnya mencari tas yang bisa mendukung kegiatan mereka sehari-hari.
“Kami melihat tas bukan sebatas dari fungsinya saja, tetapi juga dari sisi estetika. Jadi kami ingin membuat tas yang fungsional, nyaman, aman dan tentu saja tetap estetis,” kata Noven soal ide awal bisnisnya.
Saat kebanyakan produsen tas memilih bahan polyster, mereka memilih memakai bahan baku kain kanvas yang dinilai lebih menarik meskipun tidak sepopuler polyster.
Konsep yang diusung Flying Dog adalah tas urban klasik yang mengutamakan fungsi, kenyamanan, keamanan dan desain unik. Mereka mencari model tas yang paling sesuai dengan segmen kelas yang ingin dibidik, yakni segmen menengah atas.
Hasil dari konsep itu adalah desain pertama Flying Dog Labrador Series, yakni tas model selempang alias messenger bag ukuran sedang yang bisa memuat laptop dan peralatan kerja. Tas ini lebih menyasar konsumen pria, kendati bisa juga digunakan oleh perempuan.
Untuk memberi kesan penampilan yang lebih elegan, bahan kanvas dikombinasikan dengan kulit asli. Di bagian dalam tas diberi lapisan kain katun berkualitas baik yang bermotif kotak-kotak.
Tas tersebut dirancang agar memiliki durabilitas tinggi sehingga cocok digunakan untuk berbagai kesempatan mulai dari aktivitas santai, bekerja, travelling hingga berpetualang. Untuk memastikan tiap produk dikerjakan sesuai desain rangcangan, mereka menerapkan quality control yang ketat.
“Saat ini kami masih mempunyai satu model yakni Labrador, hadir dalam tiga pilihan warna yakni hitam, coklat khaki dan hijau gelap dan dirancang agar bisa dipakai hingga puluhan tahun. Harganya dibanderol Rp475.000,” katanya.
Pemasaran Online
Untuk pemasaran, Flying Dog mengandalkan word of mouth serta sistem reseller terbatas dari orang-orang yang sudah dikenal punya reputasi baik. Pemasaran yang paling dioptimalkan yakni secara online lewat situs flyingdog.id serta media sosial Instagram dengan nama yang sama.
Promosi online ini dinilainya sangat memuaskan karena bisa membuat produknya lebih cepat dikenal di kalangan luas. Kendati masih terbilang baru, Flying Dog sudah dikenal hingga ke beberapa daerah di luar Jawa seperti dari Kalimantan.
Pemesanan produk dilakukan lewat BBM, Whatsapp, SMS atau telepon dan dia akan mengirimkan tasnya setelah pembeli mentransfer sesuai harga dan biaya ongkos kirim.
“Saat ini kami bisa menjual 20-25 tas per bulan, dengan kapasitas produksi yang masih 25-30 tas setiap bulan,” tuturnya.
Targetkan 30 Desain Baru
Melihat tingginya minat konsumen, Flying Dog sedang menyiapkan beberapa desain baru. Sekarang ini pihaknya sedang dalam proses sampling desain-desain yang akan segera diperkenalkan kepada konsumen.
Dalam September ini, Noven menargetkan untuk merilis sekitar 30 artikel tas yang baru. Jumlah target tersebut adalah salah satu syarat agar bisa masuk ke pasar e-commerce.
Menurut Noven, pasar Flying Dog masih fokus di nasional, tetapi tak tertutup kemungkinan untuk memasuki pasar ekspor dalam beberapa waktu ke depan. Begitu juga untuk pengembangan produk, ke depannya dia bercita-cita menggarap segmen fesyen lain seperti T-shirt, dompet dan kemeja.
“Sebagai pendatang baru, kami melihat pesaing mempunyai produk yang bagus, tapi kami tetap optimistis bahwa Flying Dog bisa bersaing dengan mereka karena kami punya keunikan tersendiri,” kata dia.
Jasa Maklun dan Modal Rp25 juta
Jalan Noven dan rekannya untuk bisa merintis usaha pembuatan tas kanvas tidak langsung mulus. Mereka mengeluarkan modal Rp25 juta untuk membeli bahan baku dan perlengkapan yang diperlukan, membayar vendor tas, dan membangun domain website untuk promosi penjualan.
Pria kelahiran Temanggung, 7 November 1981, ini awalnya memakai jasa maklun di Bandung karena tidak memiliki mesin jahit dan latar belakang di bidang itu. Namun, sample tas pertama yang dibuat di konveksi tersebut jauh dari harapan. Saat diminta agar direvisi, hasilnya malah semakin buruk.
Alhasil dia kembali mencari vendor yang lebih cocok, baik dari segi kualitas, harga produksi, serta kemampuan untuk menyesuaikan dengan rancangan desain yang sudah dikonsepnya.
Saat ini Flying Dog masih menggunakan jasa vendor di bilangan Jakarta Selatan. Sayangnya, menggunakan jasa vendor membuat kapasitas dan pengembangan produksinya juga terbatas.
Dia ingin meningkatkan kapasitas produksi lewat upaya memiliki mesin jahit dan tenaga kerja sendiri. Riset tentang kekuatan dan kerapian jahitan juga terus dilakukan sambil berusaha memahami lebih dalam seluk beluk bisnis tas.
Mereka juga terus mencari bahan-bahan lain yang punya kualitas lebih bagus seperti kanvas water repellent (kanvas anti air), kulit, webbing dan flannel untuk interior tas.
Bahkan ia rela berburu benang impor dan buckle unik demi mendapatkan produk berkualitas dan yang sesuai konsepnya.