Bisnis.com, JAKARTA - Gitar tak hanya mampu menghasilkan bunyi-bunyian yang indah, tetapi juga mampu menghasilkan keuntungan yang besar bagi para produsen alat musik berdawai tersebut.
Semakin berkembangnya industri hiburan di tanah air, dan selalu bertambahnya penggemar musik, serta banyaknya peminat untuk memainkan alat musik petik ini membuat bisnis produksi gitar juga terus terkerek naik.
Salah satu perajin gitar yang telah terjun ke bisnis ini sejak 2001 adalah Tri Yulianto. Lahir di lingkungan sentra kerajinan gitar di Sukoharjo, Jawa Tengah, membuatnya melihat peluang yang besar dari bisnis pembuatan alat musik petik ini.
“Di kampung saya banyak sekali yang memproduksi gitar, tetapi mayoritas membuat gitar akustik. Supaya berbeda, akhirnya saya memilih untuk fokus dalam pembuatan gitar elektrik,” katanya.
Kala itu, Tri mengaku belum terlalu mahir membuat gitar terutama gitar elektrik. Berbekal pernah belajar membuat gitar akustik, serta belajar autodidak dari sana-sini dia pun memberanikan diri untuk terjun dalam bisnis ini.
Dengan modal pinjaman uang sebesar Rp500.000 dari orangtuanya, Tri pun mulai merintis produksi gitar elektrik pertamanya. Karena memiliki modal yang terbatas, Tri putar otak supaya gitar elektriknya bisa tercipta.
Pembuatan gitar saat itu dicicil sedikit demi sedikit dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki saudara dan tetangganya. Misalnya dengan menumpang pemotongan bahan baku di tetangga, dan pengecatan di saudara.
Setelah satu bulan, akhirnya gitar elektrik pertamanya berhasil tercipta. Melalui seorang teman yang berjualan alat musik di Jakarta, gitar buatan Tri pun terjual. Uang hasil penjualan tersebut kemudian dia gunakan lagi untuk memproduksi gitar-gitar selanjutnya.
“Tiga bulan pertama produksi gitar masih sangat terbatas, setelah tiga bulan baru bisa produksi rutin karena modalnya juga sudah mulai lancar,” katanya.
Sekarang Tri bisa memproduksi sekitar 200 unit gitar elektrik dengan dibantu oleh enam orang karyawannya. Selain itu, dia juga menerima pembuatan gitar elektrik dan akustik customized dengan jumlah sangat terbatas.
Gitar elektrik buatannya tersebut dibanderol mulai dari Rp150.000 hingga Rp3 juta, dengan produk favorit berada pada kisaran harga Rp500.000. Harga gitar tersebut dibedakan dari bahan dan tingkat kesulitan pembuatan.
Misalnya, untuk gitar yang paling murah bodi dan leher gitar dibuat dari bahan kayu sengon dan dilaminasi oleh bahan MDF, sedangkan untuk gitar yang paling mahal bodi terbuat dari kayu mahoni dan leher gitar dari kayu maple impor.
“Untuk produk yang favorit bodinya dibuat dari kayu sengon dan lehernya dari bahan mahoni,” katanya.
Tri mengaku semua produk buatannya tersebut langsung terserap pasar, karena didistribusikan ke toko-toko alat musik yang telah berlangganan dan tersebar di berbagai daerah. Dia juga memiliki toko sebagaishowroom untuk menampilkan produk-produk terbaiknya.
“Sekarang kami hanya fokus produksi saja, karena masalah pemasaran sudah ada yang menangani,” ujarnya.
Setelah 14 tahun menjalani bisnis ini, Tri mengaku kendala yang dihadapinya berurusan dengan nilai tukar rupiah. Pasalnya, selain menggunakan kayu impor, beberapa spare part gitar pun harus didatangkan dari luar negeri.
Jika rupiah tengah melemah seperti saat ini, jalan terakhir yang dia pilih untuk tetap menjalankan bisnisnya adalah dengan menaikan harga jual. Hal itu tentu saja sudah dikonsultasikan dulu kepada para penampung produknya supaya tetap sesuai dengan daya beli masyarakat.
“Tahun ini saya lihat produksi di sentra juga cenderung turun, beberapa perajin juga sepi order. Penguatan dolar kali ini dampaknya sangat terasa pada usaha kecil,” katanya.
Meskipun demikian, Tri tetap optimistis bisnis produksi alat musik ini prospeknya masih sangat bagus, seiring dengan semakin terkenalnya kualitas alat musik produksi dalam negeri bahkan tersohor hingga ke negeri lain.