Bisnis.com, JAKARTA – Tidak mudah membangun sebuah perusahaan apalagi mempertahankannya di tengah persaingan bisnis yang ketat. CEO Alibaba Jack Ma jatuh bangun belajar dari pengalamannya hingga mampu membawa Alibaba menjadi raksasa e-commerce dunia.
Filosofinya untuk selalu mempersiapkan diri menghadapi segala perubahan mengantarkan Alibaba menangkis persaingan di negara asalnya, China, yang sempat didominasi oleh eBay.
“Ketika kita melihat sesuatu datang, kita harus siap menyambutnya. Saya percaya (bahwa) Anda harus memperbaiki atap rumah, bahkan ketika cuaca masih (cerah),” ujar Ma, seperti dikutip dari laman CNBC, Kamis (12/10/2017).
eBay menjadi salah satu pendatang awal di pasar ketika bisnis e-commerce di China masih berusia dini. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini menjalankan platform online consumer-to-consumer (C2C) yang disebut EachNet. Platform ini membebankan biaya kepada para penggunanya untuk setiap transaksi.
Alibaba, pada saat itu, masih fokus membantu perusahaan-perusahaan kecil dan menengah di China untuk berbisnis secara online. “Ma telah menyadari bahwa eBay, cepat atau lambat, seiring dengan pertumbuhannya di China, akan mulai mengejar pelanggan Alibaba,” kata Porter Erisman, mantan wakil presiden Alibaba kepada CNBC.
Demi mengatasi ancaman potensial dari eBay, Ma menghimpun sekelompok kecil karyawan Alibaba dan menugaskan mereka untuk mengerjakan proyek rahasia, sebuah online marketplace yang dapat bersaing langsung dengan apa yang ditawarkan eBay.
Begitulah cara Alibaba membangun Taobao yang saat ini telah berkembang pesat menangani banyak transaksi setiap hari.
“Taobao membebaskan segala transaksi secara gratis selama tiga tahun pertama dan memberi tekanan pada model pembayaran per transaksi yang dilancarkan eBay. Reaksi EBay adalah ‘menerbitkan siaran pers dan mengatakan bahwa itu bukanlah sebuah model bisnis',” tutur Erisman.
Namun, seiring dengan terus mengalirnya pembeli dan penjual ke Taobao, Alibaba melihat prospek besar menghasilkan uang dari cara tersebut.
Hampir dua dekade sejak Ma mendirikan Alibaba dari apartemennya di Hangzhou, perusahaan ini telah menjadi andalan di dunia teknologi dengan kepemilikan kapitalisasi pasar mencapai sekitar US$473 miliar.
Seperti halnya banyak pemula, Ma menghadapi serangkaian penolakan di awal karirnya. Tapi menurutnya pengalaman ini membantu menempanya sebagai seorang pengusaha. “Sebagai pengusaha, salah satu kualitas yang saya miliki adalah ketika ditampik oleh orang-orang, saya menjadi terbiasa dengan mereka,” kata Ma.
Peralihan dari bisnis yang baru lahir menjadi salah satu perusahaan China dengan nilai paling berharga bukanlah tanpa melalui pasang surut. Bahkan, Alibaba pada awalnya harus berjuang untuk meningkatkan pendanaan modal ventura.
Seorang investor baru-baru ini mengungkapkan bahwa dia telah menolak investasi awal ke Alibaba karena merasa tidak yakin dengan model business-to-business (B2B) mereka.
DITOLAK 30 PEMODAL
Sebelumnya Ma pernah mengatakan bahwa di masa-masa awalnya Alibaba telah ditolak oleh sekitar 30 pemodal ventura. Beruntung, perusahaan ini kemudian menemukan investor utama, yakni CEO SoftBank Masayoshi Son.
Di tengah perjuangannya berbisnis di dunia online, datanglah periode kejatuhan industri dotcom. Ma pun terpaksa memberhentikan sejumlah pegawainya di seluruh dunia. “Alibaba bergeser dari tahap perluasan yang optimistis ke fase penurunan yang agak menyedihkan,” kata Erisman.
“Itulah satu-satunya saat dimana saya melihatnya meragukan dirinya sendiri, saat dia harus memberhentikan orang-orang. Saya sejenak berpikir bahwa dia bahkan bertanya-tanya apakah perusahaan itu akan bertahan,” kenang Erisman.
Itulah saat dimana Ma memahami bahwa menjadi CEO sangat berbeda dengan menjadi seorang guru bahasa Inggris. “Menjadi CEO berarti membuat keputusan sulit dan terkadang melakukan pengurangan agar perusahaan bisa bertahan,” lanjut Erisman.
Ma sudah memikirkan apa yang akan terjadi bagi masa depan Alibaba saat teknologi dan cara baru melakukan bisnis ditemukan.
“30 tahun ke depan, teknologi yang ada akan menantang banyak kesempatan kerja. Orang-orang sudah merasa tidak bahagia dengan banyaknya penggunaan mesin, kecerdasan buatan membunuh banyak pekerjaan,” kata Ma.
Di sisi lain, menurut Ma, teknologi baru juga akan membawa perbaikan dalam kehidupan masyarakat. Untuk mempersiapkan perubahan yang tak terelakkan, ketika teknologi seperti kecerdasan buatan dan mesin menjadi andalan, awal pekan ini Alibaba menyatakan akan menginvestasikan lebih dari US$15 miliar selama tiga tahun ke depan untuk penelitian dan pengembangan teknologi.
“Apa yang Alibaba ingin lakukan dalam 10-20 tahun ke depan adalah memungkinkan inovasi bisnis tradisional,” tutup Ma.