Bisnis.com, JAKARTA- Modal Rp30 juta yang rencananya digunakan Sudarawati untuk merenovasi rumah mendadak dialokasikan untuk keperluan lain.
Usai mengikuti satu pelatihan kewirausahaan di desanya, Pandaan, Jawa Timur, ibu rumah tangga itu langsung menemui sang suami. Dia tertarik untuk melanjutkan pelatihan pembuatan boneka yang diikutinya.
Sudarwati dan sang suami langsung berdiskusi untuk menentukan apakah modal Rp30 juta yang dimilikinya akan digunakan untuk merenovasi rumah atau memulai bisnis pembuatan boneka. Akhirnya, pada 2013 dia dan suaminya, Sugiarto, sepakat untuk menggunakan modal tersebut untuk memulai bisnis.
Kini, di bawah bendera Tiar Toys, Sudarwati mampu mengumpulkan Rp25 juta per bulan. Berkat keberaniannya menggunakan modal tersebut untuk memulai usaha keuntungan yang didapat menjadi berlipat.
Dua tahun kemudian, dia bergabung bersama Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna. Dari situ, Tiar Toys mendapatkan pendampingan untuk mengembangkan bisnisnya.
Berbagai pelatihan didapatkan Sudarwati termasuk penjualan melalui pasar digital. Sayangnya, sampai kini dia urung mengoptimalkan jalur pemasaran tersebut.
“Sudah diajarin tetapi saya kurang telaten untuk menjual lewat online,” ujarnya saat ditemui Bisnis dalam PPK Sampoerna Expo 2017 di Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Hal sama juga dilakukan Sumariyono yang menjalankan bisnis rumahan pembuatan bantal. Bersama dengan sang istri, Sumariyono membuat bantal merek HL Family. Modal yang disiapkan saat itu sebesar Rp3 juta—Rp 5 juta, dan kini sudah mampu menjual 400—600 bantal tiap bulannya.
Untuk mendapatkan tambahan modal guna mengembangkan bisnisnya, Sumariyono mengatakan sudah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak termasuk PT Sampoerna Tbk
Saat ditemui di sela-sela PPK Sampoerna Expo 2017, Manager of Stakeholder Relations & CSR Facilities PT HM Sampoerna Tbk Mahfud Syah mengisahkan dalam perjalanan PPK Sampoerna, memang membangun pola pikir bagi masyarakat di desa untuk menjalankan bisnis menjadi tantangan tersendiri. Apalagi, kebanyakan dari mereka telah berada di zona nyaman.
“Paling berat memang mengubah mindset menjadi pengusaha. Sebenarnya mereka punya waktu banyak untuk menghasilkan uang,” jelasnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar, sambungnya, PPK Sampoerna memberikan pendampingan kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Salah satu caranya adalah dengan memberikan fasilitator di daerah-daerah untuk memberikan pendampingan day to day selama 6 bulan hingga 1 tahun.
Selain pendampingan, perseroan juga membantu pengembangan produk baik pemasaran maupun kemasan. Dengan demikian, para pelaku UMKM di daerah tidak lagi merasa tertinggal dengan pebisnis di kota-kota besar.
Kini, Mahfud mengatakan tantangan dan fokus perseroan adalah bagaimana menularkan pola pikir digital kepada para pelaku UMKM binaannya yang hampir mencapai 33.000. Pasalnya, hal itu sudah tidak dapat dihindari lagi sekaligus menjadi peluang untuk pengembangan pasar yang lebih luas.
“[Sekarang] bagaimana cara memotivasi mereka untuk masuk ke digital dan berpikir secara digital,” jelasnya.
Semangat tersebut terpancar dari puluhan UMKM yang mengikuti PPK Sampoerna Expo 2017 beberapa waktu lalu. Ambisi mereka untuk memperluas pasar patut mendapat gayung bersambut dari semua pihak.
Tahun ini, perseroan memprediksi gelaran yang memasuki tahun ke-9 itu dikunjungi hingga 6.500 pengunjung. Selama kegiatan, macam workshop pengembangan usaha juga dihadirkan.
Mahfud menambahkan koloborasi antara swasta dan pemerintah menurutnya sangat dibutuhkan untuk mengembangkan UMKM di kota besar maupun di daerah. Peran pemerintah dinilai penting untuk memberikan insentif kemudahan bagi para pelaku usaha kecil dan rintisan.
“Tantangan bersama untuk mendorong UMKM masuk ke pasar digital,” tandasnya.