Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siapa Bakal Menang Pilkada DKI?

Pemilik suara DKI itu, bisa kita setarakan dengan pembeli alias konsumen, segmen yang amat unik. Mereka segmen premium: mayoritas terdidik, cerdas, rasional. Selain itu mereka lebih makmur. GDP per kapita DKI itu sekitar 4- 5 kali rerata nasional. Jadi kelasnya setara dengan Korea.nn
Hendrik Lim. / Istimewa
Hendrik Lim. / Istimewa

Pilkada DKI memang unik dan heboh. “Masa kampanye’ sudah lebih dini dimulai sebelum peluit tanda start KPU resmi ditiup. Apalagi perang via udara.

Pagi siang malam, 'peluru' berdesingan tiada henti. Serunya lagi, banyak sekali yang bukan pemilik suara, ikut- ikutan bertempur bak penduduk DKI. Bahkan tetangga non-DKI jauh lebih kepo dan semangat 45 melemparkan amunisi.

Mengenal Profile Pembeli

Pemilik suara DKI itu, bisa kita setarakan dengan pembeli alias konsumen, segmen yang amat unik. Mereka segmen premium: mayoritas terdidik, cerdas, rasional. Selain itu mereka lebih makmur. GDP per kapita DKI itu sekitar 4- 5 kali rerata nasional. Jadi kelasnya setara dengan Korea.

Menghadapi konsumen gemuk dan cerdas seperti itu, penjual tidak bisa lagi mengeluarkan jurus perang (baca kampanye) konvensional. Pasang poster baliho, kumpulin orang se-RW lalu “halo- halo’, blusukan ke kampung, makan di warteg, atau jualan primordial basis SARA.   

Jualan ala komoditas seperti itu  akan amat menguras tenaga, tapi jarang laku. Ia bak bertempur dengan bambu runcing dalam perang modern digital. Pun apalagi cuma bagi bagi nasi bungkus dan sangu “gobanan” doang.  Bagi pemilih dengan profile pembeli di atas, Teknik- teknik kayak gitu tidak alan jalan.

Dalam format psikografis pembeli seperti itu, siasat - siasat di atas akan terkesan basi, bisa- bisa jadi bumerang dan diketawain konsumen melek, cerdas dan tangkas. Ia ibarat kata, menyodorkan menu kemarin, kepada penjelajah kuliner eksotik hari ini. Menu kayak gitu bukannya ditelan dengan senyum tapi “dilepeh”..yakkk!  Maklumlah mereka metropolis.

Kiat Menang

Ada 3 hal yang harus diperhatikan para penjual jika ingin mendulang suara : content, packaging dan teknik. Soal packaging itu bisa macem-macem. Tapi intinya, packaging yang menjual itu  harus memunculkan kesan distinctiveness.

Ambil contoh ringan: atribute pakaian.  Kalau penjual pakai baju putih generic tanpa aksen khas, baik model koko, kebaya encim, maupun model kantor, terus kandidat lain juga pakai style idem seperti itu untuk jualan, maka atribut itu tidak banyak  daya jualnya.  Tidak ada selling point.  Ia tidak memberikan efek pembeda. Kalau tidak beda, pembeli tidak bisa ingat.  

Maklumlah, menurut neuroscience, otak manusia itu efisien, ia hanya bisa mengingat hal- hal yang punya impresi kuat alias distinctive.  Kalau tidak distinct alias lazim, maka hal-hal  yang generic gitu  akan di ( auto) delete dari system neuron.  Terlebih lagi untuk  memori para pemilih yang sudah mulai ubanan.  Mereka akan lupa apa jualan sampeyan itu

Yang kedua soal content jualan.  Nah ini main course-nya, jadi sangat penting. Tetapi sebagian besar penjual lupa dengan apa yang hendak mereka tawarkan.  Boro- boro fokus menawarkan maknyos nya main course  mereka sendiri, mereka lebih senang gossip makanan dari bakul lain; Kurang garam lah. Tidak nancep lah, terlalu pedas, haramlah dan segala macam. Pokok nya tidak enak. Puweh!!.

Kalau pun tidak gosip bakul tetangga, mereka  cuma umbar -umbar  gimmick: beli satu dapat dua;  beli aku dapat bonus. Gimmick seperti bisa laku keras, kecuali untuk pembeli yang cerdas, connected dan punya daya beli tinggi –kayak profile pemilih dengan  GDP per kapita ala Korea itu.

Idealnya, content jualan yang paling memukau alias appealing adalah jualan yang bisa menawarkan solusi. Ia bak oksigen bagi pembeli yang sesek dihimpit berbagai realitas hidup. Atau jualan yang mendemontrasikan harapan, yang menawarkan ada asa di ujung lorong.

Dengan begitu pembeli bisa menalar; kalau ia membeli, keadaan lebih akan menjadi lebih baik. Jadi ada 3 elemen dasar dalam jualan main course ini : hope, promise dan direktif.

Kalau main course cuma jualan hope dan promise, terus direktifnya ndak jelas, mohon maaf. Pembeli cerdas akan menganggapnya omdo. Itu bak jualan motipasi tanpa pernah jelas apa desain strategi nya.  Itu mah teori doang, itu sih janji abal abal ala nujum pengganda fulus

Penjual yang hebat, harus bisa menjelaskan dengan simple dalam satu kalimat kepada prospek DKI. “Mengapa harus membeli dari saya, mengapa harus memilih saya pada hari H; apa yang saya punya dan tidak dipunyai kandidat lain”.  

Hanya dengan itu pembeli akan merasa nyesel kalau  kemudian tidak memilihnya.  Kalau tidak bisa menjelaskan pokok argument diatas, tidak focus dengan konten jualannya sendiri, tapi malah sibuk ngurusi toko lain, nah itu yang repot.  Kalau tiap hari fokusnya cuma ngomong (bad mouthing) toko tetangga jelek dan peyot, tanpa mau menjelaskan keunggulan spesifik dirinya, itu sama saja menghina kecerdasan –intelektualitas pembeli.

Tawaran solusi

Tidak mudah mendesain strategi yang jitu dan makyos untuk bertempur di pilkada DKI. Yang jelas, dunia pemilih telah berubah.  Teknik dan strategi yang terbukti sakti pada era lampau tidak bisa lagi dijamin manjur saat ini.  

Itu sebabnya istilah “ turun gunung” oleh para politisi senior malah sering menuai cemooh.    Jaman telah berubah, pola permainan telah  berubah.  Celakanya response pemain masih terjerat dalam nostalgia masa lampau. Untuk memenangkan new games, kita membutuhkan new response. 

Intinya  untuk mencapai hasil yang spektakuler, strategi yang digunakan ( para kandidat)  tidak bisa lagi yang bersifat konvensional dan generic, tapi harus sesuatu yang benar-benar bersifat leap frog; ada terobosan.  

Sesuatu yang dulu nya tidak pernah dipikirkan orang. Hal- hal semacam ini meng-create demand.  Kalau jualan Anda bagus  Pemilih akan datang dengan sendirinya.  Meminjam istilah Prof Say- Supply will create its own demand.

Selamat berlaga fair play pilkada.

Penulis

Hendrik Lim

Managing Director Defora Consulting

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hendrik Lim
Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper