Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah penilaian yang dilakukan Corporate Human Rights Benchmark (CHRB) terhadap 98 perusahaan yang bergerak di industri pertanian, pakaian jad,i dan ekstraktif dengan kapitalisasi pasar dan pendapatan terbesar di dunia, pada 2017 menemukan bahwa tiga perusahaan dengan nilai tertinggi hanya mampu memenuhi 60% – 69% indikator yang disusun berdasarkan UNGP.
Selain itu, terdapat 15 perusahaan yang hanya mampu memenuhi 40%-59% indikator penilaian, sementara 80 perusahaan lainnya memiliki nilai kurang dari 40% atas pemenuhan indikator yang disusun berdasarkan UNGP tersebut.
Pada 6 Juni 2011, Dewan HAM PBB mengesahkan Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights/ UNGP). Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB ikut serta mengesahkan UNGP tersebut.
Di Indonesia, studi serupa yang dilakukan terhadap perusahaan khususnya perusahaan publik dalam jumlah besar belum pernah dilakukan sehingga ketaatan perusahaan terhadap kewajiban dalam menghormati HAM belum teridentifikasi.
Namun, terdapat indikasi tentang rendahnya ketaatan perusahaan terhadap kewajiban penghormatan HAM dilihat dari masih terbatasnya perusahaan di Indonesia yang memiliki kebijakan HAM dan melaporkan pelaksanaan komitmen atas HAM pada laporan keberlanjutan atau website perusahaan.
Selain itu, perusahaan selalu menempati posisi kedua sebagai institusi yang paling banyak diadukan kepada Komnas HAM sebagai pelaku pelanggaran HAM.
Sebagai wujud komitmen The Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) untuk mendorong perusahaan di Indonesia untuk memenuhi tanggung jawab penghormatan HAM, FIHRRST telah memulai studi untuk menilai pemahaman perusahaan publik di Indonesia atas tanggung jawab penghormatan hak asasi manusia terkait dengan kegiatan bisnis perusahaan. Studi ini dilaksanakan pada 100 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang termasuk dalam indeks KOMPAS 100 untuk periode Februari – Juli 2018.
Studi ini menilai, pelaksanaan penghormatan hak asasi manusia oleh perusahaan melalui penyusunan kebijakan, prosedur, dan kinerja ketaatan atas HAM terkait dengan kegiatan perusahaan. Kriteria pengujian penghormatan HAM pada studi ini, dikembangkan melalui diskusi dengan organisasi masyarakat sipil, pemerintah dan pemangku kepentingan lain yang terkait. Kegiatan studi meliputi studi literatur, diskusi kelompok terarah, wawancara, survey dan diseminasi hasil studi.
Hasil studi ini diharapkan akan mendorong 100 perusahaan tersebut untuk meningkatkan pelaksanaan penghormatan hak asasi manusia dalam kegiatan bisnis mereka, terutama hak-hak pekerja perusahaan, pekerja dari mitra bisnis perusahaan, pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya.
Selain itu, studi ini juga diharapkan mampu mendorong seluruh perusahaan publik yang terdaftar di BEI untuk menerapkan penghormatan hak asasi manusia dalam kegiatan bisnis mereka yang dapat menjadi keunggulan kompetitif dalam persaingan pasar global.
Sebagai bagian dari studi ini, FIHRRST telah mengadakan seminar sosialisasi studi kepada 100 perusahaan publik, Kamis (17/1). Selain mengundang 100 perusahaan publik, institusi pemerintah, asosiasi bisnis dan pihak terkait lainnya juga berpartisipasi dalam seminar ini. Tujuan diadakannya seminar ini adalah untuk menyosialisasikan studi pemeringkatan dan situs studi pemeringkatan (www.idbhr.org) kepada perusahaan target studi dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Selain itu, seminar ini juga memberikan kesempatan pada semua pihak untuk mendiskusikan perkembangan bisnis dan HAM di Indonesia, serta perkembangan praktik penghormatan HAM di perusahaan publik di Indonesia. Dalam studi ini, FIHRRST juga bersinergi dengan Otoritas Jasa Keuangan.
Turut hadir dalam seminar ini ketua FIHRRST Marzuki Darusman. Beliau memaparkan bahwa, studi ini menampilkan fenomena sudah sejauh mana perusahaan yang beroperasi di Indonesia melakukan penegakkan hak asasi manusia di dalam kegiatan bisnis mereka.
“Melakukan penghormatan HAM akan menjadi sebuah keuntungan bagi perusahaan, karena akan meningkatkan daya kompetisi bagi perusahaan-perusahaan Indonesia, baik dalam pasar nasional maupun internasional,” ujarnya.
Menurutnya, komitmen negara dalam hal memajukan kegiatan bisnis dan HAM juga mulai terlihat dari konsistensi keikutsertaan delegasi Indonesia dalam forum-forum PBB terkait dengan Bisnis dan HAM. Diharapkan Indonesia dapat merintis pembentukan satuan tugas (task force) Bisnis dan HAM nasional sebagai upaya percepatan pemajuan Bisnis dan HAM di Indonesia.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menambahkan bahwa inisiatif yang sudah dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil sering menjadi koridor yang membuka pemajuan penegakkan bisnis dan HAM di Indonesia. “Negara harus menyadari pentingnya peran organisasi masyarakat sipil dalam pemajuan isu ini, diharapkan negara dapat memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih luas kepada organisasi masyarakat sipil untuk melakukan pengarusutamaan bisnis dan HAM.”
Dua perwakilan perusahaan publik, PT Sumber Sawitmas Sarana Tbk. dan PT Bumi Resources Tbk. diundang untuk berbagi pengalaman bagaimana perusahaan melaksanakan penghormatan HAM pada seminar tersebut.
Ketua Tim Koordinator HAM PT Bumi Resources, Tbk., Mahmud Samuri mengatakan bahwa untuk memastikan implementasi penghormatan HAM oleh mitra kerja. Perusahaan mewajibkan klausa penghormatan HAM berdasarkan UNGP dan DUHAM dimasukkan pada seluruh bentuk penjanjian kerjasama dan mitra kerja harus menyetujui itu.
“Tidak hanya itu, tim pengadaan kami pun melakukan survei terhadap profil mitra kerja, termasuk ada tidaknya tuduhan mengenai pelanggaran HAM, seperti pelanggaran hak karyawan dan tuduhan perusakan lingkungan,” ujarnya.