Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UMKM Sukar Usung Merek Sendiri

Menembus pasar ekspor relatif mudah bagi seorang pengrajin tas bernama Solihin di Kuta Bali
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, KUTA—Menembus pasar ekspor relatif mudah bagi seorang pengerajin tas bernama Sholihin di Kuta, Bali. Tapi sayang, produknya yang melanglang buana ke mancanegara belum dapat mengangkat usahanya dari tataran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sejumlah negara tujuan ekspor tas dan dompet buatan Sholihin ialah Spanyol, Kanada, Perancis, dan Turki. Yang dijualnya sejauh ini baru sebatas jasa penjahitan yang mencakup penyediaan bahan baku atau bisa juga bahan baku disediakan langsung oleh klien.

Produk-produknya digemari klien mancanegara lantaran keunikan yang tidak ditemui di negara lain. Sholihin menjual tas berbahan karung goni bekas kopi, cengkeh, karung terigu, dan ban bekas pesawat. Uniknya, tas karung kopi dan cengkeh dilengkapi dengan aroma khas dua komoditas ini.

Yang kurang dari Sholihin adalah product branding alias merek. Nilai tambah produknya rendah lantaran dia tidak memasarkannya dengan merek sendiri melainkan menjual lagi kepada pemegang merek yang kemudian memboyongnya ke luar negeri.

"Klien saya memang rerata mereka bawa merek sendiri. Sekarang memang belum [punya merek sendiri], karena bisnis masih kecil. Kalau bisa lebih besar mau bisa begitu," ucap Sholihin ditemui Bisnis.com dirumahnya, di Denpasar, Bali, akhir pekan lalu.

Namun untuk sampai kepada pemasaran merek sendiri masih jadi perjalanan jauh bagi Sholihin. Dia sendiri sekarang terbilang cukup nyaman dengan usaha yang ada. Tanpa memasarkan merek sendiri maka dia hanya memikirkan produksi tidak perlu pusing menyangkut distribusi dan promosi.

Sholihin merintis bisnis produksi tas karung goni sejak 2005. Sebelumnya dia ikut orang lain untuk mengasah keterampilan dalam pembuatan sandal. Pada akhirnya perantau asal Jawa Tengah ini bisa memiliki langganan art shop tempat untuk menitipkan dagangan.

Produk yang dijual melalui toko cinderamata itu berhasil dilirik sejumlah orang asing alias bule. Satu per satu bule mencarinya sampai ke rumah untuk memesan produk. Dengan beginilah Sholihin bisa menjual barang ke berbagai negara.

Produk yang dijual ke Spanyol adalah tas dari kantong tepung terigu, ke Prancis dari karung cengkeh dan kopi, sedangkan tas mini seukuran dompet dijual ke Kanada. Adapun jumlahnya untuk tas karung kopi dan cengkeh sekali pesan 200 unit, sedangkan karung terigu ribuan unit.

Harga yang dipatok Sholihin sebesar Rp150.000 untuk tas karung kopi, Rp80.000 untuk karung cengkeh, dan Rp50.000 untuk tas karung terigu. Adapun untuk tas mini serupa dompet dibanderol Rp25.000 per unit. Ada pula kantong kecil yang dijual Rp3.000 per pieces.

Adapun pendapatan kotor yang diperoleh dari masing-masing berkisar Rp20 juta – Rp50 juta untuk sekali pemesanan. Omzet yang dikantongi Sholihin sekitar separuhnya.

Dia mengakui bisnisnya UMKM-nya lemah dalam hal permodalan dan manajemen keuangan. Selain sukar memisahkan keuangan rumah tangga dan bisnis, masalah yang ditemuinya adalah keharusan memenuhi pesanan tepat waktu padahal uang mukanya tak menutup biaya produksi.

"Saya pinjam ke bank untuk tambahi modal karena ada target tanggal tertentu harus selesai," ujar dia kepada wartawan.

PT Bank Tabungan Nasional Pensiunan Tbk. dipilihnya sebagai sumber kredit. Nasabah BTPN Mitra Usaha Rakyat ini memperoleh kredit Rp10 juta. Pinjaman ini bertenor 18 bulan dengan cicilan sekitar Rp790.000 setiap bulan.

Pendampingan Usaha

Selain pinjaman uang diberikan pula pendampingan bisnis melalui pelatihan-pelatihan kewirausahaan alias Program Daya. PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) menyelenggarakan 24.366 aktivitas Daya sejak awal tahun sampai September lalu.

Corporate Communications Eny Yulianti menjelaskan Daya merupakan program pelatihan dan pendampingan yang diberikan berkelanjutan dan terukur. Pada Januari - September, jumlah peserta Daya mencapai 347.964 nasabah.

"Ini menunjukkan tingginya minat nasabah untuk mengikuti program pemberdayaan," ujarnya.

Saat ini BTPN memiliki tiga pilar program Daya, yaitu Daya Sehat Sejahtera, Daya Tumbuh Usaha, dan Daya Tumbuh Komunitas. Daya atau pelatihan juga diterapkan pada setiap unit bisnis BTPN, yakni BTPN Purna Bakti, Mitra Usaha Rakyat, Mitra Bisnis, Sinaya, dan Syariah.

Secara reguler seluruh cabang BTPN menggelar Program Daya yang memerikan pelatihan dan informasi untuk meningkatkan kapasitas nasabah. "Untuk bisa tumbuh di segmen masyarakat prasejahtera produktif atau mass market tidak hanya butuh akses keuangan tetapi juga pendampingan," tutur Eny.

BTPN tidak hanya memberi kesempatan untuk menjadi audiens atau peserta Daya tetapi juga sebagai pihak yang membagikan ilmu dan informasi. Ini dinamai Program Sahabat Daya yang diisi pemangku kepentingan BTPN untuk berpartisipasi langsung dalam misi memberdayakan mass market.

Eny mengklaim mereka yang menyimpan dana di BTPN tidak sekadar membukakan akses modal bagi pelaku UMKM melalui BTPN Sinaya. Tapi juga membantuk mmereka untuk menumbuhkan usahanya.

"Konsistensi kami membuahkan hasil tercermin dari DPK," ucapnya.

Sampai dengan triwulan ketiga tahun ini, dana pihak ketiga (DPK) yang tersimpan di BTPN Sinaya naik. Per 30 September 2015 jumlah DPK yang tersimpan sampai Rp59 triliun atau naik 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper