Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resep Jitu Provider di Era Digitalisasi

Era digital yang kian menonjol saat ini, menjadi ancaman dan tantangan bagi perusahaan ‘tradisional’ di semua industri, termasuk telekomunikasi. Disrupsi dapat terjadi kapan saja.
Heru Sutandi direktur ICT Insitute/Istimewa
Heru Sutandi direktur ICT Insitute/Istimewa

Era digital yang kian menonjol saat ini, menjadi ancaman dan tantangan bagi perusahaan ‘tradisional’ di semua industri, termasuk telekomunikasi. Disrupsi dapat terjadi kapan saja.

Digitalisasi, secara fundamental memaksa organisasi bertransformasi pola dan manajemen bisnis untuk bersaing dan bertahan. Pun, halnya dengan perilaku, dan tuntutan pelanggan yang ikut berubah.

Lembaga riset Kaleido menyebutkan ada tujuh faktor utama dalam transformasi digital. Yaitu strategi, data, pengalaman pelanggan, organisasi, adopsi kecerdasan buatan dan analitik, orang dan budaya serta inovasi.

Dari tujuh faktor ini, kemudian dipersempit menjadi tiga, yaitu visi dan kepemimpinan, inovasi dan adopsi teknologi baru serta budaya digital dan transformasi organisasi.

Di sektor telekomunikasi, transformasi digital dimulai ketika legacy layanan voice dan SMS terus mengalami penurunan. Juga didorong pemberlakuan program registrasi kartu SIM prabayar pada akhir 2017 lalu, serta munculnya persaingan baru dengan penyelenggara layanan over the top (OTT).

Saat itu perusahaan telekomunikasi mengalami tekanan. Bahkan, total pendapatan 3 (tiga) operator utama yakni PT Telekomunikasi Indonesia, PT XL Axiata dan PT Indosat Ooredo menurun sebesar 7,4%.  Sehingga mau tidak mau harus  mempercepat transformasi digital dengan penyediaan konektivitas berkecepatan tinggi.

Strategi 3 Perusahaan Telekomunikasi

PT Telekomunikasi Indonesia mulai bertransformasi di aspek operasional maupun finansial, lewat tiga program. Pertama, Memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggan (Delivering Best Customer Experience); kedua, Memperluas bisnis digital (Expanding Digital Business); dan ketiga, Mengintensifkan inisiatif inorganik secara smart (Intensifying Smart Inorganic).

PT Telkom juga jor-joran belanja modal infrastruktur. Total belanja modal pada tahun 2018 adalah sebesar Rp33,6 triliun atau 25,7% dari pendapatan, dimana mayoritas digunakan untuk meningkatkan kapabilitas digital dan membangun infrastruktur broadband yang meliputi BTS 4G LTE, jaringan akses serat optik rumah, jaringan backbone serat optik bawah laut dan terestrial, Satelit Merah Putih dan Data Center & Cloud.

Untuk pengalaman digital pelanggan, Telkom mengembangkan digital touch point, personalisasi layanan melalui pemanfaatan customer insight dan data analytic serta penyederhanaan proses. Sedangkan untuk segmen Enterprise, Telkom menyediakan berbagai layanan untuk mendigitalisasi proses bisnis.

Langkah ini membuat pelanggan fixed broadband IndiHome naik 72,2% menjadi 5,1 juta pada akhir tahun 2018. Selain itu, pendapatan Telkomsel hanya mengalami penurunan sebesar 4,3%, dari penurunan industri sebesar 7,4%. Hingga akhir 2018, perseroan mencatat pendapatan konsolidasi sebesar Rp130,8 triliun, tumbuh positif sebesar 2,0%, meski lebih rendah dibandingkan 2017. Selain itu, pendapatan bisnis digital Perseroan yang meliputi konektivitas broadband dan layanan digital, tumbuh 23,1%, sehingga kontribusi bisnis digital di tahun 2018 naik menjadi 63,0% dari 52,1% di tahun 2017.

Sementara itu, PT XL Axiata (XL Axiata) Tbk masih fokus dalam pengimplementasian agenda transformasi 3R (Revamp, Rise & Reinvent). 

XL Axiata gencar membangun jaringan 4G LTE dengan spesifikasi khusus secara agresif di berbagai wilayah di luar Jawa, menghadirkan layanan-layanan sesuai kebutuhan dari berbagai segmen, dan melanjutkan inovasi bisnis untuk memperkuat pijakan di masa depan.

XL Axiata juga memperluas layanan berbasis jaringan fiber, dan layanan bagi pelanggan korporasi XL Business Solutions dengan fiberisasi jaringan. Termasuk pengembangan layanan Internet of Thing (IoT).

Hasilnya, pada akhir Desember 2018, XL Axiata mencatat aset Rp57,61 triliun, naik 2,29% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp56,32 triliun. Total liabilitas XL Axiata naik 13,20%.

Terakhir, transformasi digital Indosat Ooredo dilakukan dengan strategi dari mendorong pasar (push strategy) menjadi strategi yang bertumpu pada pelanggan (customer-driven).

Indosat Ooredoo memberikan Layanan Selular, MIDI dan Fixed baik untuk konsumen ritel maupun pelanggan korporat mulai dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM) hingga perusahaan besar dan Pemerintah.

Pada tahun 2018, ketiga lini bisnis Indosat Ooredoo semuanya memberikan kontribusi kepada pendapatan. Secara paralel, Indosat Ooredoo berhasil menekan penghematan biaya sekitar 10%. Sedangkan di sisi enterprise, inisiatif B2B menyumbang hampir 23 persen dari seluruh pendapatan seluler Perusahaan.

Akhir 2018, Indosat Ooredoo mencatat 58,0 juta pelanggan, dengan pelanggan prabayar sebanyak sekitar 97%. Dari 58 juta pelanggan itu, sebanyak 76% terhubung dengan data melalui smartphone, dengan tingkat konsumsi data rata-rata sebanyak 6,5GB/bulan per user, masing-masing naik dibandingkan 66% dan 2,8 GB/bulan pada tahun sebelumnya.

Heru Sutadi – Direktur Eksekutif Indonesia Information and Communication Technology (ICT) Institute

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Heru Sutandi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper