“Saya melihat ayah diseret oleh polisi Jepang, dinaikan ke perahu. Itu pandangan saya yang terakhir melihat ayah. Dia mengangkat tangan seolah mengatakan jaga [diri] kamu baik-baik. Ibu saya meronta-ronta untuk mengejar dia. Saya peluk ibu keras-keras, jangan sampai ibu juga ditangkap oleh polisi Jepang.”
Cerita itu diucapkan oleh Dr. Ir. Ciputra dalam sebuah wawancara dengan Peter F. Gontha, yang diunggah ke Youtube pada 2007.
Ciputra yang baru mengakhiri tugas mulianya dalam kehidupan, Rabu (27/11/2019) dini hari, memang punya masa lalu yang kurang menyenangkan, sangat kontras dengan semua pencapaian hidupnya.
Sesudah ayahnya meninggal di zaman Jepang, toko milik keluarganya pun ditutup. Mereka akhirnya pindah dengan tinggal di kebun. Kabar meninggalnya sang ayah di penjara Jepang diterima keluarga 8 bulan setelah penangkapan.
“Saya masih umur 12 tahun ketika itu, masih sekolah dasar. Sampai umur 16 tahun saya bekerja di kebun sambil bersekolah. 7 km jalan kaki, jalan di tegalan. Kalau hujan, berlumpur. Saya bolak-balik, kalau pergi lari, pulang pun lari. Kalau hujan, saya bungkus baju saya dalam daun palem, sampai basah. Sampai sekolah, saya pakai baju, celana, hingga kering di badan. Tanpa sepatu, tentunya.”
Hidup sebagai janda dengan dua anak (dua lainnya tinggal terpisah), keluarga ini pun bertahan hidup dengan bertani, dan berkebun, seperti memelihara ayam dan sapi.
“Untuk hidup ibu menjual makanan kecil, dan supaya dapat beras murah dia ijon beras tersebut. Sebagian dijual, jadi kita dapat makan gratis. Itu waktu zaman Jepang. Sebelum zaman Jepang, kami berada di tepi pantai bumbulan dan punya toko kelontong. Sesudah zaman Jepang kami disuruh mengungsi tujuh kilometer ke pedalaman di kaki gunung. Kami bertani sampai zaman Jepang selesai. Lalu saya pergi sekolah SMP di Gorontalo, kemudian SMA di Menando.”
Orang yang pernah masuk dalam jajaran sepuluh orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes itu mengalami masa kecil yang sulit, yang mungkin tidak kita bayangkan sebelumnya. Bahkan, beliau lulus SD pun sudah umur 16 tahun, karena adanya berbagai peristiwa seperti perang di masa Jepang menguasai Indonesia.
Masa kecil yang keras justru membuatnya kuat dan akhirnya sukses. Pak Ci tercatat membidani lahirnya tiga kelompok usaha besar di Tanah Air, yakni Grup Jaya, Grup Metropolitan dan Grup Ciputra.
Dialah Maestro Properti Indonesia yang telah membangun di lebih dari sepuluh kota besar di Tanah Air, bahkan merambah bisnis properti ke mancanegara seperti proyek Ciputra Hanoi International City Vietnam dan Kolkata West International City India.
Mungkin tak terbayangkan, bagaimana bocah yatim yang dahulu berburu ditemani 17 ekor anjing di hutan Sulawesi itu menjadi raja properti.
Pria yang lahir di Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931 itu juga tercatat sebagai pendiri Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) pada 1972. Ia juga menjadi orang Indonesia pertama yang pernah menjabat ketua Federasi Real Estate Dunia (FIABCI).
Ia juga dikenal sebagai seorang filantropis, dan berkiprah di bidang pendidikan dengan mengembangkan sekolah dan Universitas Ciputra Entrepreneur Center (UCEC), yang menekankan pendidikan entrepreneurship. Catatan aktivitas dan prestasinya yang lain adalah memimpin Klub Bulu Tangkis Jaya Raya, peraih berbagai medali emas internasional untuk Indonesia.
Pada 24 Agustus 2009 Dr. Ir. Ciputra mendapat dua penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Pertama, sebagai Penyelenggaraan Pelatihan Entrepreneurship Kepada Dosen Terbanyak 1.231 Dosen Perguruan Tinggi di Indonesia untuk Menjadi Fasilitator Transfer Kemampuan Entrepreneurial Kepada Para Mahasiswa. Kedua, Entrepreneur Peraih Penghargaan Terbanyak, 42 Penghargaan di berbagai bidang.
Illinois Institute of Technology, Amerika Serikat, pernah memberinya penghargaan istimewa dalam kepemimpinan atau Distinguished Leadership Award, karena perannya sebagai pemimpin dalam bisnis properti yang sangat berhasil
Pada 2007, Ciputra terpilih sebagai entrepreneur terbaik versi Ernst & Young Indonesia. Untuk itu ia berhak mewakili Indonesia dalam ajang dunia Ernst & Young World Entrepreneur of The Year 2008 di Monaco dan menyabet gelar World Entrepreneur of The Year 2008 Hall of Fame pada bulan Mei 2008. Pada tahun yang sama Ciputra gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Tarumanagara. Gelar Doktor HC diberikan karena keberhasilan dan karya Ciputra dalam bidang perekayasaan yang visioner dan menyertakan entrepreneurship di dalamnya.
Mengenai kisah suksesnya ini Pak Ci mengatakan, “... entrepreneurship mengubah masa depan manusia jadi lebih baik dan menciptakan kemakmuran, mengingat latar belakang saya sebelumnya sebagai anak yatim dari keluarga sangat sederhana.”
Kini ia telah pergi, mewariskan semangat entrepreneurship lewat Ciputra Way. Selamat jalan Pak Ci.