Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelajaran Leadership Ipda Perida

Baru-baru ini netizen menyerang sikap arogan seorang siswi cantik yang diketahui bernama Sonya Depari dan dianggap sok jagoan dan melebihi jenderal polisi.
Tom McIfle Founder & CEO Top Coach Indonesia/Jibi
Tom McIfle Founder & CEO Top Coach Indonesia/Jibi

Bisnis.com, JAKARTA - Baru-baru ini netizen menyerang sikap arogan seorang siswi cantik yang diketahui bernama Sonya Depari dan dianggap sok jagoan dan melebihi jenderal polisi.

Padahal, seorang personel Polantas bernama Ipda Perida Panjaitan secara santun memeringatkan siswi ini untuk tidak konvoi di jalanan Kota Medan karena membuat kemacetan hebat..

Ceritanya, seusai ujian nasional (UN)  mereka melakukan konvoi, seperti layaknya para lulusan SMA zaman dahulu yang merayakan terbebasnya dari sekolah dan menjadi ‘anak kuliahan’.

Rupanya saat asik-asik konvoi, mereka dicegat polisi untuk ditilang. Salah satu siswi berbalik mengancam sambil membawa nama-nama beking jenderal.

Kita belajar sebuah contoh kasus leadership luar biasa. Saya tidak menyoroti Sonya Depari, tetapi justru cara Ipda Perida Panjaitan yang dengan tenang dan sabar memberi penjelasan tanpa merasa terintimidasi. Inilah leadership yang patut kita contoh.

Kempemimpinan bukan tanggung jawab atasan. Setiap orang memiliki kewajiban untuk memainkan peranan  yang menunjukkan kualitas kepemimpinan. Kepemimpinan negara, masyarakat, rumah-tangga, dan kepemimpinan moral. Demikian juga kepemimpinan laki-laki ataupun perempuan.

Oleh karena itu, tidak seorang pun di dunia ini lepas dari tanggung jawab kepemimpinan, minimal terhadap dirinya sendiri. Setiap orang mengemban amanah, dan setiap amanah pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.

Saya ingat ketika belajar leadership dari seorang pemimpin agama yang diceritakan oleh Ayah saya. Ia mengatakan hal-hal yang akan saya ingat seumur hidup. Katanya begini, pemimpin itu ada banyak tipenya. Kalau mau tahu, tipe yang paling dibenci sepanjang sejarah ada empat.

Pemimpin, baik diri sendiri maupun organisasi memiliki peranan penting. Ingat kata Spiderman “Dengan kekuatan besar datang tanggung jawab besar.”

Pertama, Gaya Tuan Tanah

Kadang setinggi apapun jabatan seseorang, jika gayanya hanya menonjolkan kekuasaan, bukan menjadi amanah, malah jadi bahan gosip. Di zaman penjajahan tuan tanah memang dikonotasikan sebagai orang yang berkuasa dan tidak mau ikut bekerja keras. Atasan yang sok kuasa, jarang yang mampu untuk membangun kinerja team secara optimal.

Kedua, Gaya NATO

Leader yang 'walk the talk' lebih dihargai daripada yang omdo (omong doang). Siapa pun akan mampu menilai gaya leader yang mampu 'hands on'. Bisa mengatasi masalah di lapangan, beda dengan yang lebih jago teori.

 

Kelemahan leader gaya NATO (No Action Talk Only) adalah ketidakmampuan mereka memahami situasi. Cenderung percaya anak buah yang pandai 'membisikkan' informasi, lalu dengan penuh percaya diri memberi instruksi ke anak buah lainnya, tanpa ada dasar yang kuat.

Contoh lain menyuruh bawahan berdisiplin, sedangkan dirinya sendiri bertindak sesuka hati. Hal itu sangat menyebalkan bagi bawahan.

Ketiga, Gaya Tai Chi Master

Tai Chi Master adalah film seni bela diri 1993 Hong Kong disutradarai oleh Yuen Woo-ping, dan diproduksi oleh Jet Li, yang juga membintangi film tersebut. Film ini dirilis di Hong Kong pada 18 November 1993.  Gaya khas Tai Chi Master adalah dengan memanfaatkan energi lawan untuk menghindari serangan. Ada leader yang hobinya melempar tanggung jawab kepada bawahan.

Padahal, fungsi atasan adalah untuk memastikan bahwa setiap orang yang ada dalam unit kerja yang dipimpinnya dapat menjalankan perannya masing-masing dengan sebaik-baiknya. Jika hasilnya tidak sesuai harapan, maka kewajiban atasan untuk mengambil tanggungjawab agar bisa mengambil langkah-langkah perbaikan. 

Keempat, Gaya Grammy Winner

Malam upacara penganugerahan Grammy yang pertama diselenggarakan pada 4 Mei 1959, untuk menghormati prestasi musik oleh artis pada 1958.   Menarik ketika penghargaan dianugerahkan kepada sang artis, seolah dia yang paling berjasa. 

Padahal, tidak ada prestasi tinggi yang kita buat sendirian. Pasti ada kontribusi orang lain dalam setiap pencapaian tinggi yang kita raih. Begitu pula dengan tim. Leader dengan gaya Grammy Winner sering meng-claim prestasi anak buah sebagai prestasi mereka. Awas, mengklaim pencapaian tim seolah-olah prestasi atasan semata sungguh berlawanan hati nurani.

//Telah berubah//

Pada 1980-an beberapa peneliti,  seperti MacGregor Burns dan Bernard M Bass tertarik pada bagaimana pemimpin melakukan transformasi dan perubahan organisasi. Hal tersebut melahirkan teori baru dalam kepemimpinan yang disebut Transformational Leadership dan Transactional Leadership

Dalam transactional leadership, kita berasumsi orang termotivasi oleh reward dan punishment. Orang bekerja dengan baik jika ada komando yang jelas. Struktur organisasi juga dibuat untuk mempertegas otoritas.  Yang menarik adalah ketika semua orang sepakat dengan tugas, tanggung jawab, kompensasi, isentif, maka mereka menyerahkan semua otoritas kepada atasan mereka.

Dalam praktiknya, jika semua diukur berdasarkan transaksi, untung-rugi, nyaman-tidak nyaman, boleh-tidak boleh, akan menciptakan bumerang bagi organisasi. Tidak semua orang akan bertahan pada gaji yang sama, posisi yang sama. Ketika ada tawaran lebih di luar sana, mereka dengan mudah akan pindah.

Transactional Leadership tidak menekankan pada engagement, sehingga keterikatan kepada leader cenderung lemah.

 

Sebaliknya, transformational leadership lebih menekankan pada kesadaran pentingnya memotivasi orang. Transformasi juga lebih berfokus pada tim atau organisasi menghasilkan karya yang lebih baik. Kepemimpinan transformasional dalam hal bagaimana pemimpin mempengaruhi untuk membangun rasa percaya, mengagumi, dan saling menghormati.

Transformational leaders mampu meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya tugas. Membangun rasa memiliki dari dalam, mengutamakan kepentingan organisasi di atas pribadi.  Yang menarik transformational leader membangkitkan emosi yang kuat dan membuat para pengikut setia dengan pemimpin.

Mau memimpin dengan baik? Mari kita renungkan kata-kata Abraham Lincoln, “Commitment is what transforms a promise into reality.”  

Bagaimana dengan gaya kepemimpinan para negarawan kita? Anda bisa menilai sendiri.

Penulis: Tom MC Ifle, CEO Top Coach Indonesia

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper